Abstract
INDONESIA:
Pesantren Persis Bangil merupakan singkatan dari Pesantren Persatuan Islam Bangil. Pesantren tersebut berada di daerah Bangil Kabupaten Pasuruan yang secara hirarki tidak ada hubungannya dengan organisasi Persis, tetapi inspirasi pendiriannya tidak dapat dipisahkan dengan Persis. Organisasi Persis–yang banyak mempengaruhi pesantren Persis Bangil-memproklamirkan diri untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Menggali hukum-hukum keagamaan langsung kepada dua sumber utamanya itu. Dengan posisi pesantren Persis diluar organisasi secara struktural, mereka mendirikan suatu lembaga fatwa keagamaan bernama Majma‘ al-Buhûts wa al-Iftâ’ (Lembaga Penelitian dan Fatwa). Majma‘ al-Buhûts wa al-Iftâ’ ini didirikan pada bulan Agustus 2015. Penelitian ini difokuskan tentang metode fatwa keagamaan (manhaj al-iftâ’ al-dîniy) mereka dan proses istinbâth al-ahkâm (pengambilan hukum) serta aplikasinya (istilah lain, fatwanya) dalam suatu permasalahan hukum di lembaga tersebut.
Tujuan utama kajian ini adalah untuk mendeskripsikan metode fatwa Majma‘ al-Buhûts wa al-Iftâ’ Pesantren Persatuan Islam (PERSIS) Bangil dan mengetahui karakteristik (khasâish) madzhab fatwa mereka. Penelitian ini termasuk jenis penelitian empiris yang menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Sebagian besar dari data primer dikumpulkan dari observasi lapangan dan hubungan langsung dengan informan serta keterlibatan dalam proses sidang fatwa yang dilakukan. Sedangkan literatur dan dokumentasi yang terkait dengan pembahasan digunakan sebagai sumber data sekunder. Dapat disimpulkan bahwa metode fatwa yang digunakan oleh lembaga Majma‘ al-Buhûts wa al-Iftâ’ Pesantren Persis Bangil adalah metode manhaji. Yaitu suatu metode penyelesaian masalah keagamaan yang ditempuh dengan cara mengikuti jalan pikiran dan kaidah-kaidah penetapan hukum yang telah disusun imam madzhab dan karakteristiknya memadukan antara tharîqah istidlâliyyah (deduction method) dengan tharîqah istiqrâ’iyyah (induction method) dalam berfatwa.
ENGLISH:
Pesantren Persis Bangil an abbreviation of Pesantren Persatuan Islam Bangil. Pesantren are located in the area Bangil of Pasuruan, in hierarchically nothing to do with the organization Persis, but inspiration establishment can not be separated by Persis. Union of Islamic Organizations -which influenced the pesantren Persis Bangil-proclaim themselves to go back to Al-Quran and Al-Hadith. Digging religious laws directly to the two main sources of it. Exactly with boarding position outside the organization structurally, they founded a religious fatwa institution named Majmaʻ 'al-Buhûts wa al-Iftâ' (Institute for Research and Fatwa). Majma 'al-Buhûts wa al-Ifta' was established in August, 2015. This study focused on a religious fatwa method (manhaj al-Iftâ' al-dîniy) and process them istinbâth al-Ahkâm (legal decision) and application (another term, his fatwa) in a legal problem at the agency.
The main objective of this study was to describe the fatwa method of Majmaʻ 'al-Buhûts wa al-Iftâ' of Pesantren Persatuan Islam Bangil and knowing the characteristics (khasâish) of their fatwa review methods of Imam Syafi’i. This research includes empirical research using qualitative approach with descriptive methods. Most of the primary data collected from field observations and direct relationships with informants as well as involvement in the hearing process conducted fatwa. While the literature and documentation related to the discussion are used as a secondary data source. In conclution, the method used by the agency fatwa of Majmʻ' al-Buhûts wa al-Iftâ' Pesantren Persis Bangil is manhaji method. That is a religious problem-solving method adopted by following the way of thinking and the guiding principles of law-making which has been prepared imam schools and characteristics combine Thorîqoh istidlâliyyah (deduction method) with Thorîqoh istiqrâ'iyyah (induction method) in issuing a fatwa.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah Mayoritas penduduk Indonesia beragama
Islam. Bahkan merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Dalam
hal perlembagaan hukum, unsur Islam juga banyak mewarnai lembaga-lembaga yang
ada di Indonesia ini dari sejak zaman kolonial hingga sekarang. Dan karena
pengaruh Islam sebagai agama mayoritas, di Indonesia banyak muncul
organisasi-organisasi sosial keagaaan Islam yang disertai dengan
lembaga-lembaga fatwa yang mengkaji tentang hukum Islam. Organisasi-organisasi
itu seperti Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis),
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Al-Irsyad dan lain-lain. 2 Dari lembaga-lembaga
fatwa masing-masing organisasi ini muncul fatwa yang terkadang berbeda-beda
meskipun permasalahannya sama. Hal ini sesuai pula dengan manhaj yang digunakan
dan diterapkan dalam pengambilan keputusan suatu hukum. Persatuan Islam (biasa
disingkat Persis) adalah salah satu organisasi sosial keagamaan Islam di
Indonesia. Persis didirikan pada 12 September 1923 di Bandung oleh sekelompok
Islam yang berminat dalam pendidikan dan aktivitas keagamaan yang dipimpin Haji
Zamzam dan Haji Muhammad Yunus. Keduanya berasal dari Palembang. 1 Persatuan
Islam (Persis) adalah didirikan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman Islam
yang sesuai dengan aslinya sebagaimana dibawa oleh Rasulullah Saw dan
memberikan pandangan berbeda dari pemahaman Islam tradisional yang dianggap
sudah tidak orisinil karena bercampur dengan budaya lokal, sikap taklid buta,
sikap tidak kritis, dan tidak mau menggali Islam lebih dalam dengan membuka
kitab-kitab hadits yang shahih. Oleh karena itu pula, lewat para ulamanya
seperti Ahmad Hassan yang dikenal dengan Hassan Bandung atau Hassan Bangil,
Persis mengenalkan agama Islam yang hanya bersumber dari Al-Quran dan Hadits
Rasulullah saw. Hal ini diakui oleh kalangan Persis itu sendiri sebagaimana
yang diungkapkan oleh Dadan Wildan dengan mengutip dari Lothrop Stoddard dalam
bukunya yang berjudul “Dunia Baru Islam”, bahwa dalam aktivitasnya, Persis
berusaha keras mengembalikan umat kepada tuntutan Al-Qur‟an dan Sunnah 1Dadan
Wildan, dkk, Gerakan Dakwah Persatuan Islam (Tangerang: Amana Publishing,
2015), h. 26. 3 Nabi, menghidupkan ruh jihad dan ijtihâd, serta membasmi
bid‟ah, takhayul, khurafat, syirik, musyrik, dan taqlid buta dengan cara
tabligh dan dakwah Islam kepada masyarakat serta mendirikan pesantren dan
sekolah-sekolah untuk mendidik para putera muslim. 2 Dalam buku “Gerakan Dakwah
Persatuan Islam” karya beberapa intelektual Persis disebutkan bahwa ketika Persis
didirikan pertama kalinya pada tanggal 12 September 1923 M di kota Bandung,
umat Islam Indonesia pada umumnya masih terbelenggu oleh fatwa-fatwa yang tidak
berdasar pada AlQur‟an dan Al-Sunnah. Mereka hanyut dalam arus praktik campuran
antara unsur Islam dan unsur pra-Islam. Sebelum Persis berdiri secara resmi,
telah terdengar semboyan dan suara yang menyerukan agar umat Islam kembali
kepada AlQur‟an dan Al-Sunnah. Akan tetapi seruan-seruan itu tidak diikuti
dengan pemberantasan bid‟ah, taqlid, dan syirik secara tegas dalam praktik
kehidupan keseharian.3 Malahan, ada kelompok yang bersemboyan Al-Qur‟an dan
Al-Sunnah beranggapan bahwa perjuangan dalam memberantas bid‟ah, taqlid,
syirik, khurafat, dan takhayul itu hanya akan memecah-belah persatuan di kalangan
umat Islam. Persis tidak sependapat dengan golongan yang seperti itu, sebab
Persis malah berpendapat bahwa selama kaum muslimin belum kembali kepada
AlQur‟an dan Al-Sunnah, selama itu pula kaum muslimin tidak akan dapat menyusun
persatuan yang hakiki, membina kekuatan, dan membangun kekuasaan. Pandangan,
keyakinan, dan perjuangan Persis berpangkal pada sebuah keyakinan 2Wildan, dkk,
Gerakan Dakwah, h. 26-27. 3Wildan, dkk, Gerakan Dakwah, h. 38. 4 (aqidah) bahwa
tauhid tidak mungkin dapat ditegakkan tanpa membasmi syirik, Sunnah tidak
mungkin dihidupkan tanpa memberantas bid‟ah, dan ruhul intiqad tidak mungkin
dapat dihidupkan tanpa memberantas taqlid. Padangan dan keyakinan Persis yang
demikian itu telah membentuk watak dan moral perjuangan Persis sejak awal.4
Persis Bangil - begitu biasa disebut - merupakan singkatan dari Persatuan Islam
Bangil yaitu berupa pesantren yang dipengaruhi oleh gerakan Islam modern
Persatuan Islam yang didirikan atas prakarsa KH. Zamzam dari Palembang tanggal
12 September 1923 ini, menjadi terkenal setelah A. Hassan, Muhammad Natsir, dan
Isa Anshari menjadi tulang punggung pergerakannya. Pesantren tersebut berada di
daerah Bangil Kabupaten Pasuruan yang secara hirarki tidak ada hubungannya
dengan organisasi Persis, tetapi inspirasi pendiriannya tidak dapat dipisahkan
dengan Persis. Telah disebutkan sebelumnya, organisasi Persis – yang banyak
mempengaruhi pesantren Persis Bangil - memproklamirkan diri untuk kembali
kepada Al-Qur‟an dan Al-Hadits. Menggali hukum-hukum keagamaan langsung kepada
dua sumber utamanya itu. Posisi pesantren Persis diluar organisasi secara
struktural itu unik dan menarik. Mereka kemudian mendirikan suatu lembaga fatwa
keagamaan bernama Majmaʻ al-Buhûts wa al-Iftâ‟ (Lembaga Penelitian dan Fatwa).
Majmaʻ al-Buhûts wa al-Iftâ‟ ini didirikan pada bulan Agustus 2015. Peneliti
melakukan penelitian tentang metode fatwa keagamaan (manhaj al-iftâ‟ al-dîniy)
mereka dan proses istinbâth al-ahkâm (pengambilan hukum) 4Wildan, dkk, Gerakan
Dakwah, h. 38-39. 5 serta aplikasinya (istilah lain, fatwanya) dalam suatu
permasalahan hukum di lembaga Majmaʻ al-Buhûts wa al-Iftâ‟ ini. Dan mengetahui,
memahami dan mengkaji manhajul iftâ‟ al-diniy merupakan suatu kajian dalam
bidang keilmuan Ushul Fikih. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas
maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana metode fatwa
Majmaʻ al-Buhûts wa al-Iftâ‟ Pesantren Persatuan Islam Bangil? 2. Bagaimana
karakteristik (khasâish) fatwa Majmaʻ al-Buhûts wa al-Iftâ‟ Persatuan Islam
Bangil ditinjau dari manhaj Imam Syafi‟i? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan
rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk
mendeskripsikan metode fatwa Majmaʻ al-Buhûts wa al-Iftâ‟ Pesantren Persatuan
Islam Bangil. 2. Untuk mengetahui karakteristik (khasâish) fatwa Majmaʻ
al-Buhûts wa al-Iftâ‟ Persatuan Islam Bangil ditinjau dari manhaj Imam Syafi‟i.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat-manfaat yang yang diambil dari penelitian
ini adalah sebagai berikut: 6 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini bisa memberi
pemahaman terhadap fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Majmaʻ al-Buhûts wa
al-Iftâ‟ dikalangan asâtidz Persis Bangil. Serta dapat pula bermanfaat bagi
pengembangan metodologi berfatwa dalam memberikan fatwa keagamaan di Indonesia.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Masyarakat Melalui hasil penelitian ini, masyarakat
- khususnya sekitar Persis Bangil dan umumnya masyarakat lainnya – dapat
menerima dan menghargai perbedaan yang terkadang muncul dari fatwa-fatwa
keagamaan dikalangan asâtidz Persis Bangil. Sehingga dalam memberikan
penilaian, dilakukan secara proporsional. Serta memahamkan masyarakat bahwa
perbedaan dalam masalah furu‟ (cabang) dikalangan ulama merupakan rahmat bagi
kita. b. Bagi Pemerintah Penelitian ini dapat memberi informasi kepada pemegang
kebijakan atau pemerintah, serta lembaga Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan
memperkaya pendekatakan/metodologi untuk berfatwa yang bisa digunakan. c. Bagi
Praktisi Hukum Islam Bagi akademisi pecinta hukum Islam, khususnya yang
membidangi Al-Ahwâl al-Syakhshiyyah, penelitian ini bermanfaat terhadap 7
pengembangan konsep/metodologi dalam pengkajian hukum Islam (khususnya dalam
berfatwa) di Indonesia. Serta mampu memahamkan kepada masyarakat banyak tentang
kekayaan khazanah keilmuan Islam
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Metode Fatwa Hukum Islam di Lembaga Majmaʻ al-Buhûts wa al-Iftâ’ Pesantren Persatuan Islam Bangil Tinjaun Manhaj Imâm Syâfi’i." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment