Abstract
INDONESIA:
Dikalangan mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang banyak yang menyukai film-film drama Korea. Banyak penelitian mengatakan bahwa film sesungguhnya begitu berpengaruh bagi penontonnya, karena penonton dapat meniru pesan yang ia bawa sehingga mudah sekali ditangkap bahkan oleh orang-orang yang berpikir sederhana. Cerita dan peran dalam film drama Korea terkadang menceritakan sosok yang terkesan cenderung narsistik. Karakteristik gangguan kepribadian narsistik ditujukan pada orang- orang yang menunjukkan pola tentang sesuatu yang berlebihan terhadap kemampuan dirinya. Keadaan ini berbeda dengan kondisi di kalangan mahasiswa fakultas psikologi UIN Maliki Malang yang cenderung tidak menonjolkan diri dan masih memiliki rasa empati terhadap orang lain.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat minat menonton film Drama Korea, mengetahui tingkat kecenderungan narsistik, dan Untuk menganalisis pengaruh dari minat menonton film drama Korea terhadap kecenderungan narsistik pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah model kuantitatif dengan pendekatan korelasional. Untuk seberapa pengaruhnya antara minat menonton film drama Korea terhadap kecenderungan narsistik, menggunakan rancangan regresi. Populasi penelitian adalah mahasiswa psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang berjumlah 720 mahasiswa, terhitung dari angkatan 2010 s.d 2013. Peneliti mengambil sampel 20 % dari populasi dengan jumlah subjek sebanyak 144. Proses pengumpulan data dengan menggunakan skala atau angket dengan teknik penarikan sampel yang digunakan yaitu purposive sampling. Teknik analisis data menggunakan teknik Regression Analysis dan Partial Corelation dengan menggunakan teknik bantuan komputer SPSS versi 17.0 for windows.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat minat menonton film drama Korea dengan prosentase tertinggi 56,3 %, sedang 41,7 %, rendah 2,1%. Tingkat kecenderungan narsistik dengan prosentase sedang 66 %, rendah 29,2 %, tinggi 4,9 %. Hipotesis terdapat pengaruh antara minat menonton film drama Korea terhadap kecenderungan narsistik pada Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang terbukti dengan tingkat pengaruh minat menonton film drama korea terhadap kecenderungan narsistik sebesar 7,9 %.
ENGLISH:
Among the Students of Psychology Faculty of Maulana Malik Ibrahim State Islamic University Malang it is so many likes with a films of Korean dramas. Many researchs said if the film is really very influential for the audience, because the audience are can to imitate the message that so easy to captured even by people who think a simple. Sometimes the stories and the rule in a film of Korean dramas tells the figure that impressed tend to be narcissistic. The characteristics of disorder narcissistic personality is aimed on people who show a pattern of exaggeration on his abilities. This situation is different from the situation among of the Students of Psychology Faculty of Maulana Malik Ibrahim State Islamic University Malang wich tend not to be assert themselves and still have a sense of empathy for the others.
The aims of this research is to know the level of interested to watch a film of Korean drama, to know the level of narcissistic tendencies, and to analyse the influense of interested to watch a film of Korean drama for narcissistic tendencies on the Students of Psychology Faculty of Maulana Malik Ibrahim State Islamic University Malang.
The methods used of this research is quantitative model with the correlational approach. For how effect between interested to watch a Korean drama to narcissistic tendencies, is using regression design. The Populations of this research is all of the Students of Psychology Faculty of Maulana Malik Ibrahim State Islamic University Malang with total is 720 students, counted from the class of 2010 till 2013. Researcher took a sample about 20% from populations with total subjects is 144. The process of collected data is used a scale or questionnaire with the sampling technique was used is purposive sampling. Analysis technic of data is used Regression Analysis and Partial Corelation with used SPSS versi 17.0 for windows.
Based on this research is show that level interested to watch a film of Korean drama with the higher percentage is 56,3 %, med is 41,7 %, lower is 2,1%. The level of narcissistic tendencies with the medium percentage is 66%, lower is 29,2 %, higher is 4,9 %. For the hypothesis there are influence between interest to watch a film Korean drama on the Students of Psychology Faculty of Maulana Malik Ibrahim State Islamic University Malang is about 7,9%.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Istilah narsisme sudah sering kita
dengar dalan keilmuan psikologi, dan istilah ini sudah mulai biasa digunakan
dalam percakapan sehari-hari dikalangan kaum muda seperti mahasiswa. Namun
banyak masyarakat yang kurang memahami istilah narsistik ini, dan asal usul
munculnya istilah ini. Konsep dan istilah narsisme berawal dari sebuah mitologi
Yunani kuno tentang seorang pemuda tampan yang bernama Narsisus. Pemuda ini
sangat mengagumi dan jatuh cinta pada refleksi gambar dirinya. ia sangat ingin
menjamah dan memiliki wajah yang dilihatnya dalam air, manun setiap kali ia
mengulurkan tangannya untuk meraih refleksi dirinya, bayangan itu kemudian
menghilang (Halmawan, 1999:9). Mitologi ini digunakan dalam psikologi pertama
kalinya oleh Sigmund Freud (1856) untuk menggambarkan individu-individu yang
menunjukkan citra-diri yang berlebihan, dan mitologi ini berkembang setelah
Freud mengembangkannya sebagai bagian dari teorinya. Konsep dasar ini awalnya
hanya merupakan fenomena perkembangan psiko-seksual pada anak-anak. Menurut
Mitchell dan Black (dalam Halmawan, 1999:10) Freud berpendapat bahwa seorang
bayi merasa dirinya sempurna dan sangat berpengaruh. Ia memiliki pikiran yang
tidak terbatas dan berbatas (omnipotence of thought). Semua energi libido
digunakan untuk memuaskan kebutuhan psikologisnya 2 dan untuk merawat
keberadaannya (preservation of a state of well-being). Investasi dasar dari
energi ini diberi nama “Ego Libido” atau narsistik. Istilah narsistik dalam
keilmuan psikologi dikategorikan dalam salah satu gangguan kepribadian.
Campbell (dalam Adi, 2008) mengatakan bahwa orang narsistik cenderung selalu
meminta umpan balik terhadap hal-hal yang telah dikerjakannya, selalu menilai
penampilannya dan suka memperkirakan bahwa perilaku-perilakunya selalu bersifat
positif. Karakteristik gangguan kepribadian narsistik ditujukan pada orang-orang
yang menunjukkan pola tentang sesuatu yang berlebihan seperti yang terlihat
dari lima atau lebih hal-hal berikut, yaitu: waham kebesaran tentang dirinya;
tenggelam dalam hayalan akan kesuksesan, kekuasaan, kecerdasan, kecantikan,
atau cinta yang ideal; kepercayaan bahwa mereka begitu istimewa dan bahwa
mereka hanya harus bergabung dengan orang lain yang dapat mengerti mereka;
kebutuhan akan kebanggaan yang berlebihan; menuntut suatu hak; gaya
interpersonal yang bersifat eksploitasi; kurangnya rasa empati; iri pada orang
lain atau percaya bahwa orang lain iri hati; serta perilaku dan sikap yang
arogan (Halgin dan Susan, 2010:103). Meskipun narsistik dalam keilmuan
psikologi dikategorikan dalam salah satu gangguan kepribadian, namun dalam
perkembangannya narsistik tidak selalu merupakan gangguan kebribadian. Kemberg
(dalam Harmawan, 1999: 11) berpendapat bahwa pasien-pasien narsistik tidak
memperlihatkan adanya perilaku yang terganggu, malah sebagian besar dari mereka
mampu bersosialisasi dengan baik dan bahkan memiliki kontrol impuls yang
relatif 3 lebih baik dari kepribadian infantil lainnya. Kemberg melihat bahwa
narsisisme patologis terjadi ketika adanya kerancuan dan fusi antara diri-ideal
“ideal self” dan diri sejati “true self”. Millon (dalam Harmawan, 1999:12) juga
menyatakan bahwa gangguan narsistik merupakan gangguan kepribadian yang paling
tidak parah karena masih adanya struktur kohesif dalam dirinya. Baginya,
fenomena narsistik bisa saja terjadi pada individu yang normal dan ia
mengkategorikannya sebagai kepribadian yang penuh percaya diri (confident
personality). Gejala yang terlihat bisa serupa tetapi derajatnya saja yang
berbeda. Kecenderungan seseorang mengalami pribadi yang narsistik dapat
diakibatkan oleh beberapa hal. Seperti hasil dari penelitian yang dilakukan
oleh Adi (2008) bahwa narsistik seseorang dapat diukur berdasarkan tingkat
harga diri seseorang yang dilakukan pada pengguna Friendster, dari hasil
penelitian tersebut membuktikan bahwa semakin rendah harga diri seseorang maka
semakin tinggi kecenderungan narsisistik orang tersebut, sebaliknya semakin
tinggi harga diri seseorang maka semakin rendah kecenderungan narsisistik pada
orang tersebut.
Berhubungan dengan ini, Barselia
(2010) juga melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui korelasi
antara persepsi tentang foto profil pada facebook dengan normal narsisme
remaja. Dan hasilnya mengatakan bahwa normal narsisme seseorang mempunyai
hubungan yang signifikan dengan persepsi tentang foto profil. Masyarakat modern
tumbuh sejak revolusi industri pada akhir 1890-an dan 1900-an. Sejak saat itu,
kehidupan manusia berubah dengan cepat. Teknologi 4 terus berkembang dan turut
mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk kehidupan sosial yang
bukan teknis, misalnya ekonomi, pemasaran, manajemen, komunikasi dan bahkan
psikologi (Halmawan, 1999:5). Seiring dengan era teknologi informasi yang
semakin maju, keberadaan manusia dihadapkan pada dunia yang sarat dengan
berbagai peristiwa semu dan informasi parsial. Kehidupan manusia mulai dipenuhi
oleh pernyataanpernyataan yang tidak benar dan tidak juga salah, namun sah,
seperti pendapat Danial Boorstin (dalam Halmawan, 1999:5), bahwa peristiwa semu
dan informasi parsial ini lebih bersifat propagandis, ditandai oleh informasi
yang dibuat bias dan tidak sepenuhnya mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
Hasil jangka panjangnya, manusia sekarang ini menjadi produk dari ilusi yang
diciptakan oleh propaganda tersebut. Akibat psikologis yang dihasilkan lebih
banyak berupa depresi dan kehampaan arti hidup, karena ilusi berperan lebih
banyak daripada realita dalam kehidupan mereka. Ditunjang oleh peran penting
pariwara sebagai sarana untuk menjual citra, maka lengkaplah pendapat Lasch
(dalam Halmawan, 1999:5) bahwa peran pariwara sekarang ini sudah memberi jalan
untuk munculnya masyarakat yang didominasi oleh penampilan. Lasch (dalam
Harmawan, 1999) percaya bahwa media massa memiliki kontribusi yang besar dalam
pembentukan narsisisme sosial. Media massa memberikan jalan kepada orang biasa
(common man) untuk menjadi lebih dari biasa dengan mengidentifikasikan dirinya
sama seperti yang dilihat atau dibacanya. Media massa menyajikan ilusi-ilusi
kemegahan, glamor, dan superioritas. Pada masyarakat yang haus akan 5
“approval” karena harga-dirinya masih relatif lemah, ilusi ini menjadikan
sebuah citra yang luar biasa dan bisa didapat dengan hanya membeli produk yang
diiklankan. Misalnya dalam sebuah film yang menampilkan citra manajer muda yang
sukses sedang memakai produk-produk merek terkenal. Dengan iklan produk
tersebut diharapkan orang yang ingin memiliki citra kesuksesan membeli dan
memakai produk tersebut. Penonton memang dikondisikan untuk mengidentifikasikan
dirinya dengan citra tersebut, sehingga akhirnya harga diri yang ada pada
penonton bukan lagi harga diri yang sesungguhnya, melainkan harga diri yang
dibangun oleh citra berdasarkan ilusi (illusion-based image).
Menurut Sumarjdo (dalam Persemaian,
2013) film merupakan bayangan yang diangkat dari kenyataan hidup yang dialami
dari kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya selalu ada kecenderungan untuk
mencari relevansi antara film dengan kehidupan sehari-hari. Karena film
mempunyai kelebihan bermain pada sisi emosional, ia mempunyai pengaruh yang
lebih tajam untuk memainkan emosi penontonnya. Kusnawan (2004) perpendapat film
dapat juga memberikan pengaruh pada jiwa manusia. Dalam satu proses menonton
film, terjadi suatu gejala yang disebut oleh ilmu jiwa sosial sebagai
identifikasi psikologis. Ketika proses decoding terjadi, para penonton sering
menyamakan seluruh pribadinya dengan salah seorang peran film, lebih dari itu,
mereka juga seolah-olah mengalami sendiri adegan dalam film. Sani (dalam Putra
dan Budi, 2011) mengatakan bahwa film sesungguhnya adalah seni, akan tetapi ia
juga media komunikasi dan ia begitu berpengaruh 6 bagi penontonnya, karena
penonton dapat meniru pesan yang ia bawa sehingga mudah sekali ditangkap bahkan
oleh orang-orang yang berpikir sederhana, selain itu film juga mampu mengubah
sebuah pandangan masyarakat terhadap lingkungannya. Menurut Bandura (dalam
Dahar, 2011) menonton merupakan salah satu proses belajar yang menggunakan
gambaran kognitif dari tindakan. Dalam teorinya, hal ini disebut belajar
melalui pengamatan yang terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain. Dalam
hal ini, film merupakan gambaran kondisi kehidupan manusia yang dibuat
sedemikian rupa, sehingga orang-orang yang menonton film tertentu akan
merefleksikannya dalam kehidupan nyata, dan inilah yang disebut belajar melalui
peniruan. Kebanyakan penonton film baik dari media televisi atau media audio
visual lainnya, berinteraksi dengan sikap pasif, bahkan sering kali terpaku dan
hanyut dalam dramatisasi tayangan film. Dalam posisi kesadaran, penonton seolah
terhipnotis oleh sugesti daya pikat film. Menonton film dengan sikap yang pasif
telah mampu mempengaruhi seseorang menjadi penonton yang tidak dapat menyaring
isi film dan akan mengikuti perilaku yang ada dalam film tersebut (Frisnawati,
2012). Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2010) pada anak-anak
membuktikan bahwa semakin tinggi minat menonton tayangan kartun laga maka
semakin tinggi pula perilaku agresifitas pada anak, begitu juga sebaliknya.
Selain itu penelitian juga dilakukan oleh Zuchrufia (2012) yang menyimpulkan
bahwa dengan menonton film drama komedi Korea 7 berpengaruh terhadap
peningkatan emosi positif pada mahasiswa yang sedang menempuh skripsi. Hal
tersebut ditandai dengan adanya peningkatan skor emosi positif yang sangat
signifikan pada subjek kelompok eksperimen sebelum dan sesudah pemberian
perlakuan berupa tayangan film drama komedi Korea. Membahas tentang
bentuk-bentuk pengaruh dari film, fenomena yang sedang marak terjadi dikalangan
mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yaitu banyaknya
mahasiswa yang menyukai film-film drama Korea. Hal ini terbukti dengan
banyaknya mahasiswa peminat drama Korea yang berusaha mendapatkan film drama
Korea dengan cara download sendiri atau saling tukar film dari penggemar satu
ke penggemar lainnya agar lebih update, bahkan mereka berburu untuk mendapatkan
film-film drama Korea terbaru yang sedang tayang di Korea (Survei, 30 Oktober
2013). Tingginya minat penonton terhadap drama seri Korea dikarenakan drama
seri Korea datang membawa tontonan ringan dengan berbagai konflik di dalamnya,
yang dibungkus sedemikian rupa sehingga menarik untuk ditonton, dan pada
kenyataannya, masyarakat memang sangat antusias menonton drama seri Korea.
Berdasarkan survei AC Nielsen Indonesia, serial Endless Love ratingnya mencapai
10 yang berarti telah ditonton sekitar 2,8 juta pemirsa dalam survei di lima
kota besar (Day, 2011). Film drama Korea dianggap tepat, karena dinilai
berhasil menjadi salah satu produk budaya popular yang disebut Hallyu atau
Korean Wave yang sedang booming di seluruh dunia. Korea Selatan menjadi salah
satu kiblat 8 fashion Asia, pemain atau pemeran yang muncul dalam drama-drama
tersebut berpenampilan sangat modis, maskulin dan elegan.
Pemeran film drama Korea tersebut
menyesuaikan gaya hidup mereka dengan lebih memperhatikan tubuh, menjadi
narsistik, mencoba trend baru dengan memakai baju berwarna pink, mengenakan
syal motif bunga, atau menenteng tote bag kulit di tangan yang menggambarkan
keunikan atau ciri khas pemeran film tersebut yang membedakan dirinya dengan
orang lain (Wulantari, 2012). Peran pemain dalam film drama Korea juga sering
kali menggambarkan sosok orang kaya raya yang dingin dan tak peduli pada apapun
kecuali uang dan bisnisnya. Pemeran juga terlihat mempraktekkan ekspresinya
yang dingin dan karismatik, sesuai peran seorang atasan yang dimainkannya di
drama tersebut (Youngee, 2013). Berdasarkan deskripsi tentang film drama Korea
diatas, bahwa film tersebut mengandung unsur-unsur narsistik di dalamnya, dan
dikatakan juga dalam penelitian bahwa film mampu mempengaruhi jiwa penontonnya.
Hal ini dikarenakan kekuatan media film yang mudah untuk diresapi jalan
ceritanya oleh penonton dan pengemasan film yang menarik untuk ditonton serta
tokohtokoh filmnya yang terkadang dapat mempengaruhi seseorang untuk berperilaku
seperti tokoh yang ada dalam film. Kenyataan yang ada di kalangan mahasiswa
Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang adalah minat mahasiswa
dalam menonton film drama Korea. Namun tidak banyak mahasiswa pecinta film
Korea yang menggambarkan ciri narsistik seperti dalam film.
Dari segi fashion pemeran berpenampilan sangat modis, maskulin dan
elegan, manun kebanyakan mahasiswa berpenampilan yang simple dan sederhana.
Gaya hidup pemain yang lebih memperhatikan diri dan menggambarkan sosok orang kaya
raya yang dingin dan tak peduli pada apapun kecuali uang dan bisnisnya, namun
yang terjadi di kalangan mahasiswa, mereka lebih suka memperhatikan orang lain
terbukti dengan cara mereka berempati bahkan bersimpati dalam berbagai masalah
teman-temannya, seperti ketika salah seorang teman dirundung musibah sakit atau
ditinggal salah satu sanak saudaranya, mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang berbondong-bondong untuk membantu mengumpulkan dana untuk
teman yang sedang kesusahan tersebut, dan hal ini menandakan bahwa mereka
pandai dalam bersosialisasi dengan orang lain dan tidak mementingkan diri
sendiri (Survei, 30 Oktober 2013). Berdasarkan latar belakang di atas, ada
beberapa teori yang terlihat tidak sesuai dengan fakta yang ada di kalangan
mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Karena
penelitian sebelumnya mengatakan bahwa film dapat mempengaruhi kehidupan
manusia khususnya bagi penonton, dan film drama Korea saat ini sedang banyak
diminati dikalangan mahasiswa, seharusnya ada peniruan sikap yang cenderung
narsistik pada diri penonton yang merupakan hasil dari tiruan dalam tokoh yang
diperankan dalam film. Dari masalah ini, maka peneliti bermaksud melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Minat Menonton Film Drama Korea terhadap
Kecenderungan Narsistik pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang”.
B.
Rumusan
Masalah
Perumusan masalah merupakan hal utama yang
harus ditentukan pada saat pertama kali kita melakukan penelitian. Adapun rumusan
masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat minat menonton
film drama Korea pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang?
2. Bagaimana tingkat kecenderungan narsistik
pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang?
3. Apakah ada pengaruh dari minat
menonton film drama Korea terhadap kecenderungan narsistik pada Mahasiswa
Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui tingkat
minat menonton film Drama Korea pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang. 2. Untuk mengetahui tingkat kecenderungan narsistik pada
Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 3. Untuk
mengetahui pengaruh dari minat menonton film drama Korea terhadap kecenderungan
narsistik pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
C.
Manfaat
Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Pengembangan Teoritis Hasil
penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi,
khususnya psikologi abnormal dan psikologi klinis dalam mengkaji kecenderungan
narsistik yang merupakan salah satu gangguan kepribadian, yang diakibatkan oleh
pengaruh memonton film. Diharapkan juga penelitian ini bisa dijadikan sebagai
informasi atau referensi untuk penelitian selanjutnya.
2. Pengembangan Praktis Diharapkan
dari hasil penelitian ini, masyarakat bisa mendapatkan informasi dan sebagai
bahan masukan untuk pembaca tentang pengaruh film terhadap penontonnya yang
dapat mengakibatkan terjadinya kecenderungan narsistik pada seseorang.
Diharapkan juga hasil penelitian ini dapat memberikan pandangan yang baru
mengenai konsep narsistik, serta berguna membantu masalah-masalah yang terkait
dengan gangguan kepribadian narsistik. Sedikit pesan bagi penonton untuk tidak
serta merta menerima bahkan meniru tokoh dalam peran film, karena kehidupan
manusia lebih nyata bukan sekedar mirip dengan kehidupan dalam film.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Pengaruh minat menonton film drama korea terhadap kecenderungan narsistik pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment