Abstract
INDONESIA:
Regulasi emosi ialah strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku. Seseorang yang memiliki regulasi emosi dapat mempertahankan atau meningkatkan emosi yang dirasakannya baik positif maupun negatif. Selain itu, seseorang juga dapat mengurangi emosinya baik positif maupun negatif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan regulasi emosi antara penghafal qur’an 1-15 juz dengan penghafal 16-30 juz di Pondok Pesantren Nurul Qur’an Kraksaan, Probolinggo. Metode kuantitatif digunakan dalam penelitian dengan skala, wawancara, dan dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data penelitian. Skala yang digunakan untuk mengungkap variabel penelitian adalah Skala Regulasi Emosi yang disusun peneliti berdasarkan teori regulasi emosi (Gross, 2007). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Uji-t.Sedangkan hipotesis dalam penelitian ini yaitu “Ada perbedaan regulasi emosi antara penghafal qur’an 1-15 juz dan 16-30 juz”. Populasi dalam penelitian ini adalah santri Pondok Pesantren Nurul Qur’an dengan sampel total 62 orang dimana dalam pengambilan sampelnya menggunakan teknik purposive sampling.
Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh t sebesar p = 0,865 > 0,05. Artinya tidak terdapat perbedaan regulasi emosi antara penghafal qur’an 1-15 juz dengan penghafal qur’an 16-30 juz. Berdasarkan hasil penelitian maka hipotesis yang menyatakan ada perbedaan regulasi emosi antara penghafal qur’an 1-15 juz dengan penghafal qur’an 16-30 juz ditolak.
ENGLISH:
Emotion regulation strategies is done consciously or unconsciously to maintain, strengthen or reduce one or more aspects of the emotional response that is the experience of emotion and behavior. Someone who has the emotion regulation can maintain or increase the emotion he felt both positive and negative. Moreover, one can also reduce both positive and negative emotions.
This study aims to determine whether there is a difference between the emotion regulation guard of quran 1-15 juz with guard of quran 16-30 juz. in Pondok Pesantren Nurul Quran Kraksaan, Probolinggo. Quantitative methods used in the study with scale, interviews, and documentation as research data collection techniques. The scale is used to reveal the research variables are arranged Emotion Regulation Scale researchers based theory of emotion regulation (Gross, 2007). Analysis of the data in this study using a test-t. While this hypothesis that "There is a difference between the emotion regulation guard of quran 1-15 juz with guard of quran 16-30 juz ". Population in this research is the students of Pondok Pesantren Nurul Quran with a total sample of 62 people where in taking the sample using purposive sampling technique.
Based on the analysis of data, obtained by p = 0,865 > 0,05. This means that there is no difference between the emotion regulation guard of Quran 1-15 Juz and guard of Quran 16-30 Juz. Based on the research results, the hypothesis that there is a difference between the emotion regulation guard of Quran 1-15 Juz and guard of Quran 16-30 Juz is rejected.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah kalam Allah
yang bersifat mu’jizat, diturunkan kepada nabi Muhammad melalui Malaikat
Jibril, diriwayatkan secara mutawatir, membacanya ibadah dan tidak ditolak
kebenarannya (Al-hafidz, 2005: 1). Kemu’jizatan al-Qur’an terletak pada
keberadaannya yang tidak ditelan oleh masa, ia berkedudukan sebagai petunjuk manusia
dalam segala hal (Al-Kahil, 2010:131-132). Al-Qur’an yang mengandung seluruh
ilmu pengetahuan adalah salah satu karunia Allah yang sangat besar manfaatnya
bagi kehidupan manusia. Macam karunia ini tidak mungkin didapat oleh manusia
tanpa melalui proses yang panjang, dan proses itu diantaranya adalah
pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu fenomena sosial yang sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu dan masyarakat serta
melibatkan orang tua yaitu ayah dan ibu, pendidik (guru), lingkungan dan
masyarakat itu sendiri. Sebagian dari masyarakat adalah anak, sebagai individu
yang pada prinsipnya memiliki akal sehat yang dapat dan harus dimanfaatkan
untuk mencari ilmu. Potensi tersebut memberi kemungkinan kepada anak untuk
mengembangkan kepribadiannya, 2 akalnya yang dilatarbelakangi kesadaran
berpikir yang dimiliki oleh anakanak (Ulwan, 1990). Al-Jumbulati, (1994:5)
berpendapat jika dalam perkembangan kepribadian, akal pikiran, perasaan, dan
potensi anak melalui fase-fase perkembangan tertentu, anak memerlukan
bimbingan, pengajaran, pengendalian dan kontrol baik dari orang tua maupun
pendidik. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan perkembangan anak agar mampu
berperan serta secara berkesinambungan dalam pembangunan manusia yang selalu berkembang
dan juga mampu beramal shalih dalam arti berakhlak mulia selama dalam upaya
mencari kebahagiaan di dunia dan akhirat. Diantara berbagai program
pengembangan keilmuan pembelajaran al Qur'an berada pada tangga teratas
lebih-lebih menghafal al-Qur'an jika dilihat dari aspek urgennya fungsi al
Qur'an bagi kehidupan Umat Islam. Para penghafal al quran memiliki kedudukan
yang sangat tinggi dalam Islam sebagaimana janji Allah untuk menjaganya yang
menggunakan kata pengganti kami bukan saya sebagaimana dalam al Qur'an surat
al-Hijr : Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan
Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al Hijr [15]: 9). 3 Firman
Allah dalam surat al-Hijr di atas bersifat aplikatif, artinya bahwa jaminan
pemeliharaan terhadap kemurnian al-Qur’an itu adalah Allah yang memberikannya,
tetapi tugas operasional secara riil untuk memeliharanya harus dilakukan oleh
umat yang memilikinya. Ayat ini pada hakikatnya merupakan peringatan agar umat
Islam senantiasa waspada terhadap usahausaha pemalsuan al-Qur’an karena fakta
adanya usaha-usaha untuk memalsukan al-Qur’an telah muncul sejak masa hidup
Rasulullah Saw.Namun berkat adanya para penghafal al-Qur’an dari masa ke masa
maka usaha-usaha pemalsuan itu senantiasa dapat diantisipasi dan dapat
digagalkan (Al-Hafidz, 2005: 24). Menghafal al-Qur’an merupakan suatu perbuatan
yang sangat terpuji dan mulia. Banyak hadits Rasulullah saw yang mendorong
untuk menghafal alQur’an atau membacanya di luar kepala, sehingga hati seorang
individu muslim tidak kosong dari sesuatu bagian dari kitab Allah SWT.
(Qardhawi, 1999: 199). Rasulullah saw bersabda: “Pelajarilah al-Qur’an dan
bacalah sesungguhnya perumpamaan orang yang mempelajari al-Qur’an dan
membacanya adalah seperti tempat air penuh dengan minyak wangi misik harumnya
menyebar kemana-mana. Dan barang siapa yang mempelajarinya kemudian ia tidur
dan didalam hatinya terdapat hafalan al-Qur’an adalah seperti tempat air yang
tertutup dan berisi minyak wangi misik.” (HR. Tirmdzi). Al-Hut, (t.th:144).
Menjalani hidup sebagai seorang santri terlihat sepele bagi sebagian orang.
Akan tetapi, kenyataan bahwa mereka jauh dari pengawasan orangtua, saudara, dan
sanak keluarga mengharuskan mereka untuk menjalani hidup 4 secara mandiri.
Masalah yang dialami santri akan menjadi semakin kompleks ketika mereka harus
tinggal di asrama dengan sejumlah santri lain yang belum pernah mereka temui
sebelumnya. Kemampuan santri untuk mengatur emosi dalam dirinya akan menentukan
keputusan untuk terus bertahan menjadi seorang santri atau justru berhenti
karena tidak kerasan. Hidup sebagai seorang santri di pondok pesantren sudah
diatur dalam otoritas pondok pesantren. Santri akan terikat dengan segala
peraturan dan tata tertib yang dibuat pihak pondok pesantren. Bagi sebagian
santri, aturan dan tata tertib dianggap perlu untuk menjaga perilaku santri
agar tetap taat. Namun, bagi sebagian santri yang lain, aturan dan tata tertib
di pondok pesantren dianggap sebagai batasan-batasan perilaku yang “harus”
dilanggar. Diantara perangkat untuk memelihara al-Qur’an adalah menyiapkan
orang yang menghafalkannya pada setiap generasi Qardhawi, (1999:188). Hal
tersebut sebagai upaya untuk mengakrabkan orang-orang yang beriman dengan kitab
sucinya agar mereka tidak buta terhadap isi kandungan yang ada di dalamnya.
Semangat menghafal al-Qur’an masih melekat di dada umat islam hingga saat ini.
Masih banyak lembaga pendidikan Islam dan pondok pesantren yang mengajarkan
materi menghafal al-Qur’an kepada para santrinya. Meskipun menghafal al-Qur’an
bukanlah pekerjaan yang mudah tetapi keistimewaan menghafal al-Qur’an justru
terletak pada berat, unik, dan panjangnya proses yang akan dilalui. 5 Sebagai
salah satu lembaga pendidikan bertanggung jawab terhadap pendidikan anak
didiknya, Pesantren Nurul Qur’an memiliki visi untuk Mencetak Santri yang
berbudi luhur dan berjiwa Qur’ani. Menghafal al-quran merupakan salah satu
program wajib bagi setiap santri di Pondok Pesantren Nurul Qur’an.
Santri penghafal quran di Pondok Pesantren Nurul Qur’an memiliki
kewajiban untuk menyetorkan hafalan dan mengulang hafalan yang telah disetorkan
sebelumnya. Kewajiban santri menyetorkan hafalan setiap harinya adalah minimal
satu shofhah (lembar) setiap harinya. Setelah santri menyetorkan hafalan,
santri masih memiliki kewajiban untuk mengulang hafalan sebelumnya kepada
ustadz. Demikian halnya bagi santri yang sudah memiliki hafalan 30 juz, mereka
masih memiliki kewajiban untuk menyetorkan hafalan dengan mengulang hafalan
qurannya secara bertahap. Terdapat perbedaan karakter antara juz 1-15 dan juz
16-30. Karakter ayat yang yang ada di juz 1-15 lebih panjang jika dibandingkan
dengan ayat-ayat yang ada di juz 16-30. Pada juz 16-30 lebih banyak ayat-ayat
yang mutasyabih atau sama. Sehingga dalam proses menghafal, para penghafal 1-15
juz akan merasa lebih sulit dan membutuhkan motivasi yang lebih tinggi
dibanding dengan para penghafal 16-30 juz. Berdasarkan pada penuturan Pengasuh
Pondok Pesantren Nurul Quran pada tanggal 26 Juni 2015, ada perbedaan hambatan
yang dihadapi para santri penghafal qur’an yang baru memulai hafalannya dengan
para santri penghafal qur’an yang sudah memiliki hafalan lebih dari15 juz.
Hambatan yang lebih 6 berat akan dialami santri yang baru memulai hafalan atau
yang memiliki hafalan di bawah 15 juz. Hal tersebut didasarkan pada keterangan
Pengasuh Pondok Pesantren Nurl Qur’an yang mengatakan jika bagi santri yang
memulai hafalan mereka akan membutuhkan dukungan dan pendampingan yang ekstra,
karena masalah seperti malas, tiba-tiba berhenti melanjutkan hafalan, dan
merasa tidak mampu menghafal jika dibandingkan dengan temannya yang memiliki
hafalan lebih dari 15 juz, akan membuat santri yang baru memulai hafalannya
menjadi terpuruk. Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Qur’an melanjutkan, jika
masalah yang dihadapi para santri penghafal qur’an yang sudah memiliki hafalan
lebih dari 15 juz berbeda dengan santri yang baru memulai menghafal. Santri
penghafal qur’an yang sudah memiliki hafalan lebih dari 15 juz akan merasa
lebih tertuntut untuk menyelesaikan hafalannya. Begitu juga dengan santri yang
sudah memiliki hafalan 30 juz, masalah yang sering dihadapi adalah rasa malas
untuk mengulang hafalannya. Hal lain yang juga membedakan penghafal qur’an
lebih 15 juz dengan penghafal yang baru memulai adalah jika penghafal quran
yang sudah memiliki hafalan 15-30 juz ketika menghadapi masalah yang mengganggu
hafalannya, mereka akan cenderung kembali semangat menghafal lebih cepat
dibanding santri yang baru memulai hafalannya. Keyakinan individu untuk
mengatasi suatu masalah, kemampuan untuk menemukan suatu cara yang dapat
mengurangi emosi negatif dan tidak 7 terpengaruh oleh emosi negatif yang
dirasakannya, adalah beberapa indikator perilaku yang menunjukkan kemampuan
regulasi emosi seseorang. Gross (dalam Anggraeny, 2014) menyatakan bahwa
regulasi emosi ialah strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar
untuk mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari
respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku. Seseorang yang memiliki regulasi
emosi dapat mempertahankan atau meningkatkan emosi yang dirasakannya baik
positif maupun negatif. Selain itu, seseorang juga dapat mengurangi emosinya
baik positif maupun negatif. Menghafal al Qur'an adalah bagian dari proses
pendidikan yang juga bermanfaat untuk regulasi emosi bagi santri, dengan proses
yang panjang dan lama maka penghafal al qur'an telah melatih dirinya untuk
sabar dan selalu semangat dalam menyelesaikan hafalannya.
Regulasi emosi setiap santri
mengalami perkembangan yang berbeda sehingga dari sinilah ketertarikan peneliti
muncul untuk melakukan penelitian psikologis dari para pengahafal al Qur'an.
Pondok Pesantren Nurul Qur’an Kraksaan Probolinggo mengembangkan pembelajaran
dan pendidikan dengan fokus pengembangan kualifikasi hafalan al-Qur’an namun
dengan tidak mengesampingkan ilmu-ilmu agama yang lain seperti Tauhid, Nahwu,
Shorrof, Fiqih, bahasa Arab, dan ulum al Qur'an serta lembaga pendidikan formal
dari RA, MI, MTs, MA. Pondok Pesantren Nurul Qur’an Kraksaan Probolinggo
memiliki heterogenitas usia santri mulai dari 8 yang usia TK sampai yang sudah
menjadi mahasiswasehingga akan sangat menarik untuk dilakukan penelitian
tingkat regulasi emosi dari semua santri, namun dengan keterbatasan dari
peneliti penelitian ini hanya akan difokus pada santri yang sudah hafal 30 juz
dan yang masih dalam proses menyelesaikan hafalannya. Dengan kehadiran dan
eksistensi lembaga semacam pesantren diharapkan kelak akan muncul generasi muda
muslim yang benar-benar memahami Islam sekaligus mempunyai kapabilitas dan
kesadaran untuk menyebarluaskan pengetahuannya di tengah- tengah lingkungan
masyarakat. Chairani & Subandi, (2010:3-4) mengatakan jika menghafal
al-Qur’an selain membutuhkan kemampuan kognitif yang memadai juga membutuhkan
tekad dan niat yang lurus, usaha keras, kesiapan lahir batin, dan pengaturan
diri yang ketat. Karena menghafal al-Qur’an merupakan aktivitas yang
membutuhkan perhatian yang serius, maka kondisi pribadi akan berpengaruh pada
kemampuan menghafal tersebut. Dalam menghafal al Qur'an yang memiliki banyak
tantangan sangat membutuhkan regulasi positif diantaranya rasa senang dan
mencintai aktifitas mengahfal al Qur'an sehingga muncullah motivasi yang kuat
untuk terus melangkah dalam menyelesaikan hafalan al Qur'an. Dengan adanya motivasi
yang kuat para santri akan tetap tangguh manakala mengalami rintangan dan
hambatan baik dari dalam dirinya ataupun dari factor eksternal. Motivasi
merupakan kekuatan, baik dari dalam diri maupun dari luar diri yang 9
mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, dan persepsi atau dengan kata
lain motivasi dapat dikatakan sebagai dorongan mental. Dalam proses menghafal
al-Qur’an, motivasi memiliki peranan penting sebab motivasi dapat menggerakkan
perilaku santri ke arah pencapaian hafalannya. Regulasi emosi positif dalam
menghafal al-Qur’an tidaklah sama antara santri yang satu dan santri yang lain.
Regulasi emosi positif dalam diri santri kadang kuat, kadang lemah,
bahkan pada suatu saat berubah menjadi regulasi emosi negatif. Menghafal
al-Qur’an secara relatif tidak semudah melakukan aktivitas belajar lain, oleh
karena itu kemampuan para santri dalam menata dan mengelola emosinya sangat
dibutuhkan dalam prosesnya. Regulasi emosi bagi santri timbul akibat adanya
pengaruh dari dalam diri santri itu sendiri maupun dari luar. Pengaruh dari
dalam diri dapat berupa kepribadian, rasa eksistensi diri, pengalaman,
kebutuhan, harapan, dan cita-cita yang menjangkau masa depan. Sedangkan dari
luar santri berupa pengaruh keluarga, lingkungan sekitar, dan faktor lain yang
sangat kompleks. Kualitas hafalan sangat ditentukan oleh ketekunan dan usaha
keras seorang penghafal al-Qur’an. Santri yang pandai meregulasi (mengatur)
dirinya dengan baik, akan mampu membawa dirinya menjadi seorang penghafal yang
kredibel, yang kualitas hafalannya baik pula, karena menghafal al-Qur’an butuh
kontinuitas (istiqomah) agar hafalan yang sudah didapat tidak hilang dan dapat
melafadzkan kembali dengan sempurna tanpa cacat. Kerumitan dalam menghafal
al-Qur’an yang menyangkut ketepatan membaca dan 10 pengucapan tidak bisa
diabaikan begitu saja, sebab kesalahan sedikitpun akan menimbulkan makna yang
berbeda. Apabila hal tersebut dibiarkan dan tidak dijaga secara ketat maka
kemurnian al-Qur’an menjadi tidak terjaga dalam setiap aspeknya. Hal ini dapat
dilihat pada regulasi emosi santri Pondok Pesantren Nurul Qur’an Kraksaan
Probolinggo dalam menghafal al-Qur’an. Beragam alasan dalam menghafal al-Qur’an
mempengaruhi tingkat penataan emosi santri dalam proses hafalannya yang
panjang. Sementara itu, tumbuhnya motivasi mampu menciptakan energi yang kuat
dalam menghafal al-Qur’an.Mereka yang memiliki regulasi emosi positif, sehingga
selalu istiqomah ternyata mampu menghafal dengan baik, begitu juga sebaliknya.
Dari latar belakang tersebut, dengan merasa perlu untuk melakukan penelitian
tentang perbedaan regulasi emosi para santri yang menghafal 1-15 juz dengan
santri yang menghafal 16-30 juz dengan judul penelitian, “Perbedaan Regulasi
Emosi antara Penghafal Quran 1-15 Juz dan Penghafal Qur'an 16-30 Juz di Pondok
Pesantren Nurul Qur’an Kraksaan, Probolinggo".
B.
Rumusan
Masalah
Berangkat dari judul skripsi dan latar belakang masalah yang telah
diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan beberapa masalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana tingkat Regulasi Emosi penghafal Qur’an 1-15 juz Di
Pondok Pesantren Nurul Qur’an Kraksaan, Probolinggo?
2. Bagaimana tingkat
Regulasi Emosi penghafal Qur'an 16-30 juz di Pondok Pesantren Nurul Qur’an
Kraksaan, Probolinggo?
3. Adakah Perbedaan tingkat Regulasi Emosi Antara Penghafal Qur'an
1-15 juz dengan penghafal Qur'an 16-30 juz di Pondok Pesantren Nurul Qur’an
Kraksaan, Probolinggo? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di
atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tingkat Regulasi Emosi penghafal Qur’an 1-15
juz Di Pondok Pesantren Nurul Qur’an Kraksaan, Probolinggo.
2. Untuk mengetahui tingkat
Regulasi Emosi penghafal Qur'an 16-30 juz di Pondok Pesantren Nurul Qur’an
Kraksaan, Probolinggo.
3. Untuk mengetahui adakah Perbedaan Regulasi Emosi Antara
Penghafal Qur'an 1-15 juz dengan penghafal Qur'an 16-30 juz di Pondok Pesantren
Nurul Qur’an Kraksaan, Probolinggo.
D. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan judul
“Perbedaan Regulasi Emosi Antara Penghafal Quran 15 Juz dengan Penghafal Qur'an
30 juz Di Pondok Pesantren Nurul Qur’an Kraksaan Probolinggo”, maka manfaat
yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi para
penghafal al Qur’an akan pentingnya motivasi dalam menghafal al-Qur’an.
2. Hasil penelitian ini
dapat dijadikan sebagai acuan bagi para penghafal alQur’an bagaimana seharusnya
mngelola emosi dalam menghafal al Qur'an.
3.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran atau informasi yang
jelas tentang ada tidaknya perbedaan antara regulasi emosi santri yang telah
hafal 1-15 juz dengan yang hafal 16-30 juz. 4. Hasil penelitian dapat menambah
khazanah ilmu pengetahuan, baik bagi civitas pondok pesantren huffadz maupun
siapa saja yang sedang bergelut di dunia pendidikan.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Perbedaan regulasi emosi antara penghafal Qur'an 1-15 juz dan penghafal Qur'an 16-30 juz di Pondok Pesantren Nurul Qur'an Kraksaan, Probolinggo" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah iniDOWNLOAD
No comments:
Post a Comment