Abstract
INDONESIA:
PSHT dan IKS PI Kera Sakti adalah dua organisasi/perguruan pencak silat yang berada dibawah naungan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Kedua organisasi pencak silat ini sama-sama memiliki ajaran yang baik dan berbudi luhur yang seharusnya diaplikasikan untuk kehidupan sehari-hari dengan mampu mengontrol diri sendiri dan bersikap agresif pada waktu dan tempat yang tepat. Akan tetapi dimasyarakat tidak jarang kita dengar kabar tentang perkelahian antara Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dengan Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia (IKS PI) Kera Sakti
Tujuan yang hendak diketahui dari penelitian ini adalah (a) Untuk mengetahui tingkat kontrol diri pada anggota pencak silat PSHT dan IKS PI Kera Sakti. (b) Untuk mengetahui tingkat agresivitas pada anggota pencak silat PSHT dan IKS PI Kera Sakti. (c) Untuk mengetahui ada atau tidak hubungan kontrol diri dengan agresivitas pada anggota pencak silat PSHT dan IKS PI Kera Sakti.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasional. Variabel bebas (X) kontrol diri dan variabel terikat (Y) agresivitas. Subjek penelitian adalah seluruh populasi berjumlah 150 responden dengan rincian 75 subyek dari anggota pencak silat PSHT, 75 subyek dari anggota pencak silat IKS PI Kera Sakti. Peneliti menggunakan metode kuisioner dalam pengumpulan data. Analisa keseluruhan data menggunakan aplikasi komputer SPSS for windows.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (a) Kontrol Diri pada anggota pencak silat PSHT dan IKS PI Kera Sakti tergolong sedang dengan prosentase 56 %, (b) Tingkat Agresivitas pada anggota pencak silat PSHT dan IKS PI Kera Sakti berada pada tingkat sedang dengan prosentase 72,6%, dan (c) Terdapat hubungan antara kontrol diri dengan agresivitas pada anggota pencak silat PSHT dan IKS PI Kera Sakti dengan koefisien yang diperoleh adalah sebesar 0,787 bernilai negatif dengan peluang ralat atau 0,05 atau 5% pada taraf signifikan 0,000 ≤ 0,05 sehingga hipotesis diterima.
ENGLISH:
PSHT and IKS PI Kera Sakti are two organizations / universities martial arts under the Indonesian Pencak Silat Association (IPSI). Both of these martial arts organizations have the same doctrine of good and virtuous that should be applied to everyday life by being able to control yourself and be aggressive at the right time and place. But the community is not rare to hear about a fight between the Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) with the Association of Keluarga Silat Putra Indonesia (IKS PI) Kera Sakti.
Objectives of the study were (a) To determine the level of self-control on the members of martial arts on IKS PI Kera Sakti and PSHT. (B) To determine the level of aggressiveness of the members of martial arts on IKS PI Kera Sakti and PSHT. (C) To determine whether there were self-control relationship or not with the aggressiveness of the members of martial arts on IKS PI Kera Sakti and PSHT.
The method used quantitative correlation. The independent variable (X) self-control and the dependent variable (Y) aggressiveness. The subject of research was all population of 150 respondents with details of 75 subjects of members of martial arts PSHT, 75 subjects of members of martial arts of IKS PI Kera Sakti. Researcher used questionnaires in data collection methods. Overall analysis of data used a product moment technique.
The method used quantitative correlation. The independent variable (X) self-control and the dependent variable (Y) aggressiveness. The subject of research was all population of 150 respondents with details of 75 subjects of members of martial arts PSHT, 75 subjects of members of martial arts of IKS PI Kera Sakti. Researcher used questionnaires in data collection methods. Overall analysis of data used a product moment technique.
Results from this study indicated that (a) Self-Control in martial arts members of PSHT and IKS PI Kera Sakti classified as moderate by percentage of 56%, (b) the level of aggressiveness to the members of martial arts of IKS PI Kera Sakti and PSHT was at the level of high category with a percentage 72.6%, and (c) There was a relationship between self-control with the aggressiveness of the members of martial arts of IKS PI Kera Sakti and PSHT with a coefficient of -0.787 obtained a negative value with a significant level of 0.000 ≤ 0,05 so that hypothesis was accepted.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Sudah menjadi rahasia umum
bahwa dunia persilatan memang sangat identik dengan perilaku kekerasan atau
agresi. Mulai dari latihan pencak silat yang tampak terlihat memberikan kesan
penuh dengan kekerasan (agresive), meskipun norma yang berlaku didalamnya
seperti itu. Resiko untuk melakukan tindak kekerasan memang lebih besar dapat
terjadi jika kondisi orang tersebut adalah anggota suatu kelompok, dimana
kekerasan fisik sebagai normanya, seperti dalam kelompok pencak silat. Namun
tidak hanya kekerasan dalam bentuk fisik saja terjadi pada anggota pencak silat
ini, melainkan kekerasan dalam bentuk verbal juga ada. Tak jarang masing-masing
antar anggota pencak silat PSHT dan IKSPI Kera Sakti ini saling adu mulut
(mencela, mencaci maki, memfitnah satu sama lain). Seperti yang sedikit
dipaparkan oleh (AM) yang merupakan warga Persaudaraan Setia Hati Terate :
“Aksi saling serang antara PSHT dengan IKS-PI Kera Sakti memang sudah dari
dulu, kayak sudah menjadi tradisi. Tak jarang gesekan antar perguruan silat ini
timbul karena hal sepele, seperti saling ejek, memakai atribut (kaos/jaket)
diluar acara organisasi, dan akan berujung pada pertikaian besar karena secara
otomatis sudah membawa nama organisasi dari masing-masing kelompok, tindakan
seperti ini lebih sering terjadi dikalangan anggota yang masih muda dan masih
tergolong tingkatan bawah, karena yang sudah dianggap tua baik dari sisi umur
atau ilmunya biasanya 2 lebih bisa untuk mengontrol emosi, berfikir panjang,
serta bertindak bijaksana. Sama halnya seperti anggota perguruan lain, saya
(AM) juga merasa tidak terima jika ada yang mencela organisasi pencak silat
saya, dan mengusik saudara seperguruan. Karena dalam sebuah organisasi pencak
silat kita tidak hanya diajarkan untuk pintar pencak silat saja, tetapi juga
memupuk rasa cinta-kasih pada sesama manusia umumnya dan pada saudara PSHT
khususnya, apalagi PSHT ini kan berlandaskan Persaudaraan. Terkait intervensi
dalam SH di daerah saya tidak ada, mungkin ada ya hanya 1 orang yang sangat
menunjukkan permusuhan (ketidaksukaannya) pada KS, selain itu ya tidak ada.Tapi
biasanya tindak kekerasan atau tawuran itu terjadi malah karena anak Kera Sakti
yang mulai cari gara-gara terlebih dahulu. Kita tidak pernah bikin masalah
duluan” Dari pemaparan saudara AM diatas menunjukkan bahwa sebenarnya perilaku
agresif itu bisa muncul karena hal yang sepele, seperti saling mengejek antara
anggota pencak silat IKS-PI Kera Sakti dengan PSHT, memakai atribut organisasi
(kaos/jaket, dsb) saat diluar kegiatan organisasi (sehari-hari). AM pun juga
merasa tidak ada intervensi dari pelatihnya dulu atau dari ajaran orgaisasinya
untuk menghancurkan organisasi pencak silat lainnya, bahkan kerusuhan, tindak
kekerasan, tawuran yang sering terjadi itu dipicu oleh anggota IKS-PI Kera
Sakti terlebih dahulu, bukan anak PSHT nya. Jadi sebenarnya anggota PSHT ini
juga dididik untuk saling cinta-kasih pada sesama manusia umumnya dan khususnya
bagi sesama anggotanya. 3 Dalam ajaran di PSHT mental juga sangat ditekankan,
kepercayaan pada diri sendiri, keyakinan dan keberanian pada setiap tindakan
yang dirasa benar serta harus benar-benar ditanamkan pada diri sendiri untuk
mengakui apabila bertindak kesalahan, serta bertanggung jawab dengan apa yang
dilakukan, seolah sudah menjadi dasar bagi para anggota karena dalam organisasi
juga ada istilah atau pedoman “berani karena benar takut karena salah”. Saat
latihan, para anggota tidak jarang dilatih secara keras dan disiplin. Apabila
mengalami kesalahan atau terlihat ragu-ragu saat melakukan gerakan materi
senam, jurus, teknik-an, mereka juga diberikan konsekuensi (tergantung
kesepakatan dengan pelatih), dengan tujuan para anggota menjadi orang yang
bertanggung jawab pada diri sendiri dan berani menerima konsekuensi dari apa
yang dilakukan. Dari sisi keRohanian, setiap akan memulai atau selesai latihan
atau saat ada kegiatankegiatan lainnya pasti dilakukan doa, para anggota dari
awal ikut latihan juga sudah dianjurkan untuk berwudlu (bagi yang muslim)
setiap sebelum latihan dimulai, puasa sunah senin-kamis, tidak meninggalkan
sholat lima waktu dan diusahakan melakukan sholat-sholat sunah, serta minta
izin (restu) orang tua jika ikut latihan karena ridlo Allah ridlo walidain,
begitu menurut mereka, latihan olah nafas atau meditasi bagi anggota tingkat
lanjut.
Secara Mental para anggota
pencak silat ini sudah pasti terlatih secara rutin dan baik, karena ketika
latihan itu tidak hanya fisik saja tapi juga diuji nyali dan kepercayaan
dirinya. Para anggota diajarkan untuk merasa tidak takut dengan sesama manusia
(siapapun dia, baik lebih tinggi jabatannya, lebih besar postur badannya)
dengan alasan karena semua manusia itu sama dihadapan Tuhan YME sedangkan yang
membedakan itu adalah tingkat ke imanannya. Saat pengambilan sabuk (UKT) Ujian
Kenaikan Tingkat dilakukan pada malam hari sampai pagi, dan pengambilan sabuk
di lakukan di makam biasanya atau dengan cara sambung (adu fisik) dengan cara
satu lawan satu atau lebih dari satu. Dan seorang pendekar itu juga diajarkan
untuk tidak mudah panik jika menghadapi suatu permasalahan, karena diberi akal
dan harus bisa berfikir panjang sebelum bertindak atau memutuskan sesuatu.
Sedangkan menurut (IZ) salah seorang pendekar (sebutan untuk anggota IKS-PI
Kera Sakti yang sudah menyandang tingkat atas) : “Aksi tawuran antar
perguruannya dengan PSHT sudah menjadi culture dari dulu, dan organisasi harus
tetap dikembangkan serta patut untuk diperjuangkan. Dia (IZ) menganggap bahwa
adanya intervensi pada kalangan anggota PSHT, bahwasannya tidak suka jika ada
latian IKS-PI Kera Sakti di daerah yang sama, dan harus dihancurkan (tidak
boleh ada latian). IZ menganggap setiap organisasi punya hak untuk
mengembangkan, termasuk perguruan silatnya. Dia merasa tidak pernah mencari
masalah dengan anggota PSHT, tetapi jika ada konflik antar individu, misal
“saya (IZ) punya masalah dengan anak PSHT dan ingin menyelesaikan masalah
secara gentle (satu lawan satu) dan dibicarakan dengan baik-baik (musyawarah),
tetapi yang anak PSHT tidak mau dan maunya 5 membawa saudara seperguruannya
dengan jumlah yang banyak, hal seperti inilah yang tidak jarang berujung pada
aksi tindak kekerasan atau tawuran”, karena merasa sama-sama anggota pencak
silat secara otomatis nama organisasi ikut terbawa. Dengan semboyan yang
dilontarkan oleh saudara IZ „harga diri-harga mati‟ jadi jika ada yang mengusik
atau mengganggu dirinya atau teman seperguruan di pencak silat IKS-PI Kera
Sakti harus dibela, dan diperjuangkan walau sampai titik darah penghabisan. Tak
jarang juga ketika ada latian didatangi sama warga-warga Persaudaraan Setia
Hati Terate, dan meminta untuk menutup latian IKS-PI Kera Sakti.Biasanya hal
seperti ini diselesaikan dengan cara duel (adu fisik), jadi siapa yang kalah ya
harus menutup latian di daerah tersebut”. Dari penjelasan saudara IZ sepertinya
tindakan agresif memang sudah membudaya di kalangan anggota pencak silat
umumnya dan khususnya diperguruan IKS-PI Kera Sakti dengan perguruan PSHT, dan
bahkan tindakan agresivitas digunakan untuk mempertahankan eksistensi dari masing-masing
perguruan silat. Adu fisik sepertinya memang dijadikan acuan untuk
memperlihatkan kekuatan masingmasing anggota pencak silat, serta juga dijadikan
solusi untuk penyelesaian masalah antar anggota masing-masing perguruan.
Menurut saudara IZ sendiri memang tidak pernah membuat masalah terlebih dahulu
dengan anggota pencak silat PSHT, tapi dari anggota PSHT itu yang mencari
masalah dulu. 6 Sedangkan pada IKS-PI Kera Sakti sendiri sebenarnya juga tidak
jauh berbeda, dari ajaran pendiri yang sekaligus juga guru besarnya Bapak
Totong Kiemdarto mengajarkan silat monyet dan kerohanian untuk memantapkan
fisik dan iman siswa dan siswi yang selaras dengan tujuan pembangunan nasional
yaitu mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya, yang sehat lahir maupun batin dan
berjiwa Pancasila. Dalam ajaran IKS-PI Kera Sakti ini juga diajarkan untuk
tidak pernah mengolok-olok apalagi menjelek-jelekkan perguruan lain. Bila
merasa tidak senang terhadap seseorang yang kebetulan anggota perguruan lain,
janganlah dibenci perguruannya. Karena pada dasarnya, kita semua bersaudara.
Merah – Putih adalah Bumi Pertiwi dimana kita hidup dan mati. Bantulah mereka,
bila mereka membutuhkan bantuan kita.Perbedaan perguruan janganlah dijadikan
pemicu untuk memecah-belah persatuan Indonesia raya. Dari segi mentalnya juga
tidak jauh berbeda, ketika latihan fisik yang diutamakan tapi pelatih juga
tidak melupakan bahwa mental seorang pendekar itu juga perlu, jadi tak jarang
dalam latihan itu dibentak‟i, diolok-olok, dipukuli, dengan tujuan agar mentalnya
bagus. Sudah seharusnya tertanam pada anggota IKS-PI Kera Sakti untuk belajar
agama secara mendalam sesuai ajaran agama masingmasing.Karena pada dasarnya,
kerohanian di IKS diarahkan agar para Warga atau Pendekarnya lebih mendekatkan
diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Perguruan IKS tidak pernah mengajarkan agar
Warga atau 7 Pendekarnya menjadi jagoan apalagi preman, tetapi mengajarkan
tentang indahnya persaudaraan atau kekeluargaan dan indahnya hidup bila dihiasi
dengan sinar-sinar budi pekerti yang luhur. Dari hasil wawancara dengan ke dua
anggota pencak silat diatas, dapat dilihat bahwa masing-masing anggota pencak
silat, baik PSHT maupun IKS-PI Kera Sakti tidak ada yang merasa memulai mencari
gara-gara terlebih dahulu. Dengan sama-sama merasa paling benar sendiri,
meskipun sampai kapan saja tidak akan diketahui siapa sebenarnya yang menjadi
pemicu awal tindak kekerasan (agresif) antar anggota pencak silat ini. Dari hal
ini, mulai menarik minat penulis untuk melakukan penelitian pada masing-masing
anggota pencak silat PSHT dan IKS-PI Kera Sakti. Sehingga dapat diketahui
anggota pencak silat manakah sebenarnya yang memiliki pengontrolan diri lebih
rendah, dan apakah ada hubungan yang negatif antara kontrol diri dengan
agreivitas pada masing-masing anggota kelompok pencak silat PSHT dan IKS PI
Kera Sakti. Seorang pendekar silat sendiri sebenarnya dididik untuk menjadi
manusia yang memiliki budi pekerti luhur, menjadi pribadi yang jauh lebih baik
dari sebelum mengikuti pencak silat dan sesudah menjadi anggota dari sebuah
perguruan pencak silat. Sehingga sangat disayangkan apabila seorang anggota
pencak silat malah membuat keributan di lingkungan masyarakat. Meskipun tidak
dapat dipungkiri lagi bahwa dalam pencak silat sangat erat hubungannya dengan
tindak 8 kekerasan atau agresif, dengan artian saat berlatih atau saat
pertandingan memang membutuhkan sikap agresif untuk menunjukkan pertahanan
dirinya.
Akan tetapi tindakan agresif seperti ini tidak sepatutnya digunakan
diluar kegiatan pencak silat, karena akan banyak pihak yang dirugikan termasuk
nama baik dari organisasi pencak silat itu sendiri dan kenyamanan, serta
keamanan warga masyarakat. Menurut Sarlito (2005) dalam dalam (Nurfaujiyanti,
2010) salah satu faktor yang bisa dikendalikan untuk mengurangi kemungkinan
kekerasan adalah secara teknis, yaitu peningkatan pengendalian. Padahal para
anggota pencak silat juga digembleng mental dan rohaninya, tapi entah kenapa
masih belum bisa untuk mengontrol emosinya ketika mengetahui kelompok pencak
silat lainnya mendirikan latian dan sebagainya. Secara umum Brehm & Kassin
dalam Susetyo (1999) mendefinisikan agesivitas sendiri sebagai perilaku yang
dimaksut untuk melukai orang lain. Weaner dalam Sears, Freedman & Peplau
(1991) menyatakan bahwa amarah akan muncul bila serangan atau frustasi yang
dialami dianggap sebagai akibat pengendalian internal dan pribadi orang lain.
Hal ini dapat diminimalisir dengan orientasi religius pada faktor kemampuan
mengontrol diri. DeWall, Baumeisteir, Stillman, dan Gailliot (2007) mengadakan
penelitian kepada beberapa mahasiswa di Amerika, yang hasilnya menyatakan,
regulasi diri yang kurang efektif dapat menimbulkan perilaku agresif, 9
sedangkan mereka yang memiliki regulasi diri efektif akan lebih mampu
mengendalikan dirinya. Baumeisteir, Gailliot, Dewall, Nathan, dan Oaten (2006)
dalam penelitiannya juga menghasilkan hal yang sama, dengan dinyatakan bahwa
pengendalian diri yang teratur dapat menghasilkan regulasi diri yang baik,
sehingga lebih mampu untuk memunculkan perilaku yang dianggap sesuai. Secara
teoritik agresi merupakan perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain,
baik secara fisik maupun psikis (Anderson & Huesman, 2007).
Aspek terpenting dari agresif adalah maksud untuk mencelakai dan
secara sosial tidak dapat diterima (Gamayanti, dkk 2006).Berkaitan dengan
agresi Anderson Bushman (2000) menemukan bahwa permainan yang bernuansa
kekerasan terdapat potensi agresifitas di dalamnya. Sedangkan Young (2009),
menunjukkan bukti terkait permainan online yang sedang digandrungi oleh remaja,
menurut penemuan Young, game online yang bercorak agresiv berkontribusi
terhadap kecenderungan agresiv pada remaja. Selain temuan Young tersebut, Ando,
Asakura, Ando & Morton 2007 menemukan bahwa perilaku agresif pada manusia
dibentuk oleh pengalaman sosial. Tidak heran sebenarnya jika anggota pencak
silat ini berperilaku agresif, tapi tidak untuk hal yang menyimpang dari norma
masyarakat. 10 Perilaku agresif (kekerasan) memang tidak bisa dihilangkan
begitu saja dari kehidupan ini karena sudah menjadi salah satu fitrah manusia
dan dapat berkembang karena adanya stimulus, baik melalui pengkondisian maupun
modeling sebagai stimulusnya. Berkowitz (1993) mendefinisikan agresifitas
sebagai bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang, baik secara
fisik maupun mental (dalam Sobur, 2009: 432). Gottfredson dan Hirschi (1990)
yang menyatakan bahwa individu yang memiliki kontrol diri rendah cenderung
bertindak impulsive, lebih memilih tugas sederhana dan melibatkan kemampuan
fisik, egois, senang mengambil resiko, dan mudah kehilangan kendali emosi
karena mudah frustasi. Individu dalam karakteristik ini lebih mungkin terlibat
dalam hal kriminal dan perbuatan menyimpang daripada mereka yang memiliki
tingkat kontrol diri yang tinggi. Seperti Penelitian yang dilakukan oleh
Nurfaujiyanti 2010 memberikan hasil bahwa ada hubungan yang negatif yang
signifikan antara pengendalian diri dengan agresivitas anak jalanan, Hubungan
Pengendalian Diri (Self-Control) dengan Agresivitas Anak Jalanan. Moyer dan Susetyo
(1999) mengemukakan bahwa agresivitas berkaitan dengan kurangnya kontrol
terhadap emosi dalam diri individu. Agresivitas dapat muncul dari berbagai
macam kelompok: mulai dari kelompok informal dan tanpa struktur, seperti
kelompok anak sekolah yang terlibat tawuran, kelompok masa 11 yang berkelahi
dikarenakan kepentingan tertentu, termasuk kelompok anggota pencak silat. Dari
sedikit pemaparan diatas dapat diambil benang merah bahwa dunia persilatan
memang kental sekali dengan tindak agresif karena memang norma yang berlaku
seperti itu adanya. Tetapi tidak hanya secara fisik atau pencaknya saja yang
dilatih akan tetapi dari segi mental, kerohanian, dan upanya untuk bisa
mengontrol emosi juga ada dalam pencak silat. Seperti saat peneliti melakukan
observasi awal, pelatih dari pencak silat juga memberikan petuahpetuahnya
mengenai bagaimana seorang pendekar silat itu sebenarnya, tidak hanya secara
fisik saja kita ini unggul, tetapi dalam mengontrol amarah dan emosi juga harus
bisa. Apabila tidak mengenai prinsip, anggota silat juga diminta tidak terlalu
mudah terprovokasi jika ada yang memancing amarah mereka.
Tapi faktanya dilapangan perilaku agresivitas, aksi tawuran, dan
saling menganiaya yang dilakukan antara anggota pencak silat PSHT dengan
anggota IKS PI Kera Sakti masih kerap terjadi. Seperti waktu lalu yang terjadi
di daerah Jombang Jawa Timur (Senin, 14.11.2011) “Ratusan orang dari dua
perguruan pencak silat di Jawa Timur terlibat tawuran massal. Tawuran terjadi
di jalan raya Kabuh Jombang, Minggu siang.Tawuran terjadi saat anggota
perguruan silat Kera Sakti pulang dari pengukuhan anggota baru di Madiun dan
diserang kelompok perguruan silat Setia Hati Teratai. Akibatnya 6 12 orang
pendekar terluka terkena sabetan senjata tajam”. http://m.indosiar.com/fokus/dua-perguruan-silat-terlibat
tawuran_92752.html. Hal serupa juga pernah terjadi di daerah Bojonegoro Jawa
Timur, Rabu 13 Nopember 2013 “beberapa anggota pencak silat diamankan pihak
kepolisian karena terlibat tindak pengeroyokan” meskipun berbeda kasus tapi hal
ini juga termasuk tindakan kekerasan, padahal dalam setiap perguruan sudah
diajarkan untuk tidak mudah terpancing amarah dan emosinya, untuk saling
memupuk cinta kasih pada sesama manusia umumnya, untuk tidak menggunakan
kemampuan pencak silat disembarang tempat, dan juga tidak mudah terprovokasi
oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Dari sekilas pemaparan di
atas membuat peneliti berminat untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan
antara Kontrol Diri dengan Agresivitas pada Anggota Pencak Silat Persaudaraan
Setia Hati Terate dan IKS-PI Kera Sakti.Selain itu, penelitian tentang kontrol
diri dan agresivitas masih belum pernah peneliti ketahui ada yang dilakukan
pada anggota pencak silat. Sehingga hal inilah yang menarik minat peneliti
untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara kontrol diri dengan
agresivitas pada anggota pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan IKS-PI
Kera Sakti.
1.2 Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat kontrol
diri pada anggota Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan IKS.PI
KERA SAKTI (KS)?
2. Bagaimana tingkat agresivitas pada anggota Pencak Silat
Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan IKS.PI KERA SAKTI (KS)?
3. Apakah ada hubungan antara kontrol diri dengan agresivitas pada
anggota Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan IKS.PI KERA
SAKTI (KS)?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui tingkat kontrol diri pada anggota Pencak Silat
Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan IKS.PI KERA SAKTI (KS)?
2. Untuk Mengetahui tingkat agresivitas pada anggota Pencak Silat
Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan IKS.PI KERA SAKTI (KS)?
3. Apakah ada hubungan antara kontrol diri dengan agresivitas pada
anggota Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan IKS.PI KERA
SAKTI (KS)?
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1.
Manfaat
Teoritis
Diharapkan penelitian ini
dapat bermanfaat dan menambah khasanah ilmu pengetahuan Psikologi pada umumnya
serta Psikologi Sosial dan Psikologi sKepribadian khususnya, sekaligus bisa
dijadikan sebagai acuan tambahan untuk penelitian selanjutnya.
2.
Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan acuan untuk
penanganan konflik pada kelompok perguruan silat umumnya khususnya pada PSHT
dan IKS PI Kera Sakti. b. Harapanya hasil penelitian ini akan bisa membantu
menyelesaikan konflik yang menahun dalam perguruan silat, serta menjadi pola-pola
resolusi konflik pada konflik yang mempunyai gejala yang sama.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Hubungan antara kontrol diri dengan agresivitas pada anggota pencak silat: Study pada PSHT dan IKS PI Kera Sakti Bojonegoro" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment