Abstract
INDONESIA:
Stres merupakan keseluruhan proses yang meliputi stimulasi, kejadian, peristiwa dan respon, interpretasi individu yang menyebabkan timbulnya ketegangan yang diluar kemampuan individu untuk mengatasinya (Rice, 1994). Tugas seorang wasit selalu menghadapi tekanan langsung yang berasal dari lingkungan. Pada tahun 2010 di pertandingan sepakbola internal Asosiasi PSSI terjadi tindakan pemukulan seorang pemain yang kecewa akan keputusan wasit mengakibatkan tidak dilanjutkannya kompetisi internal kelompok umur 23 dan mengganggu jalannya roda kompetisi Assosiasi PSSI Kota Blitar. Tekanan yang dialami oleh wasit ini memiliki gejala stres yang mampu memberikan dampak pada keputusannya. Keputusan wasit yang salah merupakan akibat dari salah satu faktor penyebab stres seperti takut gagal, takut akan agresi fisik, masalah pengaturan waktu dan konflik interpersonal (Rainey,1995).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat stres yang dialami wasit sepakbola saat bertugas diwilayah Assosiasi PSSI Kota Blitar dan untuk mengetahui faktor penyebab stres yang dialami oleh wasit saat bertugas diwilayah Assosiasi PSSI Kota Blitar.
Jenis penelitian ini adalah penelitian explanatory. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menerangkan faktor-faktor penyebab stres wasit secara apa adanya. Dalam pengolahan data digunakan analisis yang berupa angka-angka. Penelitian dilaksanakan dari tanggal 20 mei 2014 - 02 Juni 2014 di Asosiasi PSSI Kota Blitar yang berlokasi di Jalan Kelud (ruko barat Stadion Soeprijadi). Dengan mengambil sampel sebanyak 30 orang wasit.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa stres yang dialami wasit sepakbola di Asosiasi PSSI Blitar yang paling dominan adalah faktor agresi fisik. Dengan nilai faktor agresi fisik sebesar 0,935,
ENGLISH:
Stress constitutes a whole process which involves stimulation, events, and responds, individual interpretation that cause the pressure appearance out of the individual capability to overcome (Rise, 1994). A referee always faces a direct pressure from the surrounding. In 2010 on the PSSI internal Association football match, happened a great deal of heat between a referee and a player. The player was disappointed in the referee’s decision that became the problem causing the match of the 23 years old group stopped and disturbed the smoothness time of the game set in Blitar PSSI Association. This pressure toward the referee had become the stressing main problem that cause the feeling of being afraid to fail, of physical aggression, time formation matter and international conflict (Rainey, 1995).
The purpose of this study is to know the level of stress experienced by the football referee when being of it in Blitar PSSI Association and to know the factor which cause the stress experienced by the referee.
Explanatory is the kind of this research. The purposes are involved explaining the causing factors of the referee’s stress as the way they are. In analyzing the data, the researcher used numeral analysis. This research was performed from May, 20 to 02 June 2014 in Blitar PSSI Association at Kelud Street (west of Soepriadi Stadium). By having 30 referees as the samples.
From the result of the study, it shows stress experienced by the football referee in Blitar PSSI Association, which is most dominant is physical aggression factor in value about 0,935.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
B.
Masalah Kehormatan suatu bangsa dalam forum
internasional salah satunya ditentukan oleh prestasi olahraga dari para atlet
yang berhasil memperoleh medali pada event-event olahraga baik regional maupun
internasional.
Hal ini ditunjukkan oleh adanya pengibaran
bendera Merah Putih diluar negeri selain pada saat kunjungan presiden di negara
sahabat, juga pada saat atlet memperoleh medali emas. (KONI, 2013:1) Sepakbola
merupakan salah satu cabang olahraga yang paling populer di dunia. Sejarah
mencatat, sepakbola di Indonesia awal mulanya digunakan sebagai salah satu alat
perjuangan kemerdekaan untuk menunjukkan konsistensi bangsa dan sebagai alat
pemersatu bangsa. (www.wikipedia.com/sepakbola) Sepakbola bukan hanya sebagai
cabang olahraga yang ditujukan sematamata untuk menjaga kesehatan jasmani dan
olahraga prestasi, namun diera modern ini sepakbola merupakan salah satu cabang
olahraga yang dikembangkan menjadi olahraga industri. Pada UU No 3 Tahun 2005
pasal 79 yang menyebutkan Industri olahraga dapat berbentuk jasa penjualan
kegiatan cabang olahraga sebagai produk utama yang dikemas secara profesional
dimana diproduksi, diperjualbelikan dan/atau disewakan untuk masyarakat. (KONI
2013:45) Agar sepakbola di Indonesia bisa berkembang menjadi sepakbola industri
perlu adanya kualitas dan kuantitas dalam olahraga sepakbola. Kualitas dan
kuantitas cabang olahraga yang dikembangkan sebagai olahraga industri harus
mumpuni baik dari segi prasarana dan sarana. Salah satu aspek dalam 2
berkembangnya olahraga sebagai industri yang perlu disoroti adalah pelaku
olahraganya. Menurut UU no 3 tahun 2005 pelaku olahraga ini meliputi olahragawan,
pembina olahraga dan tenaga keolahragaan (KONI, 2013:38) Wasit merupakan bagian
dari tenaga olahraga dimana tugas utamanya mengatur jalannya pertandingan
sesuai aturan yang berlaku yang telah ditetapkan oleh badan olahraga yang
menaungi olahraga tersebut. Wasit yang bertugas dalam sepakbola adalah
seseorang yang telah menjadi anggota badan yang menaungi cabang olahraga
sepakbola. Di Indonesia wasit sepakbola yang telah lulus tes dan mendapatkan
sertifikat sesuai jenjangnya dilindungi penuh oleh badan yang menaungi
sepakbola dalam hal ini PSSI. (Statuta PSSI). Semua manusia yang hidup tanpa
terkecuali akan mengalami berbagai persoalan, berbagai konflik dan problematika
yang sangat kompleks dimulai dari orang baik yang kaya, miskin dan berbagai
macam budaya masyarakat sehingga menjadi penyebab munculnya stres. Kepribadian
idividu terdiri dari berbagai macam karakter dimana tidak semuanya dapat
mengembalikan macam-macam ketegangan dan konflik yang dialami, termasuk stress
(Ardani, 2005:2) Stres merupakan hal yang melekat pada kehidupan. Siapa saja
dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam jangka
panjang pendek yang tidak sama, pasti pernah mengalaminya. Tak seorang pun bisa
terhindar daripadanya. Bayi bisa terkena stres. Balita bisa kedatangan stres.
Kaum remaja tak mungkin terhindar. Orang dewasa pasti mengalami. Apalagi
kelompok lansia (lanjut usia). Keinginan dan kebutuhan yang dialami semua
individu tidak selalu sesuai dengan apa yang diharapkan dan diinginkan.
Penyesuaian diri manusia terhadap 3 segala hal yang dihadapi merupakan suatu
kuwajiban yang harus dilakukan manusia agar bisa melanjutkan kehidupannya.
Masalah yang dihadapi manusia sangatlah beragam bisa ditimbulkan dari masalah
yang berasal dari diri manusia itu sendiri (internal) maupun masalah yang
berasal dari luar manusia (eksternal). Masalah dari luar biasanya berasal dari
proses interaksi antara seseorang dalam pekerjaan dengan aspek-aspek
dilingkungan pekerjaanya. Adanya perbedaan keinginan atau harapan dengan hasil
pecapaian yang diraih dapat menimbulkan stress.(Rivai & Mulyadi, 2013:307)
Hidup dan stres saling berkaitan. Hal ini tergantung bagaimana seseorang
memandang hidup dan stres mempengaruhi seseorang. Stres dapat didefinisikan
sebagai respon nonspesifik tubuh dalam beradaptasi. Beberapa orang mampu
beradaptasi pada berbagai situasi dengan baik, baik secara mental maupun fisik.
(Arora, 2008:1) Stres adalah segala masalah atau tuntutan untuk menyesuaikan
diri, yang karena tuntutan itulah individu merasa terganggu keseimbangan
hidupnya. Stres merupakan keadaan menekan, khususnya psikologis. Keadaan ini
dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab seperti frustasi, konflik nilai dan
tekanan hidup.(Supratiknya, 1995:35). Tuntutan yang mampu menimbulkan stres
pada kehidupan era modern ini sangatlah kompleks. Dalam tingkatannya stres
memiliki tingkatan yang beragam mulai dari tingkat stres yang ringan hingga
tingkat stres tinggi (kronis) hingga dapat menimbulkan perubahan yang sangat
jelas dalam perilaku manusia tersebut. Stres merupakan satu abstraksi. Orang
tidak dapat melihat pembangkit stres (stressor). Yang dapat dilihat ialah
akibat dari pembangkit stress. Menurut Dr. 4 Hans Selye sejumlah organisme yang
beradaptasi terhadap berbagai macam tuntutan (stres) mengalami serangkaian
perubahan yang dinamakan general adaptation sindrome yang terdiri dari tiga
tahapan yaitu tahap pertama merupakan tahap alarm (tanda bahaya) dimana
seseorang berorientasi terhadap tuntutan yang diberikan lingkungan dan
menghayatinya sebagai ancaman, tahapan ini tidak tahan lama. Seseorang
mengalami tahap kedua yaitu tahap resistensi (perlawanan). Seseorang
memobilisasi sumber supaya mampu menghadapi tuntutan dan bila tuntutan
berlangsung lama, maka sumber ini akan mulai habis dan mencapai tahap terakhir
yaitu exaustion (kehabisan tenaga). (Munandar, 2012:372) Stres biasanya
dipersepsikan sebagai sesuatu yang negatif, padahal tidak, seseorang yang
mengalami stres karena sebuah jabatan disebut sebagai eustres. Terjadinya stres
dapat disebabkan kondisi dirinya serta kondisi pikiran. Dalam pengertian stres
itu sendiri juga dapat dikatakan sebagai stimulus dimana penyebab stres
dianggap sebagai sesuatu hal yang biasa. Stres juga dikatakan sebagai respon
artinya dapat merespon apa yang terjadi juga disebut sebagai transaksi yakni
hubungan antara stressor dianggap positif karena adanya interaksi individu
dengan lingkungan. (Hidayat, 2011:55) Umumnya, stres disebabkan oleh adanya
masalah yang belum dapat diselesaikan. Masalah yang telah diselesaikan tidak akan
menimbulkan stres. Masalah yang muncul sering kali disebabkan oleh adanya
kesalahan diri atau kesalahan lingkunganyang mempengaruhi diri sendiri.
Kesalahan lingkungan ada yang dapat dikendalikan dan ada pula yang tidak dapat
dikendalikan. Kesalahan lingkungan yang tidak dapat dikendalikan tidak akan
mudah diselesaikan, dan 5 untuk menyelesaikannya diperlukan kerja sama dengan
banyak pihak yang mempunyai perasaan, harapan, solusi dan sudut pandang yang
sama, dan hal ini cukup berat untuk dilakukan. (Agies, Kusnadi dan Candra
2003:17) Standar dan tujuan personal yang tinggi dapat berakibat pada
pencapaian kepuasan diri. Akan tetapi, saaat manusia menempatkan suatu tujuan
yang terlalu tinggi, mereka memiliki kemungkinan untuk gagal yang lebih tinggi.
Dari kegagalan menimbulkan stres dan mengakibatkan kesedihan kronis, perasaan
tidak berharga, perasaan tidak memiliki tujuan. (Jess & Gregory, 2011:225)
Diberbagai negara, gejala stres sangat menonjol, dimana faktor kompetitif
merupakan faktor yang menonjol. Di negara yang sedang berkembang, terutama
dikota besar, penyebab stress juga tidak banyak bedanya dengan negara maju,
sedangkan didaerah terbelakang, dimana perjuangan hidup masih merupakan target
yang utama, stres juga merupakan gejala yang cukup banyak mempengaruhi
kesehatan masyarakat. Apalagi stres yang dialami orang didaerah konflik, dimana
keamanan merupakan faktor penting yang bila tidak segera diatasi menimbulkan
stres. (Wangsa, 2011:17) Bagi beberapa orang kerja keras, tuntutan yang ada
tiada henti dan kompetisi yang intensif merupakan hal yang menekan dan tidak
sehat. Meskipun demikian ada orang yang tetap sehat dan bahkan tetap berjuang
ketika dihadapkan dengan situasi-situasi yang banyak tuntutannya. Perbedaan
respon ini dapat meningkat jika terdapat kondisi medis. Misalnya orang yang
memiliki penyakit diabetes saat mengalami stres menimbulkan tingkat gula darah
yang semakin tinggi. (Stabler dkk 1987 dalam Friedman & Schustak, 2008:49)
6 Pengadil pertandingan atau wasit merupakan pekerjaan yang sangat menarik dan
salah satu pekerjaan yang mampu menimbulkan stres. Dalam setiap keputusannya
wasit selalu mendapat umpan balik dari pemain, pelatih official pertandingan
bahkan supporter yang dapat menimbulkan respon berupa stres pada diri seorang
wasit. Stres yang dialami wasit ini akan berpengaruh pada kinerja wasit
dilapangan. Oleh karena itu kondisi mental memiliki peran penting dalam kinerja
wasit dalam suatu pertandingan. (Reihani, 2012:347) Dalam setiap menjalankan
tugasnya, wasit wajib mempersiapkan segala aspek, tidak hanya dari segi fisik
saja akan tetapi mereka juga harus menyiapkan diri dalam menghadapi tekanan
psikologis yang berasal dari lingkungan tempat dia bekerja. Segala persiapan
ini akan berpengaruh pada kepemimpinan seorang wasit, hal ini dikarenakan wasit
yang sudah mempersiapkan kondisi fisik dan psikologisnya akan lebih siap dalam
menghadapi segala stressor yang mungkin terjadi dilapangan. Hal-hal inilah
mengapa stres yang di alami seorang wasit yang bertugas lebih dari stres yang
dialami pelatih maupun pemain/olahragawan. (Mirjamai, Ramzaninezhad, Rahmaninia
& Reihani, 2012:347) Penelitian yang menunjukkan gejala stres yang dialami
wasit telah dilakukan khususnya pada wasit sepakbola, bola voli, basketdan bola
tangan oleh E.Mirjamali, Ramzaninezhad, Rahmaninia & Reihani pada tahun
2012 dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa stres yang dialami wasit
terindikasi berasal dari tiga faktor yaitu faktor stres kemampuan teknik,
evaluasi penampilan and ketakutan akan kesalahan Dalam melaksanakan tugasnya
seorang wasit selalu menghadapi tekanan langsung yang berasal dari lingkungan
tempat pelaksanaan tugasnya. Tekanan 7 yang dialami oleh wasit ini memilki
gejala stres yang mampu memberikan dampak pada keputusan, yang terkadang
keputusan itu masih bisa dipertanyakan kebenaran keputusan itu. keputusan yang
kadang keliru ini mampu memicu amarah dari pemain yang terlibat langsung.
pemain dalam suasana kompetitif akan berusaha untuk menjadi bagian yang
diuntungkan. Suasana dari lingkungan ini memberikan efek terhadap individu
tersebut. Pada situasi ini terdapat pola-pola hubungan yang mengatur perilaku
orang didalamnya. (Rakhmat, 2000:45) Tidak jarang wasit mendapat perlakuan yang
tidak menyenangkan dari pemain, pelatih, official dan supporter. Bahkan dalam
keadaan yang extreme wasit sepakbola bisa menjadi sasaran empuk pemain,
pelatih, official dan supporter. Wasit bisa menjadi korban agresi dari pemain,
pelatih dan official tim sepakbola seperti di dorong, di kerumuni, ditendang,
dikejar bahkan terkadang mendapat pukulan. (Wolfson & Neave, 2011:233)
Russell (1993) mengatakan bahwa diluar peperangan, olahraga merupakan salah
satu wahana bagi tindakan agresi yang ditoleransi oleh sebagian besar
masyarakat. Perilaku agresi tidak hanya terjadi pada pemain terhadap wasit
tetapi juga terjadi pada penonton. Fenomena pemukulan atau agresi terhadap
wasit di Indonesia bukanlah sesuatu hal yang baru. Di Indonesia sering terjadi
tindakan dari pemain yang bisa membahayakan wasit. Yang paling sering terjadi
adalah agresi pemain terhadap wasit karena terlibat langsung didalam lapangan.
Perilaku agresi selalu didahului oleh adanya kekecewaan pada seseorang.
(Samanhudi, 1986:64). Dari tahun 2007 hingga tahun 2013 media baik cetak maupun
elektronik mencatat dan menerbitkan berita tentang agresi berupa pemukulan
terhadap wasit 8 telah terjadi dikompetisi nasional sepakbola di Indonesia.
Dari semua agresi yang dilakukan oleh pemain terhadap wasit ini terjadi akibat
ketidakpuasan terhadap keputusan wasit yang kontroversi atau memang terkadang
tidak tepat. Salah satu agresi yang paling terbaru hingga dunia internasional
menyoroti, tepatnya pada kasus pemukulan yang terjadi dalam kompetisi Indonesia
Super League antara Pelita Bandung Raya melawan Persiwa Wamena Pemukulan dari
pemain terhadap wasit terjadi akibat keputusan wasit dalam menentukan
pelanggaran. Mediamedia internasional yang menerbitkan berita ini adalah The
Sun, The Guardian, Telegraph dan yang lainnya. (www.okezone.com, akses: 20 Mei
2013) Keputusan wasit yang salah merupakan akibat dari salah satu faktor
penyebab stres seperti yang dijelaskan oleh Rainey dalam Hoedaya (2007:19)
menurut penelitiannya menyebutkan bahwa faktor penyebab stres pada wasit ada
empat yaitu 1. Takut Gagal misalnya takut kehilangan konsentrasi 2. Takut akan
Agresi Fisik, misalnya agresivitas yang dilakukan pemain lawan. 3. Masalah
Pengaturan Waktu, misalnya konflik waktu, menyangkut kepentingan keluarga dan
tugas perwasitan. 4. Konflik Interpersonal, misalnya menghadapi pelatih yang
mudah tersinggung. Fakta dilapangan yang menyebutkan tentang agresi berupa
pemukulan yang timbul/dipicu karena keputusan yang dibuat, ditingkat daerah
pemukulan terhadap wasit pernah terjadi di Asosiasi PSSI Blitar tepatnya saat
berlangsung kompetisi internal Kelompok Umur (KU) U-23. Hal ini diutarakan oleh
Heri 9 selaku ketua komisi wasit yang bertugas. Dalam penuturannya salah
seorang wasit bernama Ali pernah menjadi korban pemukulan sampai mendapatkan
luka jahitan dipelipis matanya pada tahun 2007. Akibat pemukulan
inimengakibatkan tidak dilanjutkannya kompetisi Kelompok Umur (KU) 23 pada
tahun itu padahal pada tahun itu kompetisi yang diadakan cuma kelompok umur
(KU) 23 yang dipersiapkan untuk pencarian pemain yang akan dimainkan dalam
kompetisi divisi dua nasional. Keputusan untuk menghentikan kompetisi
internalini dibuat langsung oleh Ketua Asosiasi PSSI Blitar. (Observational
Fieldnotes, 15 mei 2014) Pemukulan terhadap wasit ini di benarkan oleh wasit
yang menjadi korban pemukulan. Tepatnya dalam sebuah diskusi dirumah wasit yang
menjadi korban. Wasit yang menjadi korban pemukulan membenarkan bahwa pernah
mengalami insiden pemukulan. Menurut penuturannya pemukulan itu terjadi karena
pemain yang melakukan tindakan pemukulan itu tidak terima atas keputusan yang
dibuatnya. (Wawancara,16 Mei 2014) Selain hal diatas, fakta dilapangan
membuktikan faktor akan agresifitas dari pemain juga menjadi faktor penyebab
stres yang dialami wasit di Asosiasi PSSI Blitar saatbertugas pada suatu
pertandingan. Dalam observational fieldnotes dengan partisipan penuh 15 Mei
2014 peneliti mendapati salah satu wasit sebut saja Heri, dalam pertandingan
kompetisi internal Asosiasi PSSI Blitar yaitu saat hendak memberikan kartu
kuning pemain salah satu tim yang berlaga, pemain mengerumuni wasit, mendorong
dan memegang wasit sampai wasit terdorong hingga mundur beberapa langkah dan
tidak bisa mengeluarkan kartu kuningnya. 10 Heri telihat berubah raut mukanya
telihat pucat, mengeluarkan keringat berlebih seketika. Saat kondisi
pertandingan sudah kondusif dan bisa dilanjutkan wasit tidak jadi memberikan
kartu kuning kepada pemain yang melakukan pelanggaran yang sebenarnya layak
mendapatkan kartu kuning karena pelanggaran yang dilakukan pemain tersebut.
(Observational Fieldnotes II). Konflik interpersonal dalam sepakbola di
kompetisi internal Asosiasi PSSI Kota Blitar juga pernah terjadi antara wasit
dan pelatih. Adu argumen saat pertandingan berlangsung hingga wasit pun
terpengaruh dan memberikan ancaman kepada pelatih (Observational Fieldnotes IV).
Dalam keadaan lelah, kurang istirahat, atau tertekan perasaan, biasanya orang
yang mengalami stress lebih mudah terpengaruh suasana. (Derajat, 1998:234).
Keputusan yang tidak benar dalam suatu pertandingan merupakan salah satu faktor
penyebab stres yang lain yaitu faktor takut gagal dimana indikatornya berupa
konsentrasi. Ketika konsentrasi menurun seorang wasit bisa saja melakukan
kelalaian dalam menentukan keputusan dalam suatu pertandingan. Hampir dalam
setiap pertandingan, wasit yang bertugas sebagai asisten wasit salah memberi
isyarat suatu pelanggaran. Salah memberikan tanda isyarat arah lemparan kepada
timyang seharusnya tidak berhak melempar. Pada pertandingan kompetisi internal
PSSI Blitar kelompok umur (KU-21). Saat pertandingan berlangsung Ali yang
bertugas sebagai asisten wasit salah memberi isyarat kepada wasit utama. Hingga
membuat lemparan yang seharusnya diberikan kepada tim Surya Muda menjadi
lemparan untuk tim Gajah Mada. (Observational Fieldnotes, 15 Mei 2014) 11 Dari
beberapa paparan mengenai hal yang dialami wasit yang bertugas dilapangan yang
mampu menimbulkan faktor penyebab stres dan berdampak pada kesuksesan sebuah
pertandingan dan bisa mempengaruhi hal lainnya, peneliti akhirnya tertarik
untuk meneliti tentang stres yang dialami wasit dengan judul “Analisis Faktor
Penyebab Stres Pada Wasit Sepakbola Di Asosiasi PSSI Kota Blitar” 12 B. Rumusan
Masalah Untuk memudahkan berlangsungnya penelitian maka perlu dirumuskan
masalah apa yang menjadi fokus penelitian. Dalam penelitian ini peneliti
merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana
tingkat stres yang dialami wasit sepakbola saat bertugas di wilayah Assosiasi
PSSI Kota Blitar? 2. Apa yang menjadi faktor dominan penyebab stres yang
dialami oleh wasit sepakbola diwilayah Assosiasi PSSI Kota Blitar? C. Tujuan
Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan diatas maka tujuan
penulisan penelitian ini adalah untuk: 1. Untuk mengetahui tingkat stres yang
dialami wasit sepakbola yang bertugas diwilayah Assosiasi PSSI Kota Blitar. 2.
Untuk mengetahui faktor penyebab stres yang dialami oleh wasit yang bertugas
diwilayah Assosiasi PSSI Kota Blitar. D. Manfaat Penelitian Dengan pencapaian
tujuan penelitian ini, hasil penelitian diharapkan bisa dapat memberikan
manfaat yang baik dari segi teoritis maupun segi praktis. Adapun manfaat yang
diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis Manfaat penelitian
ini diharapkan mampu memberi sumbangsih dalam pengembangan ilmu psikologi pada
umumnya dan khususnya bagi pengembangan psikologi olahraga khususnya. Selain
itu, penelitian ini diharapkan memperkaya 13 sumber kepustakaan mengenai
psikologi olahraga sehingga hasil penelitian dapat dijadikan penunjang bagi
peneliti selanjutnya. 2. Secara Praktis a. Bagi wasit Manfaat hasil penelitian
mampu memberikan informasi bagi wasit mengenai stres yang dialami wasit. b.
Bagi masyarakat Manfaat hasil penelitian mampu memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai kendala-kendala yang dihadapi wasit saat bertugas sehingga
lebih menghormati profesi wasit. c. Bagi pengurus Assosiasi PSSI Kota Blitar
Manfaat hasil penelitian mampu dijadikan informasi baru bagi pengurus Assosiasi
PSSI Kota Blitar agar lebih memperhatikan wasit dan memberikan pelatihan untuk
membentuk mental psikologis wasit d. Bagi peneliti selanjutnya Manfaat hasil
penelitian dapat dijadikan bahan bagi peneliti selanjutnya yang berminat
meneliti mengenai faktor penyebab stres pada wasit sepakbola.
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment