Abstract
INDONESIA:
Pola asuh orang tua merupakan cara orang tua mendidik dan membimbing anak dalam bentuk interaksi sehari-hari. Kecerdasan emosional merupakan suatu kemampuan pribadi dan social yang harus dimiliki setiap orang. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui tingkat pola asuh orang tua yang diterapkan, untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosional, dan untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara pola asuh orang tua terhadap kecerdasan emosional siswa di SMPN 2 Desa Kelampok Singosari Kabupaten Malang.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan jenisnya berupa korelasi yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya pengaruh antara dua variabel. Metode pengumpulan data berupa angket dan dokumentasi. Dari populasi kelas VIII A- VIIIH SMPN 2 Desa Kelampok Singosari Kabupaten Malang berjumalah 288 siswa, sehingga yang dijadikan sampel adalah 25% dari total keseluruhan yaitu 288-25%=72 siswa. Analisisnya menggunakan uji multiple regresi dengan menggunakan bantuan SPSS versi 16.0.
Pada pola asuh otoriter, tedapat8 orang atau 11% untuk kategori tinggi, terdapat 40 orang atau 56% untuk kategori sedang, dan 24 orang atau 33% untuk kategori rendah. Pada pola asuh demokratis berjumlah 12 orang atau 17 % untuk kategori tinggi, berjumlah 14 orang atau 19% untuk kategori rendah dan 46 orang atau 64 % untuk kategori sedang. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa hasil tingkat kecerdasan emosional anak di SMPN 2 Desa Kelampok Singosari Kabupaten Malang termasuk dalam kategore sedang, denga mean 76,16 dan mempunyai jumalah 51 orang atau 71%.Dari hasil korelasi menunjukkan bahwa pola asuh (otoriter, demokratis, permisif) tidak ada pengaruh pola asuh orang tua terhadap kecerdasan emosional siswa di SMPN 2 Desa Kelampok Singosari Kabupaten Malang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bukan hanya pola asuh saja yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional pada siswa SMPN 2 Desa Kelampok Singosari Kabupaten Malang.
ENGLISH:
Parenting parents parents a way to educate and guide the child in the form of daily interactions. Emotional intelligence is a personal and social abilities that should be owned by every person. The purpose of this study to determine the level of parenting parents who applied, to determine the level of emotional intelligence, and to determine whether there is influence between parenting parents on emotional intelligence of students in State Junior High School 2 Kelampok Village, Singosari District Malang.
This research is a quantitative study and correlation of its kind that aims to discover whether there is influence between two variables. Data collection methods such as questionnaires and documentation. From a population of class VIII A to H State Junior High School 2 Kelampok Village, Singosari District Malang totaling 288 students, thus sampled is 25% of the total is 288-25% = 72 students. The analysis uses multiple regression test using SPSS version 16.0.
In authoritarian parenting, there are 8 people or 11% for the high category, there are 40 people or 56% for the medium category, and 24 people or 33% for the low category. In democratic parenting amounted to 12 people or 17% for the high category, totaling 14 people, or 19% for the low category and 46 people or 64% for the medium category. From the results of this research is that results in the child's level of emotional intelligence State Junior High School 2 Kelampok Village, Singosari District Malang included in the medium category, premises mean of 76.16 and has a number of 51 people or 71% .From correlation results showed that parenting (authoritarian, democratic, permissive) are not no influence parenting parents to students' emotional intelligence in State Junior High School 2 Kelampok Village, Singosari District Malang. It can be concluded that not only parenting that can affect students' emotional intelligence on State Junior High School 2 Kelampok Village, Singosari District Malang.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kecerdasan seseorang tidak hanya dilihat dari kecerdasan
intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat
mengelola emosionalnya. Kecerdasan emosional atau emotional intellegent (EI)
adalah kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi termasuk didalamnya
kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain di sekitarnya. Kecerdasan
emosional tidak bertabrakan dengan kecerdasan intelektual karena masing-masing
hal tersebut mempunyai wilayah yang berbeda. Kecerdasan intelektual umumnya
berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis dan analitis, dan diasosiasikan
dengan otak kiri. Sementara, kecerdasan emosional lebih banyak berhubungan
dengan perasaan dan emosi yang diasosiasikan dengan otak kanan. Menurut
Suharsono, intelegensi emosional adalah kemampuan untuk melihat, mengamati,
mengenali bahkan mempertanyakan tentang “diri” sendiri: who am I? Jika
anak-anak dalam usia yang relatif dini sudah bertanya kepada orangtuanya, berkenaan
dengan dirinya sendiri, bagaimana saat bayi, mulai berjalan, apa kesukaannya
dan berbicara tentang rencana dan keinginannya hal itu menandakan kecerdasan
emosional yang dimilikinya (Suharsono, 2005, hal.114). 2 Menurut Salovey
(Goleman, 2004, hal.58-59) menyatakan bahwa kecerdasan emosional memiliki lima
unsur kemampuan,yaitu: 1. Mampu mengenali emosi diri sendiri 2. Mampu mengelola
emosi 3. Mampu memotivasi diri sendiri 4. Mampu mengenali emosi orang lain 5.
Mampu membina hubungan baik dengan orang lain Kecerdasan emosional sangat
berpengaruh pada peran orang tua dan eluarga. Dimana anak bisa tumbuh dan
berkembang baik, serta mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Karena pola asuh
orang tua merupakan peranan penting dalam pembentukan awal kecerdasan emosional
anak. Kecerdasan emosional anak dapat dibentuk melalui proses pola asuh di
dalam suatu keluarga. Menurut Agoes keluarga memegang peranan penting dalam
pembentukan kecerdasan emosional.
Para ahli mengemukakan bahwa pola asuh orang tua amat memengaruhi
kepribadian anak dan perilaku anak (Dariyo, 2004, hal. 97). Maka dari itu dalam
setiap keluarga ada pola asuh yang diterapkan kepada anaknya sehingga dapat
memengaruhi kecerdasan emosionalnya. Dan dari sini kita dapat mengetahui bahwa
kecerdasan emosional pertama kali dibentuk itu dalam keluarga. Karena orang tua
merupakan modelling bagi anak. 3 Hal tersebut sesuai dengan Darajat yang
mengungkapkan bahwa hubungan orang tua terhadap pertumbuhan jiwa anak. Hubungan
yang serasi, penuh pengertian dan kasih sayang, akan membawa kepada pembinaan
pribadi yang tenang dan mudah dididik, karena mendapatkan kesempatan yang cukup
baik untuk tumbuh dan berkembang. Tapi hubungan orang tua yang tidak serasi,
banyak perselisihan dan percekcokan akan membawa anak pada pertumbuhan yang
sulit dan tidak mudah dibentuk (Darajat, 1996, hal.56). Keluarga sebagai
kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa yang
berlainan jenis kelamin, wanita dan pria serta anakanak yang mereka lahirkan.
Dalam kelompok ini, arus kehidupan dikemudikan oleh orang tua. Kartono
menyebutkan bahwa keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak,
tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga
umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar
pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan anak (Kartono, 1992,
hal.19). Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka,
karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian
bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua
dikatakan pendidik karena dari merekalah anak mendapatkan pendidik untuk
pertama kalinya dan dikatakan pendidik utama 4 karena pendidikan dari orang tua
menjadi dasar bagi perkembangan dan kehidupan anak dikemudian hari. Masalah
anak-anak dan pendidikan adalah suatu persoalan yang amat menarik bagi seorang
pendidik dan ibu-ibu yang setiap saat menghadapi anakanak yang membutuhkan
pendidikan. Mengasuh dan membesarkan anak berarti memelihara kehidupan dan
kesehatannya serta mendidiknya dengan penuh ketulusan dan cinta kasih. Harapan
setiap orang tua adalah memiliki anak yang pandai, cerdas, dan berakhlakul
karimah, sehingga orang tua harus memberikan cara yang tepat dalam memberikan
pengasuhan, memelihara, membimbing, dan mendidik anak, karena perasaan-perasaan
itulah yang banyak memengaruhi sikap, cara berpikir, bahkan kecerdasan anak
baik kecerdasan intelektual, kecerdasan spritual maupun kecerdasan emosional.
Suasana emosional di dalam rumah, dapat sangat merangsang perkembangan otak
anak yang sedang tumbuh dan mengembangkan kemampuan mentalnya. Sebaliknya,
suasana tersebut dapat memperlambat perkembangan otak anak.
Beck dalam buku-bukunya asih asah asuh, mengasuh dan mendidik anak
agar cerdas, mengungkapkan banyak proyek riset jangka lama menunjukkan bahwa
intelegensi anak akan berkembang ke tingkat yang lebih tinggi, bila sikap di
rumah terhadap anak hangat dan demokratis daripada dingin dan otoritas (Beck,
1992, hal.50). Kehidupan sehari-hari setiap orang mempunyai cara yang
berbedabeda dalam memberikan pengasuhan kepada anaknya, tergantung status
sosial, 5 budaya tempat tinggal, serta latar belakang pekerjaan orang tua. Dan
pasti ada kelebihan dan kekurangan dalam setiap pola asuh. Pola asuh orang tua
mempunyai banyak sekali varian. Diantaranya seperti yang diungkapkan oleh
(Irwanto, 1991, hal. 94) bahwa pola asuh terdiri dari pola asuh otoriter, yaitu
pola suh yang ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua, kebebasan
anak sangat dibatasi. Pola asuh demokratis, ditandai dengan adanya sikap
terbuka antara orang tua dengan anaknya. Pada pola asuh permisif ditandai
dengan adanya kebebasan tanpa batas sesuai dengan keinginan anaknya. Sedangkan
pada pola asuh dengan ancaman lebih ditekankan pada ancaman yang keras terhadap
anak. Menurut Markum, pola asuh terhadap anak dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitu pola asuh otoriter adalah orang tua sangat menanamkan disiplin dan
menuntut prestasi yang tinggi pada anaknya. Kedua adalah pola asuh permisif,
dimana orang tua bersikap demokratis dan penuh kasih sayang. Namun kendali
orang tua dan tuntutan berprestasi rendah. Yang terakhir adalah pola asuh
demokratis, yaitu orang tua yang menuntut prestasi tinggi tetapi dibarengi sikap
demokratis dan kasih sayang yang tinggi pula. Pada pola asuh ini kuat dalam
control dan pengawasan, tetapi tetap member tempat untuk anak berpendapat
(Markum, 1999, hal.85). Dari berbagai macam pola asuh yang dikemukakan di atas,
penulis hanya akan mengemukakan tiga macam saja, yaitu pola asuh otoriter,
permisif, dan demokratis. 6 Penelitian terdahulu tentang pola asuh oleh
(Septiara: 2008) di TK ABA Musholla Kotagede Kota Yogyakarta menunjukkan ada
hubungan yang bermakna antara pola asuh orangtua dengan kecerdasan emosional
(EQ) pada anak usia prasekolah (3-5 tahun), dengan hasil uji korelasi sebesar
0,472. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pola asuh orangtua
di TK ABA Kotagede Yogyakarta ini menerapkan berbagai macam pola asuh. Rata-rata
orangtua menggunakan pola asuh demokratis, dan dari penerapan pola asuh
demokratis menghasilakan 3 macam kecerdasan emosional. Penelitian terdahulu
tentang perkembangan emosi oleh (Anggraini: 2010) di TK Surya Buana Merjosari
Malang, menunjukkan bahwa pola asuh (otoriter, demokratis dan permisif) orang
tua berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak dengan nilai Fhit lebih besar
dari Ftab ()75.741>2.33) SMPN 2 merupakan salah satu jenjang pendidikan
menengah pertama di desa kelampok Kecamatan Singosari Kabupaten Malang.
Saat ini pada tahun ajaran 2014/2015, SMP NEGERI 2 memiliki siswa
kelas VIII sebanyak 288 siswa. Dari observasi yang peneliti lakukan sebelumnya,
diketahui bahwa para siswa siswi memiliki kecerdasan emosional yang beragam.
Misalnya, ada siswa yang memiliki banyak sekali teman dan ada juga yang tidak
punya teman atau di jauhi. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh kecerdasan
emosional yang dimiliki masing-masing anak, ada kalanya itu mudah sekali
bergaul dan ada juga yang sulit bergaul, dan beragam pula 7 tingkat motivasi
yang ada dalam diri anak. Anak tidak bisa berteman dengan siapa saja dan
cenderung lebih pemilih, kurang bisa berhubungan dengan orang menurutnya lebih
pintar, takut terhadap guru, lebih pasif ketika di dalam kelas, jikalau ramai
itu karena pengaruh teman-temannya. Ini juga dipengaruhi oleh pola asuh yang
diterapkan oleh para orangtua kepada anak sejak dia masih usia dini. Fenomena
yang ada di lapangan yaitu orang tua siswa pada umumnya adalah seorang pekerja,
dan kebanyakan adalah pekerja sebagai buruh tani. Kurang bisa memahami dan
mengendalikan anak, anak dibiarkan bermain sendiri tanpa pengawasan penuh dari
orang tua. Anak hanya diberi materi berupa uang tanpa diarahkan. Orang tua
kurang mengetahui hal apa saja yang dilakukan anak diluar rumah. Dengan
demikian sangat perlu diteleiti seperti dalam penelitian yang dilakukan
sebelumnya bahwa kecerdasan emosional itu harus ditanamkan sejak dini.
Sedangkan dalam penelitian ini berbeda bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh
permisif akan membuat anak memeliki kecerdasan emosional yang sedang dimana
anak terkadang mampu tapi dalam hal lain anak akan merasa kurang. Hal tersebut
tentunya sangat penting untuk diteliti, sehingga peneliti mengambil tema “
Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa SMP NEGERI 2 di
desa kelampok Kecamatan Singosari Kabupaten Malang”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat pola asuh orangtua siswa siswi SMPN 2 Kelampok
Singosari Malang tahun pelajaran 2014/2015?
2. Bagaimana tingkat
kecerdasan emosional siswa-siswi di SMPN 2 Kelampok Singosari Malang tahun
pelajaran 2014/2015?
3. Apakah ada pengaruh antara pola asuh orang tua terhadap
kecerdasan emosional siswa siswi di SMPN 2 Kelampok Singosari Malang tahun
pelajaran 2014/2015?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tingkat pola asuh oran gtua siswa siswi SMP
NEGERI 2 Kelampok Singosari Malang tahun pelajaran 2014/2015.
2. Untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosional siswa-siswi di SMP
NEGERI 2 Kelampok Singosari Malang tahun pelajaran 2014/2015.
3. Untuk mengetahui ada pengaruh antara pola asuh orangtua terhadap
kecerdasan emosional siswa siswi di SMP NEGERI 2 Kelampok Singosari Malang
tahun pelajaran 2014/2015.
D. Manfaat
1. Secara Teoritis a. Bagi
peneliti: merupakan hal baru yang bisa dipakai kedepannya mengenai pengetahuan
tentang pola asuh dan kecerdasan emosional. b. Bagi guru: sebagai tambahan acuan dalam
memberikan bimbingan pada siswa terutama tentang kecerdasan emosional c. Bagi
orangtua: sebagai sumbangan informasi agar dapat memilih pola asuh yang efektif
untuk diterapkan pada anaknya
2.
Secara Praktis Bagi lembaga pendidikan dan umum, hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dan upaya
mengenai pola asuh dan kecerdasan emosional siswa agar siswa dapat terus
berkembang dengan optimal dengan memiliki kecerdasan emosional yang bagus
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment