Abstract
INDONESIA:
Menikah adalah sebuah keputusan yang besar dalam hidup. Menikah pada usia remaja akhir yang merupakan usia mahasiswa S-1, akan menimbulkan banyak masalah dan rentan menghadapi perceraian. Hanya ada beberapa pasangan mahasiswa S-1 yang berani mengambil keputusan untuk menikah muda hal ini dikarenakan adanya pemikiran-pemikiran yang negatif mengenai menikah muda. Sesungguhnya menikah pada usia tersebut memiliki banyak dampak positif diantaranya dapat membuat diri terhindar dari pergaulan bebas, jarak usia anak yang tidak terlalu jauh, dan lebih mandiri. Pada setiap pengambilan keputusan, Individu akan berproses dan dalam proses ini lah, secara tidak sadar individu akan menggunakan gaya dalam pengambilan keputusan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor pengambilan keputusan menikah muda pada mahasiswa S-1 dan mengetahui proses pengambilan keputusan menikah muda yang dialami oleh mahasiswa serta untuk mengetahui gaya pengambilan keputusan menikah muda yang digunakan mahasiswa.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan rancangan studi kasus tunggal. Metode pemilihan informan adalah purposive, sehingga informan dalam penelitian ini adalah sepasang suami istri yang masih berstatus sebagai mahasiswa, menikah pada usia 18-21 tahun, tidak hamil diluar pernikahan dan tidak menikah karena perjodohan.
Pada penelitian ini ditemukan faktor-faktor yang menjadi dorongan dalam pengambilan keputusan menikah muda pada mahasiswa. Selain itu, ada proses psikologis yang dialami individu ketika ia memutuskan untuk menikah muda yang beragam. Didalam proses tersebut dapat terlihat adanya gaya pengambilan keputusan menikah muda yang digunakan. Selain itu, terdapat perbedaan gaya pengambilan keputusan antara laki-laki dan perempuan. Subjek I (Laki-laki) lebih condong pada gaya rasional diikuti dengan gaya intuisi, sedangkan Subjek II (Perempuan) lebih condong pada gaya intuisi.
ENGLISH:
Married is a big decision of life. Married at the age of teenagers who are aged undergraduate students, also give rise to many problems and vulnerable to divorce. There are only a few pair undergraduate students who dared to take the decision to married young because of negative thoughts about married young. Actually, married at the age undergraduate students have a positive effects. Such as can make yourself avoid promiscuity, age range with biological children who are not too far away, and more independent. Individuals will proceed in any decision-making and individual in this process was unconsciously would use style in making decisions.
Purposes of this study was to determine the factors in the decision making of married by undergraduate students, know the process of decision-making married young experienced by the students and to determine the decision-making styles of married that use by student.
This study used a qualitative method with a single case study design. The informants selected by purposive, so informants in this study were a married couple who are still as a student, married at the age of 18-21 years, not pregnant outside of marriage and did not marry because of matchmaking.
This study found the factors that motivate the decision to get married on the student. In addition, there are a variety of psychological processes experienced by individuals when they decide to get married. In the process can be seen the decision- making styles of young married used. In addition, there are differences in decision- making styles between men and women. Subject I (Male) more inclined to rational style with little intuition style, while Subject II (Women) more inclined to intuition style.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menurut Suharnan (2005:193)
setiap hari orang terlibat di dalam pengambilan keputusan. Mulai dari
masalah-masalah yang sederhana sampai dengan masalah-masalah yang kompleks dan
menuntut pertimbangan serta mendalam. Menikah adalah salah satu keputusan yang
besar dalam hidup ini karena menikah bukan hanya perkara memilih pasangan
sementara, namun memilih pasangan seumur hidup yang akan membangun keluarga
dalam kondisi apapun sepanjang tahun. Dalam segi umur, Harvingust (Hurlock,
1980) menyatakan bahwa mulai memilih pasangan hidup dan bekerja adalah tugas
perkembangan dewasa awal. Hal ini belum menjadi tugas perkembangan pada masa
remaja. Batasan usia remaja menurut para ahli adalah antara 12 sampai 21 tahun,
dan rentang yang digunakan biasanya dibedakan menjadi tiga, yaitu: 12-15 tahun
adalah masa remaja awal, 15-18 adalah masa remaja pertengahan, dan 18-21 adalah
masa remaja akhir (Desmita, 2008:190). Dalam peraturan pemerintah RI No.30
tahun 1990, mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di
perguruan tinggi tertentu. Pengertian mahasiswa menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Di Indonesia, usia
normal mahasiswa S-1 adalah 18-23 tahun. 2 Menikah menurut sebagian mahasiswa
S-1 adalah sesuatu yang sangat memerlukan kesiapan lahir dan batin. Rutinitas
mereka yang masih banyak sebagai mahasiswa, belum dewasa, belum mapan, belum
memiliki pekerjaan, belum siap menghidupi istri, dan lain sebagainya menjadi
alasan mereka untuk menunda pernikahannya saat masih menjadi mahasiswa
khususnya mahasiswa S1. “Belum. Hahaha masih belum bisa memberi apa-apa, belum
mapan, belum dewasa juga.” (MD.1) Saat seorang laki-laki menjadi seorang suami,
maka ia berkewajiban untuk menafkahi istrinya baik secara batin maupun
lahirnya. Tidak banyak laki-laki yang masih berstatus mahasiswa sudah memiliki
pekerjaan yang tetap, kebanyakan dari mereka masih dibiayai orangtuanya.
Sehingga karena alasan inilah mereka tidak berani mengambil keputusan untuk
menikah. Begitupula dengan mahasiswi, mereka mengatakan berani menikah pada
saat kuliah asalkan laki-laki yang akan menikahi tersebut sudah mapan dan
memiliki pekerjaan. (AR.1) Tidak banyak mahasiswi yang siap dan mau diajak
menikah oleh pasangannya yang juga mahasiswa, karena mereka masih memikirkan
pendidikan dan pekerjaan calon suami, serta merasa masih belum dewasa. “hah?
Nggak mau lah, masih belum dewasa. Dia juga belum memiliki pekerjaan, mau dikasih
makan apa aku? (tertawa)” (IF.1) Orangtua yang memiliki pendidikan yang tinggi
juga kebanyakan menginginkan anaknya untuk lulus Strata satu (S1) terlebih
dahulu dan sukses dijalannya baru diperbolehkan menjalani kehidupan berumah
tangga. Sang 3 anakpun biasanya meniru orang tuanya, ketika orang tuanya
menikah diusia yang mapan (sudah memiliki pekerjaan, dan mampu menghidupi
keluarga dengan hasil keringat sendiri) maka anak juga akan melakukan hal yang
sama. Mulyana dan Ridwan (2013:64) mengatakan bahwa pendidikan orangtua sangat
berperan penting dalam kasus terjadinya menikah muda. Orangtua yang memiliki
pendidikan rendah mempunyai resiko 7.667 kali lipat anaknya menikah di usia
muda dibandingkan dengan orang tua yang pendidikannya tinggi. Begitu pula dengan
umur, ketika orangtua menikah diumur 21 tahun kebawah, maka anaknya pun
cenderung akan menikah diusia muda. Dewasa ini, hanya ada beberapa mahasiswa
yang berani untuk menikahi pasangannya dan mahasiswi yang berani menerima
ajakan menikah dari pasangannya, walaupun sama-sama masih berstatus sebagai
mahasiswa dan masih memiliki kewajiban untuk kuliah, serta keduanya belum
memiliki pekerjaan. Mereka mengatakan saat mengambil keputusan tersebut agar
terhindar dari pergaulan yang bebas dan untuk menjaga nama baik keluarga.
(MRAJ.1) Motivasi menikah diusia muda teraktualisasi karena didukung oleh
faktor-faktor dari dalam diri maupun luar diri. Faktor-faktor yang berasal dari
dalam diri, yaitu keinginan untuk menikah di usia muda. Dengan keinginan yang
kuat maka akan mendorong terbentuknya motivasi sehingga 4 menimbulkan kekuatan
untuk mencapai tujuan.
Faktor-faktor yang berasal dari luar diri, yaitu dukungan yang
sangat kuat dari orangtua. Orangtua tidak serta merta melepaskan buah hati
mereka menjalankan pernikahan begitu saja dan para orangtua yang juga
memberikan jaminan seperti keuangan untuk membantu anak-anak mereka.
(Anisaningtyas dan Astuti, 2011) Dalam suatu penelitian, pernikahan diusia muda
dan masih berstatus mahasiswa akan memiliki sisi negatif yang cukup banyak.
Mukkaromah dan Nuqul (2012) menyatakan waktu yang seharusnya digunakan untuk
berkonsentrasi pada mata kuliah dan prestasi akademik akan terganggu dengan
konsentrasi lain pada tugas kerumahtanggaan. Selain itu, karena mahasiswa yang
mempunyai banyak tugas dan pekerjaan menjadi pelajar juga tidak hanya berkutat
dalam bangku kuliah, namun perlu adanya wawasan lain di luar kampus seperti
organisasi, kegiatan kemahasiswaan, diskusi, research (penelitian) dan
sebagainya. Dalam penelitian ini juga menyebutkan jika seorang mahasiswa
menikah akan mengakibatkan pergaulan juga ruang geraknya akan sebatas di dalam
kelas saja, tidak dapat berkembang ke aktifitas lain lebih jauh karena dalam
rumah tangga dia juga dituntut untuk mengerjakan tugas setiap harinya dan
menjaga kehormatan rumah tangganya. Penelitian yang dilakukan Hermawan (2010)
menyatakan bahwa perceraian dapat menghantui pasangan yang menikah muda, sangat
banyak kasus perceraian yang terjadi pada pasangan muda. Salah satu penyebab
perceraian ini adalah dari segi mental, emosi yang dimiliki remaja masih belum
stabil. Hall (Santrock, 2007:201) mengatakan bahwa masa remaja 5 sudah sejak
lama dikenal sebagai masa badai emosional. Masa remaja adalah suatu masa dimana
fluktuasi emosi (naik dan turun) berlangsung lebih sering. Secara teoritis
keputusan untuk menikah muda akan melahirkan berbagai masalah psikologis, akan
tetapi faktanya banyak pasangan yang menikah muda justru lebih sehat secara
psikologis serta lebih panjang umur pernikahannya. Muji (2013) dalam
penelitiannya juga menemukan beberapa diantara mahasiswa yang telah menikah
dapat mempertahankan Indeks Prestasinya dengan baik, bahkan diantaranya ada
peningkatan yang cukup baik setelah menikah. Dalam penelitian Budinurani (2010)
menyebutkan remaja laki-laki yang menikah muda akan memiliki kemandirian. Hal
ini dapat dilihat dari ciri-ciri kemandirian yang ada pada remaja laki-laki
tersebut yaitu dapat mengambil keputusan tanpa pengaruh orang lain, dapat
berhubungan baik dengan orang lain, memiliki kemampuan bertindak sesuai apa
yang diyakini, mampu mencari dan medapatkan kebutuhan tanpa bantuan orang lain,
dapat memilih apa yang seharusnya dilakukan atau tidak, bebas mencapai tujuan
hidup, berusaha mengembangkan diri, dan menerima kritikan. Dampak positif
menikah muda lainnya dikemukakan dalam penelitian Novasari (2011), dimana
dengan menikah muda, maka akan terhindar dari seks bebas, selain itu pasangan
yang menikah muda juga akan memiliki anak dengan usia yang tidak terlalu jauh,
dan memupuk cinta atau melewati masa 6 pacaran dalam hubungan berumah tangga
akan membuat hubungan selalu harmonis dan langgeng. Pasangan mahasiswa yang
memutuskan untuk menikah harus sudah memahami konsekuensi-konsekuensi yang akan
mereka hadapi kelak. Saat mereka sudah mengetahui konsekuensi tersebut dan
mereka berani mengambil keputusan untuk menikah merupakan hal yang menarik
untuk diketahui lebih lanjut. Saat seseorang mengambil keputusan, ia akan
menggunakan gaya atau pendekatan dalam pengambilan keputusannya. Begitupula
dalam mengambil keputusan menikah, ada gaya pengambilan keputusan yang
masing-masing individu gunakan. Gaya pengambilan keputusan untuk menikah muda
dan bagaimana perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam gaya pengambilan
keputusan tersebut menjadi suatu hal yang menarik untuk diketahui karena gaya
pengambilan keputusan ini secara tidak sadar mereka gunakan. Saat ada proses
dan tindakan mereka dalam memutuskan seuatu hal, maka ada gaya pengambilan
keputusan didalamnya. Berdasarkan hal diatas inilah, peneliti tertarik untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai bagaimana gaya pengambilan keputusan menikah
muda yang mereka gunakan serta bagaimana perbedaan gaya pengambilan keputusan
tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana faktor pengambilan keputusan menikah muda pada
mahasiswa?
2. Bagaimana proses pengambilan keputusan menikah muda yang dialami
mahasiswa?
3. Bagaimana gaya pengambilan keputusan menikah muda yang digunakan
mahasiswa?
C. Tujuan Penelitan
1. Untuk mengetahui faktor pengambilan keputusan menikah muda pada
mahasiswa.
2. Untuk mengetahui proses
pengambilan keputusan menikah muda yang dialami oleh mahasiswa.
3. Untuk mengetahui gaya
pengambilan keputusan menikah muda yang digunakan mahasiswa.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian
ini diharapkan dapat menambah wawasan dibidang penelitian psikologi sosial,
khususnya tentang gaya pengambilan keputusan menikah antara laki-laki dan
perempuan.
2.
Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pasangan muda
terutama mahasiswa yang ingin menikah, menambah wawasan tentang proses dan gaya
pengambilan keputusan menikah yang dapat digunakan, 8 serta menambah wawasan
mengenai persiapan yang dapat dilakukan sebelum pengambilan keputusan menikah
saat menjadi mahasiswa dan mengenai dampak dari pengambilan keputusan tersebut.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Gaya pengambilan keputusan menikah: Studi kasus pada sepasang mahasiswa strata satu Kota Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah iniDOWNLOAD
2 comments:
lebron james shoes
adidas superstar
air jordan
adidas yeezy
van cleef arpels
dior sunglasses
michael kors outlet online
air max 90
reebok outlet
hermes belt
balenciaga speed
roshe run
nike air force
huarache shoes
ysl handbags
hermes belt
caterpillar shoes
lebron shoes
nike air zoom structure 19
real jordans for sale cheap
Post a Comment