Abstract
INDONESIA:
Orang Indonesia dikenal dengan sifatnya yang ramah, bersahabat, hangat, dan baik hati. Namun, beberapa tahun terakhir ini kita sering melihat, mendengar, ataupun membaca dari berbagai media massa berita tentang kerusuhan, pembunuhan, penganiayaan, kekerasan pada perempuan dan anak, pemukulan, dan banyak lagi kasus yang menunjukkan perilaku agresif di Indonesia. Indonesia memiliki beragam suku. Setiap suku memiliki karakteristik budaya yang berbeda- beda. Kondisi negara dengan komposisi multi budaya rentan terhadap konflik dan kesenjangan sosial. Sebagai salah satu unsur dasar dalam kehidupan sosial, budaya mempunyai peranan besar dalam memicu konflik. Konflik-konflik yang terjadi inilah yang kemudian dapat memicu perilaku agresif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan agresivitas pada mahasiswa suku Madura, Minang, Gorontalo dan Jawa.
Agresivitas adalah tingkah laku manusia yang dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti manusia lain ataupun terhadap objek benda, baik itu secara fisik maupun secara non fisik.
Penelitian melibatkan 100 responden dengan rincian 25 subyek dari mahasiswa suku Madura, 25 subyek dari mahasiswa suku Minang, 25 subyek dari suku Gorontalo dan 25 subyek dari suku Jawa. Pengukuran preferensi agresi, terdiri dari 20 item, aitem yang diterima 12 dan yang gugur
8. validitas dari yang terkecil 0,286 sampai 0,668 dan reliabilitas sebesar 0,772.
8. validitas dari yang terkecil 0,286 sampai 0,668 dan reliabilitas sebesar 0,772.
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan agresifitas antara mahasiswa suku Madura, Minang, gorontalo dan Jawa. Pernyataan tersebut didasarakan pada hasil uji F dengan menggunakan Anova, hasilnya ditemukan nilai F=8.700 p=0.000 (p < 0.01 = Sangat ignifikan).
ENGLISH:
Indonesian people are popularly known because of their hospitalities. However, in recent years we have informed through watching, reading and listening news from mass media regarding disturbances, embellishments, oppressions, stringencies toward women and children and other cases of aggressive behavior in Indonesia. Indonesia has various ethnics. Each of them has different characteristics of culture. The condition of country which has multiple cultures may lead to conflict and social asymmetries. As one of the fundamental elements in social life, cultures have a role to bring conflicts in society. These conflicts can cause the aggressive behavior. This study is aimed to observe the different of aggressiveness of Madurese, Minangese, Gorontalo and Javanese students.
Aggressiveness is a human behavior that is done with the purpose to harm another human being or object, both physically and non-physically.
This study involves 100 respondents which consists of 25 students of Madurese, 25 students of Minangese, 25 students of Gorontalo and 25 students of Javanese. The measurement preference of aggression consists of 20 items, the validity from 0.286 to 0.668, and reliability is 0.772.
The result shows that there is a different of aggressiveness between Madurese, Mingangese, Gorontalo and Javanese students. This is based on the test result of F using Anova, that is F value= 8.700 p= 0.000 (p < 0.01 = Very Steady).
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah Selama beberapa tahun terakhir ini
kita sering melihat, mendengar, ataupun membaca dari berbagai media massa
berita atau ulasan tentang kerusuhan, pembunuhan, penganiayaan, kekerasan pada
perempuan dan anak, pemukulan, dan banyak lagi kasus yang menunjukkan perilaku
agresif di Indonesia. Seperti yang diposting salah satu situs berita di
Indonesia (detik.com) menyebutkan bahwa berdasarkan data akhir tahun Polda
Metro Jaya terdapat 4 kasus yang mengalami peningkatan di tahun 2013, dua
diantaranya yakni pembunuhan meningkat dari 72 kasus di tahun 2012 menjadi 74
kasus di tahun 2013 dan penganiayaan berat meningkat dari 2.041 kasus menjadi
2.234 kasus. Ini hanya kasus-kasus yang terjadi di DKI Jakarta, jika dijumlah
dengan kasus yang terjadi di seluruh daerah di Indonesia tentu saja angka
tersebut akan menjadi semakin besar. Seperti tawuran yang terjadi pada hari
pertama perkuliahan antarmahasiswa Fakultas Teknik (FT) dan Bahasa Seni (FBS)
UNM Parangtambung, Makassar pada tahun 2013 yang mengakibatkan gedung Sanggar
Seni hangus terbakar (KOMPAS.com). Selain itu ada juga bentrok antarwarga
Tatura, Kota Palu dan warga Tinggede, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah pada
tahun 2012. Akibatnya dua kendaraan bermotor dan satu gerobak jualan milik
warga menjadi sasaran massa yang terlibat bentrok. Massa juga membakar dua
kendaraan bermotor dan satu 2 gerobak tersebut. Satu dari salah satu unit
kendaraan roda dua yang dibakar massa adalah milik reporter televisi lokal,
Nuansa TV (KOMPAS.com). Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi
mengatakan, selama periode 2010 hingga awal bulan September 2013 total
keseluruhan tercatat 351 peristiwa konflik. Peristiwa konflik tersebut,
menurutnya, antara lain adalah peristiwa kekerasan atau konflik bernuansa Suku,
Agama, Ras dan Antargolongan (SARA). (Sindonews.com, 2013) Orang Indonesia dikenal
dengan sifatnya yang ramah, bersahabat, hangat, dan baik hati. Senyum, salam,
sapa, dan sopan identik dengan sikap orang Indonesia. Orang Indonesia terbuka
dan mudah berinteraksi dengan orang lain, baik orang yang dari daerah lain
maupun orang asing. Keramahtamahan inilah yang dijadikan andalan untuk bidang
pariwisata selain keeksotisan alam tropisnya dan budayanya yang beragam. Namun,
belakangan ini seperti disebutkan di paragraf sebelumnya media di Indonesia
lebih banyak diwarnai dengan berita tentang kekacauan yang terjadi di negara
ini, seperti masalah kerusuhan, pembunuhan, penganiayaan, pemukulan, kekerasan
pada perempuan dan anak, serta masih banyak lagi masalah lainnya. Indonesia
merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman bentuk muka bumi, baik di
daratan maupun di dasar laut. Karena bentuk muka buminya yang beragam, maka
masyarakatnya pun beradaptasi sesuai dengan keadaan lingkungan tempat
tinggalnya. Hal inilah yang kemudian menjadikan 3 Indonesia memiliki beragam
suku. Setiap suku memiliki karakteristik budaya yang berbeda-beda.
Suku Jawa yang dikenal dengan
sikapnya yang sopan, segan, menyembunyikan perasaan, menjaga etika berbicara
baik secara konten isi dan bahasa perkataan maupun objek yang diajak berbicara.
Lain lagi dengan suku Madura, mereka distereotipkan dengan sifat yang mudah
tersinggung, mudah curiga terhadap orang lain, temperamental atau mudah marah,
pendendam serta suka melakukan kekerasan. Padahal pada kenyataannya salah satu
karakteristik orang Madura yang menonjol adalah karakter yang apa adanya. Sifat
masyarakat etnik ini memang ekspresif, spontan, dan terbuka. Mereka juga
dikenal hemat, disiplin, rajin bekerja, dan mempunyai tradisi Islam yang kuat.
Masyarakat suku Gorontalo adalah masyarakat yang memiliki rasa sosial yang
tinggi, sehingga hampir tidak pernah terjadi konflik di antara mereka sendiri.
Sistem kekerabatan yang sangat erat tetap dipelihara oleh masyarakat Gorontalo.
Tradisi gotong royong tetap terpelihara dalam kehidupan masyarakat ini, serta
setiap ada masalah akan diselesaikan dengan cara musyawarah. Sementara
kebudayaan Minang dianggap sebagai suatu masyarakat dengan sistem kekeluargaan
yang ganjil diantara suku-suku bangsa yang lainnya di Indonesia. Inilah yang
biasanya dianggap sebagai salah satu unsur yang memberi identitas kepada
kebudayaan Minang (Koentjaraningrat, 1999:250). 4 Budaya merupakan salah satu
unsur dasar dalam kehidupan sosial. Budaya mempunyai peranan penting dalam
membentuk pola berpikir dan pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga
membentuk kepribadian dan pola pikir masyarakat tertentu. Budaya mencakup
perbuatan atau aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu maupun
masyarakat, pola berpikir mereka, kepercayaan, dan ideologi yang mereka anut.
Tentu saja pada kenyataannya budaya antara satu masyarakat dengan masyarakat
lainnya berbeda, terlepas dari perbedaan karakter masing-masing kelompok
masyarakat ataupun kebiasaan mereka. Realitas yang multi budaya ini dapat kita
jumpai di negara-negara dengan komposisi penduduk yang terdiri dari berbagai
etnis, seperti Indonesia. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr.
Suwarsih Warnaen yang meneliti tentang stereotip etnis dalam masyarakat
Indonesia subyek terdiri dari 1.291 siswa Sekolah Menengah atas yang duduk di
kelas III dan tersebar di seluruh Indonesia. Subjek luar Jakarta sebanyak 700
siswa terdiri dari tujuh suku bangsa masing-masing diwakili 100 siswa dan
berada di daerahnya sendiri. Untuk subjek Jakarta sebanyak 591 siswa terdiri
dari 12 golongan etnis, tujuh diantaranya adalah golongan etnis seperti pada
subjek luar Jakarta, ditambah dengan satu golongan etnis Tionghoa dan satu
golongan yang terdiri dari berbagai siswa yang berasal dari berbagai etnis
lainnya. Suku bangsa yang menjadi subjek penelitian terdiri dari Sunda, Jawa,
Batak, Minangkabau, Minahasa, Maluku, Makassar, Tionghoa, dan berbagai etnis
lainnya. 5 Hasil dari penelitiannya menunjukkan stereotip tentang orang Sunda
dan Jawa hampir serupa, dan paling jelas untuk sifat khas sopan, jujur, senang
menerima tamu, baik hati, penuh perasaan, dan ramah. Terdapat perbedaan
mencolok antara stereotip orang Batak dengan orang Sunda dan Jawa, terutama
mengenai sifat khas emosional, kasar, ikatan yang keluarga kuat, dan cepat
marah. Sedangkan stereotip orang Minangkabau memperlihatkan perbedaan mencolok
terutama mengenai sifat licik, ikatan keluarga kuat, dan pelit. Stereotip
tentang orang Minahasa dan Maluku juga mengandung dua sifat khas yang berbeda
secara mencolok dengan stereotip orang Sunda dan orang Jawa, yaitu suka pesta
dan suka kesenangan. (Warnaen, 2002:382) Kondisi negara dengan komposisi multi
budaya rentan terhadap konflik dan kesenjangan sosial. Memang banyak faktor
yang menyebabkan terjadinya berbagai konflik tersebut, akan tetapi sebagai
salah satu unsur dasar dalam kehidupan sosial, budaya mempunyai peranan besar
dalam memicu konflik. Konflik-konflik yang terjadi inilah yang kemudian dapat
memicu perilaku agresif. Indonesia dengan beragam suku yang memiliki
karakteristik budaya masing-masing tentu saja memiliki karakteristik agresif
yang berbeda-beda pula.
Walaupun semua orang tampaknya
memahami apa itu agresi, namun ada perbedaan pendapat tentang definisinya
(Geen, 1998; dalam Taylor dkk, 2009:496). Definisi paling sederhana untuk
agresi yang didukung oleh pendekatan behavioris atau belajar, adalah bahwa
agresi adalah setiap 6 tindakan yang menyakiti atau melukai orang lain (Taylor
dkk, 2009:496). Agresivitas bisa muncul dalam bentuk verbal maupun fisikal.
Dalam tingkat paling tidak melukai, agresivitas muncul dalam bentuk gosip
(membicarakan/menjelek-jelekan orang yang menyerang individu kepada orang
lainnya) dan yang paling parah adalah penyerangan fisik yang dapat menimbulkan
kematian. Namun demikian, agresivitas dalam bentuk verbal bukan berarti tidak
mampu melukai, menyerang seseorang dengan menggunakan kata-kata yang kasar,
hinaan, serta ejekan dapat membuatnya sakit hati dan efeknya jauh lebih
menyakitkan dan akan lama menetap dalam ingatan seseorang daripada terkena
lemparan batu atau pukulan. Dalam penelitian ini akan meneliti pola agresivitas
pada suku Jawa, Madura, Gorontalo, dan Minang. Seperti yang telah dijelaskan di
atas ke empat suku tersebut memiliki karakteristik kebudayaan masing-masing
sehingga peniliti ingin mengetahui pola agresivitas pada masing-masing suku
tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mencoba memahami pola-pola gresivitas
dari suku-suku tersebut. Dengan memahami hal tersebut akan memudahkan interaksi
antar suku untuk membuat resolusi saat terjadi konflik. Sehingga nantinya dapat
meningkatkan rasa aman bagi masyarakat Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbedaan agresivitas pada
mahasiswa di Malang yang berasal dari suku Jawa, Madura, Gorontalo, dan Minang?
2. Bagaimana perbedaan pola agresivitas
mahasiswa suku Jawa, Madura, Gorontalo, dan Minang ditinjau dari bentuk agresi,
arah pelampiasan agresi, level kendali-diri dan arah agresi?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perbedaan
tingkat agresivitas pada mahasiswa di Malang yang berasal dari suku Jawa, Madura,
Gorontalo dan Minang.
2. Untuk mengetahui perbedaan pola
agresivitas pada mahasiswa Malang yang berasal dari suku Jawa, Madura,
Gorontalo, dan Minang ditinjau dari bentuk agresi, arah pelampiasan agresi,
level kendali-diri, dan arah agresi.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap
aspek dan pola kecenderungan agresivitas yang ada pada suku-suku tersebut
secara lebih mendalam agar dapat menambah informasi dalam khasanah ilmu
pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan studi lintas budaya. Sehingga dapat
mempermudah interaksi antar suku untuk membuat resolusi saat terjadi konflik.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Agresivitas mahasiswa suku Madura, Minang, Gorontalo dan Jawa di Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment