Abstract
INDONESIA:
Masa remaja adalah masa yang sangat penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak, karena pada masa ini adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Peran orangtua menjadi sangat penting dalam mengasuh anak. Dengan pola asuh yang tepat maka anak akan tumbuh kembang menjadi pribadi yang lebih baik, begitu pula sebaliknya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh orangtua dengan kenakalan remaja, kecenderungan pola asuh orangtua, dan tingkat kenakalan pada siswa-siswi SMAN 1 Kepohbaru, Bojonegoro. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 57 yang merupakan siswa-siswi SMAN 1 Kepohbaru, dari total 162 siswa mulai kelas X sampai kelas XII yang diambil dengan teknik cluster random sampling. Variabel X adalah Pola Asuh Orangtua dan variabel Y adalah kenakalan Remaja. Untuk mengukur Pola asuh orangtua peneliti menggunakan angket pola asuh orangtua, sedangkan untuk mengukur tingkat kenakalan remaja pada siswa-siswi SMAN 1 kepohbaru peneliti menggunakan angket kenakalan remaja.
Berdasarkan hasil data angket pola asuh orangtua, dari 57 responden sebanyak 19,31% atau 11 siswa menggunakan pola asuh demokratis, sebanyak 24,56% atau 14 siswa menggunakan pola asuh otoriter, sebanyak 26,31% atau 15 siswa menggunakan pola asuh permisif, dan sebanyak 29,82% atau 17 siswa menggunakan pola asuh uninvold/penelantar, dengan demikian kecenderungan paling tinggi orangtua siswa-siswi SMAN 1 kepohbaru menggunkan Pola Asuh Uninvold/penelantar. Berdasarkan data yang kedua, hasil perhitungan untuk angket kenakalan remaja, dari 57 responden didapatkan 7 (12,3%) berada pada tingkat kenakalan yang tinggi, 41 responden (71,9%) berada pada tingkat kenakalan sedang, 9 responden (15,8%) berada pada tingkat kenakalan yang rendah, dengan demikian siswa-siswi SMA Negeri 1 kepohbaru ini cenderung memiliki tingkat kenakalan sedang. Hasil analasis korelasi menunjukkan rhit Pola asuh demokratis sebesar 0,673, rhit pola asuh otoriter sebesar 0,804, rhit pola asuh permisif sebesar 0, 518, dan rhit pola asuh uninvold/penelantar sebesar 0,492 dengan nilai rtabel 0,273 sehingga rhit > rtabel (ρ < 0,05) untuk taraf signifikan 5% yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan positif antara pola asuh orangtua dengan kenakalan remaja.
ENGLISH:
Adolescence is a time of great importance in the process of growth and development of children, because in this period was a time of transition from the child toward adulthood. The role of parents is becoming very important in parenting. With proper parenting, child will grow up becoming better personal, or vice versa.
The objective of this research is to know the relationship of parenting parents with juvenile delinquency, parenting trends and levels of delinquency on students of SMAN 1 Kepohbaru, Bojonegoro. This research is quantitative research correlation. The sample in this research totalled 57 students of SMAN 1 Kepohbaru, from162 students starting classes X to XII classes which taken by clustering random sampling techniques. The variable X is a parent's Parenting and the variable Y is juvenile delinquency. To measure the parenting parents, the researchers use the parenting parents question form, while to measure levels of juvenile delinquency on the students of SMAN 1kepohbaru, the researcher uses juvenile delinquency questionnaire.
Based on the results of data questionnaire parenting parents, from 57 respondents total 19,31% or 11 students using a democratic, there are 24,56% or 14 student use of authoritarian parenting, there are 26,31 or 15% students use permissive parenting, and 29,82% or 17 students use parenting uninvold, from thus the highest tendency of students in SMAN 1 kepohbaru which parents used is Uninvold Parenting. According to the second data, the result of the calculation for the juvenile delinquency questionnaire, 57 respondents get 7 (12.3%), had a high level of delinquency, 41 respondents (71.9%) are at the medium level of delinquency. 9 respondents (15.8 %) are at a low level of delinquency, from thus students of SMA Negeri 1 kepohbaru have medium levels of delinquency. The results of correlation showed that rhit democratic parenting is 0,673, rhit authoritarian parenting was 0,804, rhit permissive parenting is 0, 518, and rhit uninvold parenting is 0,492 with the rtabel value 0,273 rhit > rtabel (ρ < 0.05) for a significant level of 5%, which means that there is a positive significant relationship between parenting parents with juvenile delinquency.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Akhir-akhir ini masalah
kenakalan remaja semakin dirasa meresahkan masyarakat, tak hanya masyarakat di
perkotaan, masyarakat didesapun mulai merasa resah dengan perilaku ini. Dalam
satu dekade terakhir ini kenakalan remaja semakin semarak dan menarik perhatian
masyarakat. Fakta menarik dari Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2009
menyebutkan bahwa 7% dari pelaku penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan
Bahan zat adiktif (Narkoba) dari tahun 2001 hingga tahun 2008 di Indonesia
merupakan remaja berusia kurang dari sembilan belas tahun. Disimpulkan pula
bahwa, rata-rata kenaikan jumlah kasus penyalahgunaan narkoba ini kurang lebih
sekitar 2% tiap tahunnya. Jumlah remaja di Indonesia kurang lebih mencapai 65
juta remaja, hal ini sangat membahayakan untuk remaja yang ada di Indonesia
dengan melihat data yang seperti demikian. Data lain yaitu fakta yang ditemukan
pada tahun 2006 oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Nasional (PKBI), United
Nation Population Fund (UNFPA), dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) mencatatkan bahwa 15% dari remaja berusia 10-24 tahun di
Indonesia, kurang lebih 9,3 juta remaja, telah melakukan hubungan seksual di
luar nikah. Sedangkan masih menurut lembar fakta yang sama, terdapat 2,3 juta
kasus aborsi di Indonesia. Lebih mencengangkan lagi, sekitar 20 persen dari
kasus aborsi tersebut atau sekitar 460 ribu kasus dilakukan oleh remaja. Hasil
wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti terhadap empat siswa SMAN 1
Kepohbaru di menunjukkan adanya perilaku kecenderungan kenakalan remaja pada
umumnya, seperti pernah merokok sembunyi-sembunyi, menonton film porno,
membolos sekolah dan keluyuran hingga larut malam. Selain itu, peneliti juga
melakukan wawancara dengan salah satu guru yang mengatakan bahwa pada umumnya
kenakalan yang dilakukan oleh siswa pada umumnya adalah membolos, tidak
mengikuti peraturan yang berlaku di sekolah, berkelahi baik dengan sesama teman
maupun antar sekolah. Selain itu, di temukan aksi kenakalan remaja tindakan dan
kebiasaan yang dapat dipandang sebagai perbuatan “nakal”, baik yang biasa
dilakukan dalam kehidupan keluarga sendiri maupun dalam kehidupan masyarakat, seperti
di sekolah, contohnya seperti suara yang mengganggu dan memainkan gitar di
waktu malam di saat orang lain sedang tidur (beristirahat), membunyikan knalpot
sepeda motor dengan keras, mengendarai sepeda motor bergandengan atau “ngebut”
di jalan umum sepulang sekolah, berdiri di pinggir jalan dan mengganggu setiap
lawan jenis yang lewat, remaja pria maupun wanita secara sembunyi-sembunyi
mencoba merokok dan sebagainya adalah sebagian dari kenakalan remaja yang
pernah dilakukan oleh siswa SMAN 1 Kepohbaru.(Hasil wawancara dan observasi
pada 22 maret 2014) Kenakalan remaja atau dalam istilah asing sering disebut
dengan juvenile delinquency maka kenakalan remaja merupakan hasil dari mengasuh
yang keliru atau contoh (model) yang dijadikan contoh oleh anak tidak sesuai.
Sehingga sikap anak dalam berpikir rasional dan fleksibel, sangat dipengaruhi
oleh bagaimana anak melakukan imitasi terhadap apa yang dilihatnya. Ketika anak
sudah mulai mampu menerima dan mengolah rangsang dari luar, saat itulah ia
mulai mengatur pola berpikir dan pola perilakunya dalam menghadapi setiap
masalah yang harus segera dipecahkannya. Menurut Hurlock kenakalan anak dan
remaja bersumber dari moral yang sudah berbahaya atau beresiko (moral hazard).
Menurutnya, kerusakan moral
bersumber dari: 1. Keluarga yang sibuk, keluarga retak, dan keluarga single
parent dimana anak hanya diasuh oleh ibu; 2. menurunnya kewibawaan sekolah
dalam mengawasi anak; 3. Peranan gereja tidak mampu manangani masalah moral.
Menurut Kartono (2006), kenakalan remaja adalah gejala sakit (patologis) secara
sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu pengabaian sosial,
sehingga anak remaja mengembangkan bentuk tingkah laku menyimpang. Kenakalan
remaja yaitu kelainan tingkah laku, perbuatan atau tindakan remaja yang
bersifat asosial bahkan anti sosial yang melanggar norma-norma sosial, agama
serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat (Willis, 2005). Dalam
proses tumbuh-kembang seseorang masa remaja merupakan masa yang paling penting
dalam semua fase proses pertumbuhan dan perkembangan manusia. Selain itu, salah
satu alasan mengapa masa remaja menjadi masa yang penting dan menjadi salah
satu pusat perhatian para pakar psikologi perkembangan, sosial maupun
pendidikan adalah karena adanya masa transisi. Masa transisi adalah masa
peralihan dari masa kanak-kanak kemasa remaja dan masa transisi inilah yang
menjadikan emosi remaja kurang stabil (storm and stress).
Masa transisi ini menurut Ray (2008, dalam www.yoyooh.com)
memungkinkan dapat menimbulkan masa krisis yang biasanya ditandai dengan
kecenderungan munculnya perilaku-perilaku menyimpang atau dalam studi psikologi
sosial biasa disebut dengan istilah kenakalan remaja atau Juvenile Delinquency.
Hurlock (Ali dan Asrori, 2006) menganggap remaja secara psikologis, tengah
berada pada masa topan dan badai serta tengah mencari jati diri, sehingga
menimbulkan konflik dan ketidakstabilan emosi dalam diri remaja . Menurut
Stanley (Gunarsa, 2006) masa remaja merupakan masa penuh gejolak emosi dan
ketidakseimbangan, yang disebut dengan “storm and stress” sehingga remaja mudah
terpengaruh lingkungan tempat tinggalnya. Pada umumnya remaja memiliki rasa
ingin tahu yang tinggi (High Curiosity). Karena didorong oleh rasa ingin tahu
yang tinggi, remaja cenderung ingin bertualang, menjelajah segala sesuatu, dan
mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya, sehingga tidak menutup
kemungkinan terjadinya kenakalan remaja. Hal ini baiknya diketahui oleh
orangtua, sedangkan remaja hendaknya dapat menghindarkan dirinya dari situasi
atau keadaan serta pergaulan yang dapat menjerumuskannya kepada perilaku
menyimpang yang dapat merugikan dirinya sendiri, keluarga maupun orang lain.
Peranan orangtua dalam setiap masa perkembangan dan pertumbuhan anak sangatlah
penting, mulai ia sejak lahir sampai dewasa, bahkan peranan orangtua sangat
penting mulai dari prenatal (Hamil) sampai pasca atau sampai dewasa. Apalagi di
zaman yang sudah semakin berkembang dan maju ini, dengan berkembangnya berbagai
macam teknologi, baik elektronik maupun transportasi. Hri ini anak juga
dihadapkan dengan berbagai masalah dengan moralitas dan perilaku yang semakin
bebas di masyarakat kita. Sehingga orangtua menjadi titik sentral dalam proses
tumbuh kembang anak dalam kehidupan sosial mereka baik secara intelegensi,
sosial, psikis, moralitas, maupun perilaku mereka dimasyarakat. Pola asuh orang
tua terhadap anak menjadi sangat penting, ketika orangtua melihat anak adalah
masa depan keluarga. Oranguta juga harus menyadari bahwa anak merupakan anggota
keluarga yang harusnya ia terima apa adanya denga segala kondisi yang ada pada
anak. Begitu sebaliknya anak juga harus paham dan mengerti bahwa baik buruknya
anak tidak akan pernah lepas tentunya pada nama baik orangtua. Pola asuh
orangtua juga sering dikenal sebagai gaya dalam memelihara anak atau
membesarkan anak mereka selama mereka tetap memperoleh keperluan dasar yaitu
makan, minum, perlindungan, dan kasih sayang. Santrock (2002) mengatakan yang
dimaksud dengan pola asuh adalah cara atau metode pengasuhan yang digunakan
oleh orang tua agar anak-anaknya dapat tumbuh menjadi individu-individu yang
dewasa secara sosial. Pertumbuhan dan perkembangan anak dari hari kehari mulai
saat dalam kandungan sampai ia tumbuh menjadi seorang yang dewasa adalah proses
yang sangat panjang, dan hal ini merupaka suatu proses yang sangat luar biasa
yang akan dialami oleh semua orangtua. Pada proses pertumbuhan dan perkembangan
anak ini senang atau tidaknya anak, bahagia atau tidaknya anak tergantung
kepada orangtua. Pola asuh orang tua sendiri yang lebih kita kenal dengan
bagaimana cara mengasuh dan membesarkan anak ini merupakan proses awal
perkembangan dan pertumbuhan sang anak. Karena orangtua adalah orang yang
pertama kali dikenal oleh anak ketika lahir didunia. Akhir-akhir ini banyak
orangtua yang mengesampingkan mengasuh anak mereka, mengetahui perkembangan dan
pertumbuhan anak mereka, terkadang mereka malah membayar seorang perawat anak
untuk mengasuh anak mereka. Tidak jarangpun orangtua yang mementingkan materi
semata, dalam satu sisi orangtua ini mencari materi untuk sang anak dan
keluarga, tetapi disatu sisi anakpun membutuhkan waktu bersama orangtua pada
hakikatnya, karena tidak bisa dipungkiri rasa kasih sayang orang tua sangatlah
besar kepada anak. Pada hakikatnya orangtua menaruh harapan yang besar pada
anak mereka dan ingin menjadikan anak mereka menjadi anak yang baik serta
membanggakan orang tua. Untuk mencapai itu semua hendaknya orangtua lebih
menyadari peran serta tugas mereka sebagai orangtua dalam mengasuh, mendidik,
serta membesarkan anak-anaknya. Dalam sebuah keluarga kehadiran ataupun adanya
orantua sangatlah besar maknanya untuk perkembangan anak secara psikologis.
Karena keluarga adalah
lingkunga pertama yang ia kenal dan keluarga adalah lingkungan utama anak
sehingga semua proses baik mengasuh, mendidik ataupun yang lainnya akan sangat
berpengaruh pada perkembangan anak baik dalam segi intelektual, spiritual
ataupun segi sosial dan perilaku anak dalam kehidupan sosial. Peran orang tua
juga sangat menentukan bagaiamana perilaku seorang anak. Kartini Kartono
mengungkapkan (Persada, 2002, p. 58) pola kriminal ayah, ibu, atau salah
seorang anggota keluarga dapat mencetak pola kriminal hampir semua anggota
keluarga lainnya. Oleh karena itu tradisi, sikap hidup, kebiasaaan dan filsafat
hidup keluarga itu besar sekali pengaruhnya dalam membentuk tingkah laku dan
sikap setiap anggota keluarga. Dengan kata lain tingkah laku criminal orang tua
mudah sekali menular kepada anak-anaknya. Lebih-lebih lagi perilaku ini sangat
gampang dioper oleh anak-anak puber dan adolesens yang belum stabil jiwanya,
dan tengah mengalami banyak gejolak batin. Selain itu Kartini Kartono juga
mengungkapkan (2002, 64) situasi dan kondisi lingkungan awal kehidupan anak,
yaitu keluerga (orangtua dan kerabat dekat), jelas mempengaruhi pembentukan
pola delinkuen anak-anak dan para remaja. Dari beberapa literatur dan hasil
penelitian yang terkait dengan kenakalan remaja (dalam Santrock: 2002, Maria:
2007, Kienhuis: 2009, Joanna dalam Ruby: 2009, dan Willis: 2009) ditemukan
bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya kenakalan remaja ini adalah tidak
berfungsinya orang tua sebagai figur tauladan yang baik bagi anak.
Kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh remaja dibawah usia 17 tahun yang
disebabkan oleh kondisi kondisi tersebutpun sangat beragam, mulai dari
perbuatan yang bersifat amoral maupun anti sosial. Seperti; berkata jorok,
mencuri, merusak, kabur dari rumah, indisipliner di sekolah, membolos, membawa
senjata tajam, merokok, berkelahi dan kebut-kebutan di jalan, sampai pada
perbuatan yang sudah menjurus pada perbuatan kriminal atau perbuatan yang
melanggar hukum, seperti; pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, seks bebas,
pemakaian obat-obatan terlarang, dan tindak kekerasan lainnya yang sering diberitakan
dimedia-media masa. Hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan juga
menunjukkan ada kecenderungan Siswa-siswi SMAN 1 Kepohbaru melakukan kenakalan
. Dengan melihat kondisi ini kemudian peneliti mencoba meneliti
kembali tentang kenakalan remaja yang hubungannya dengan pola asuh orangtua.
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas peneliti ingin meneliti tentang
Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kenakalan Remaja Pada Siswa-Siswi SMAN 1
Kepohbaru.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan dari latar
belakang yang telah dijelaskan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
1. Bagaimana tingkat
kecenderungan pola asuh orangtua pada siswa-siswi SMAN 1 Kepohbaru?
2. Bagaimana tingkat kenakalan remaja pada siswa-siswi SMAN 1
kepohbaru?
3. Bagaimana hubungan antara pola asuh orangtua terhadap tingkat
kenakalan remaja pada siswa-siswi SMAN 1 Kepohbaru?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masaah diatas
maka didapat tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui
kecenderungan pola asuh yang digunakan orangtua pada siswa-siswi SMAN 1
kepohbaru.
2. Untuk mengetahui bagaimana tingkat kenakalan remaja pada
siswa-siswi SMAN 1 Kepohbaru.
3. Untuk mengetahui
bagaimana hubungan antara pola asuh orangtua terhadap tingkat kenakalan remaja
pada siswa-siswi SMAN 1 Kepohbaru.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi wahana
perkembangan ilmu psikologi. Khususnya psikologi pendidikan dan psikologi
sosial terutama yang berhubungan dengan kenakalan remaja dan pola suh orang
tua.
2.
Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan orang tua,
pendidik dan remaja khususnya mengenai faktor-faktor yang dapat menimbulkan
kenakalan remaja. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tindakan
preventif terhadap kenakalan remaja dengan meminimalisir hal-hal yang
memungkinkan dapat menimbulkan terjadinya kenakalan remaja, seperti; suasana
keluarga yang tidak romantis (broken home), pola asuh yang tidak tepat dan
mengarahkan remaja agar mencari teman atau lingkungan pergaulan yang positif.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Hubungan pola asuh orangtua dengan kenakalan remaja pada siswa-siswi SMAN 1 Kepohbaru, Bojonegoro" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah iniDOWNLOAD
No comments:
Post a Comment