Abstract
INDONESIA:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika psikologis gotong-royong khususnya pada survivor bencana. Dinamika psikologis gotong-royong yang dimaksudkan adalah untuk mengetahui gambaran sikap gotong-royong survivor serta peran gotong-royong bagi survivor dalam proses recovery.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologi. Subjek penelitian adalah survivor bencana Erupsi Gunung Kelud. Penelitian dilakukan di Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Metode pengambilan data yang digunakan adalah dengan melakukan observasi partisipan, wawancara mendalam dan dokumentasi.
Dari hasil analisis penelitian dapat disimpulkan bahwa gotong-royong dimaknai sebagai media hiburan bagi survivor dari trauma dan stressor yang dihadapi dengan bentuk gotong-royong yang tercermin dalam perilaku prososial yaitu helping, donating, sharing, dan cooperating. Dengan peranan gotong- royong yang dimunculkan pada proses recovery yaitu social support, problem solving, copping stress dan social relation.
ENGLISH:
This study aims to determine the psychological dynamics of mutual cooperation, especially in the disaster survivors. Psychological dynamics of mutual cooperation, is meant to describe the survivor mutual cooperation and the role of mutual cooperation, for survivors in the recovery process.
This research was conducted using qualitative method with phenomenological study approach. Subjects were catastrophic eruption of Mount Kelud survivor. The study was conducted in Pandansari, Ngantang, Malang. The data collection method used is to perform participant observation, indepth interview and documentation.
From the analysis of this study concluded that mutual cooperation, is defined as a self help to entertainment for survivors from trauma and stessor. In mutual cooperation reflected in prosocial behavior that is helping, donating, sharing, and cooperating. With the role of mutual assistance that appear in the recovery process is social support, problem solving, stress copping and social relations.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia memiliki berbagai
sumber daya alam, dan pemandangan yang indah akan tetapi dilain sisi juga
merupakan wilayah yang rawan akan terjadinya bencana. Wilayah Indonesia kaya
dengan energi panas bumi, tetapi panas bumi ada yang terkait dengan keberadaan
gunung berapi. Demikian juga dengan lempengan-lempengan bumi yang melingkari
wilayah Indonesia. Kondisi bumi yang demikian, meyebabkan wilayah Indonesia
sangat rawan terhadap bencana (Iskandar, 2013 : 31) Bencana merupakan rangkaian
peristiwa yang mengancam dan menganggu kehidupan dan juga penghidupan
masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan / atau non alam sehingga
mengakibatkan korban jiwa manusia, keruskan lingkungan, kerugian harta benda
dan juga dampak psikologis (Ramli, 2010 : 17) Seperti halnya bencana yang
terjadi satu tahun lalu, Gunung Kelud yang mempunyai ketinggian 1.731 meter di
atas permukaan laut meletus eksplosif. Sekitar 150 juta meter kubik material
vulkanis yang terdiri dari abu, pasir, dan bebatuan tersembur dari dalam perut
gunung. Lava pijar menyembur setinggi 17 kilometer. Tingginya semburan itu
berkorelasi dengan jangkauan jatuhnya abu 2 sehingga sebarannya menimpa hampir
seluruh Jawa (Kompas, 13 februari 2014). Erupsi Gunung Kelud terjadi pada kamis
13 februari 2014 dimulai pukul 22.49 WIB dengan rentang waktu erupsi ± 32 jam
yaitu pada kamis, 13 Pebruari 2014 pukul 22.49 WIB s/d sabtu, 15 Pebruari 2014
pukul 06.00 WIB. Saat itu sekitar 180.000 jiwa yang ada di sekitar Gunung Kelud
mengungsi ke daerah aman. Mereka berasal dari 3 kabupaten, yakni Kabupaten Kediri,
Kabupaten Blitar serta Kabupaten Malang(Kompas 14 Februari 2014). Pada erupsi
kali ini menyisakan beragam cerita dan kegelisahan bagi masyarakat, khususnya
bagi masyarakat yang berada pada radius terdekat dengan lereng Gunung Kelud
seperti kecemasan yang berkepanjangan akan terjadinya bencana lagi, hancurnya
rumah beserta harta bendanya, porakporandanya tatanan insfratruktur, lahan
pertanian maupun peternakan yang mengalami kerusakan dan juga melemahnya
perekonomian masyarakat (Hasil wawancara Subyek C, Rabu 4 juli 2014) Sementara
survivor (korban selamat), adalah orang yang terluput dari bencana, orang yang
selamat dari tekanan dasyat yang dihadapi (Diana, 2012). Bencana alam akan
menimbulkan berbagai dampak yang berarti bagi kehidupan masyarakat dapat berupa
korban jiwa, luka, pengungsian, kerusakan pada insfrastruktur/ aset,
lingkungan, harta benda, penghidupan, gangguan pada stabilitas sosial, ekonomi,
polotik,pendidikan, hasil-hasil pembangunan, 3 ketidakseimbangan kondisi
psikologis yang pada akhirnya dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat
(Nurjannah dkk, 2012 : 32) Berikut sekilas dampak dari bencana alam yang
dirasakan oleh para survivor Erupsi Gunung Kelud : “Yaa kondisi rumah yang
rusak itu mbak, tapi habis itu dapet batuan dari luar, selain itu lahan
pertanian yang rusak jadi masyarakat yang sebagian besar pekerjaannya jadi
petani ya tidak bisa bekerja kayak sebelume.
Nah yaa banyak lah mbak yang berubah” (WS1.LM : 01) “Yaah sebenere
akeh lah mbak seng berubah, lha kenek Guntur kok. Biasae seng semangat nang
sawah, saiki sawahe kenek Guntur kan yo durung iso pulih koyo sebelume mbak,
terus ekonomine yo mesti gak karuan wes mbak saiki, walaupun akeh bantuan sing
masuk mbak tapi masyarakat iku isek mikir kurang ae mbak saiki, dadine saiki
iku masyarakat wes mikir awake dewe tok mbak, seng gae kepentingan-kepentingan
umum iku wes ora diurusi mbak. Oh iyo ambek iki mbak, masyarakat saiki iku ya
luwih emosian mbak, titik-titik ono perkoro opo ngunu langsung emosi ae mbak”
(WS3.KP : 28) Berdasarkan apa yang diutarakan oleh survivor KP bahwasanya
setelah terjadinya erupsi menjadikan rusaknya lahan pertanian, kondisi ekonomi
yang tidak stabil, dengan banyaknya bantuan yang masuk tetapi masyarakat masih
merasa serba kekurangan yang membuat seseorang cenderung individualis dengan
mengabaikan kepentingan-kepentingan umum, selain itu juga masyarakat menjadi
lebih mudah tepancing emosi. Sementara itu,Erupsi Gunung Kelud selain
mengakibatkan kerugian secara finansial juga memberikan dampak psikologis yang
berarti pada masyarakat khususnya pada masyarakat yang berada pada radius dekat
dengan lereng 4 gunung kelud yaitu Desa Pandansari Kecamatan Ngantang terlebih
lagi pada beberapa dusun terdekat yaitu dsn.Sambirejo, dsn.Munjung dan juga
dsn.Wonorejo yang mengalami beberapa perubahan dalam aspek sosialnya yaitu pada
fenomena gotong-royong (Hasil Observasi, 27 Juni 2014) “Ya otomatis gotong
royong sekarang yang berubah, masyarakat kebanyakan individu sekarang, susah
kalo untuk gotong-royong untuk kepentingan umum” (WS3.KP : 05) Bagi orang yang
didepan itu minusnya gotong-royong masyarakat sekarang semakin memudar, sama
semua ketiga dusun yaitu dsn.Kutut dsn.Munjung dan dsn.Pait yang dikeluhkan
juga gitu sekarang itu susah kalo ngajak masyarakat buat kerja bakti” (WS2.KM :
04) Berdasarkan hasil wawancara, menurut KP setelah erupsi Gunung kelud
perubahan yang dirasakan yaitu masyarakat lebih cenderung individualis dan juga
aspek gotong royong yang berubah. Begitu halnya menurut KM gotong royong
masyarakat sekarang semakin memudar, hal tersebut terjadi pada ketiga dusun
dengan radius terdekat dengan gunung kelud yaitu dsn.Wonorejo dsn.Sambirejo dan
juga dsn.Munjung yang mana masyarakat susah diajak untuk kerja bakti (Hasil
wawancara KP dan KM 01 April 2015) Membahas mengenai gotong-royong, tema ini
merupakan tema yang tidak asing lagi dalam kehidupan bermasyarakat karena
gotong-royong telah beruratberakar dan tersebar dalam kehidupan masyarakat
Indonesia dan merupakan pranata asli paling penting dalam pembangunan (Collette,
1987). 5 Bagi bangsa Indonesia, gotong royong tidak hanya bermakna sebagai
perilaku, namun juga berperan sebagai nilai-nilai moral. Artinya gotong royong
selalu menjadi acuan perilaku, pandangan hidup bangsa Indonesia dalam berbagai
macam wujudnya. Sebagaimana diketahui,setiap perilaku yang ditampilkan manusia
selalu mengacu kepada nilai-nilai moral yang menjadi acuan dan juga pandangan
hidupnya. Penerapan nilai gotong royong di Indonesia mengalami pasang surut
penggunaannya mengikuti arus dan gelombang masyarakat penggunanya
(dinamis)(Kartodirjo, 1987). Gotong-royong ini menjadi suatu nilai yang penting
dalam kehidupan bermasyarakat yang mana didalamnya terdapat wujud perilaku
saling menolong antar sesama. Terlebih lagi bagi para survivor bencana yang mengalami
berbagai tekanan setelah bencana membutuhkan beragam dukungan sosial yang salah
satunya bisa tercermin dari perilaku menolong yang dilakukan antar sesamanya.
Seperti halnya yang disampaikan oleh beberapa survivor bencana erupsi Gunung
Kelud mengenai pentingnya sikap saling menolong antar sesama, sebagai berikut :
“Kalo untuk pedesaan itu ya sangat penting, sangat penting (dengan penekanan)
untuk saling membantu antara satu warga dengan warga yang lainnya…” (WS2.KM :
08) “Saya tidak bisa menilai mbak, samean nilai dewe, kok sampean nilai seratus
gak popo wes. Pokok.e nek menurut saya iku suangat-sangat penting mbak. Bukan
lagi dinilai kurang atau lebih tapi sangat (dengan penekanan, dan nada suara
lebih tinggi)….” (WS1.LM : 25) 6 Dalam prespektif agama islam tolong-menolong
juga telah menjadi satu bagian yang tidak dapat dihilangkan dari ajaran Islam.
Islam menganjurkan umatnya untuk saling tolong menolong satu dengan yang
lainnya, Sebagaimana potongan Q.S Al-Maidah ayat: 2 berikut dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. Sikap saling menolong yang
tercermin dalam budaya gotong-royong yang ada di masyarakat sebelumnya telah banyak
mendapat perhatian dari beberapa peneliti yang melakukan riset sosial budaya di
Indonesia yang mengakui adanya kearifan tradisional bangsa Indonesia termasuk
kearifan dalam berbagai kehidupan sosial budaya. Hildreed Geertz, seorang
antropolog Amerika dalam bukunya The Javanese Family (Keluarga Jawa) mengakui
bahwa masyarakat Jawa dipengaruhi oleh dua nilai besar yang menjadi ruh dalam
kehidupan kesehariannya yaitu nilai urmat (hormat) dan rukun (Geertz,
1983:154). 7 Selain itu, dalam prakteknya sikap gotong-royong yang dilakukan
oleh survivor ini meliputi perilaku prososial yang merupakan suatu tindakan
menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan
langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin melibatkan
suatu resiko bagi orang yang menolong, yang mana perilaku prososial ini
meliputi tindakan helping, donating, sharing dan juga cooperating (Baron &
Byrne, 2005) Gotong-royong yang didalamnya terdapat praktek tindakan
tolongmenolong . Dalam tindakan tolong-menolong tersebut terdapat banyak hal
yang memotivasi individu untuk berperilku menolong seperti halnya yang dialami
oleh para survivor, dengan berbagai perubahan yang terjadi sehingga menjadi hal
yang penting untuk mengkaji ulang faktor motivasi berperilaku menolong seperti
teori evolusi yang lebih menekankan pada kin protection dan biological
reciprocity. Kemudian dalam teori belajar yang mengutamakan pada social
learning theory dan social exchange theory. Teori empati yang didalamnya
terdapat empathy altruism hypothesis, negative stat relief model dan emphathic
joy hyphotesis. Selain itu dalam teori noma sosial juga menerangkan tentang
reciprocity normdan the social responsibility norm(Tim Penyusun Psikologi UI,
2009) Setelah ditimpa bencana dengan dampak yang dasyat, para survivor masih
dalam upaya recovery (pemulihan). Recovery sering dimaknai sebagai upaya
bangkit kembali. Dalam hal ini adalah bangkit kembali setelah mengalami 8
keterpurukan akibat bencana yang dihadapi. Ketika dampak utama yang dimunculkan
setelah bencana lebih pada perubahan aspek sosial dalam kebiasaan gotong-royong
sehingga fokus recovery juga berada pada zona social and cultural recovery.
Seperti budaya dalam tatanan social kemasyarakatan yang telah mengakar dalam
masyarakat bisa saja akan bergeser maupun hilang akibat terjadinya bencana,
sehingga memerlukan pemulihan untuk kembali ke tatatanan masyarakan seperti
yang telah menjadi tradisi dalam masyarakat tersebut sebelum terjadinya
bencana. Sangat penting untuk memahami nilai-nilai budaya untuk menentukan
langkah pemulihan seperti apa yang tepat untuk diterapkan diwilayah tersebut
(Marshella, Johnson, Watson dan Grycyznski, 2008) Setelah terjadinya bencana,
survivor mengalami banyak tekanan dan tuntutan sehingga menimbulkan banyak
beban yang dialami, namun dengan adanya gotong-royong ini menjadi suatu warisan
budaya yang sangat penting kaitannyan dengan proses recovery yang sedang
dilakukan oleh survivor. Seperti cuplikan hasil wawancara berikut : “yah kalo
gak dimaknai yo sepele mbak, Cuma angkat-agkat bareng ngunu ae tapi sebenere
mbak uakeh manfaat lan hikmahe apalagi pas pemulihan iki mbak. Kalo dianalisa
itu ya lebih dari sepuluh poin iku mbak peran gotong royong niku.”(WS3.LM.86)
“manfaate utamae yo kanggo pemulihan iku mbak seng tak rasakno bener-bener iku
yo gotong-royong iku iso dadi media kumpul ben rasa sosial iki tambah, terus
aku yo iso tambah raket 9 tambah rukun karo masyarakat. Iso luwih ngerti
maslah-masalah keluhan-keluhan yang dihadapi masyarakat.Soale kadang pas
gotong-royong ngunuku mbak wargaku iku cerito-cerito masalahmasalahe sing
dihadapi stelah erupsi entah keluhan sing pribadi atau keluhan
umum..”(WS3.KM.56) Berdasarkan cuplikan data wawancara tersebut, para survivor
memaknai gotong-royong bukan sebagai hal sepele hanya sekedar mengerjakan
sesuatu bersama, akan tetapi banyak peranan penting dalam gotong-royong yang
kaitannya dengan proses pemulihan yang sedang dihadapi oleh para survivor.
Gotong-royong bagi para survivor ini digunakan sebagi media untuk berkumpul
agar bisa mempererat hubungan sosial.
Nilai urmat dan rukun inilah
yang akhirnya membentuk pribadi masyarakat sebagai pribadi yang mengutamakan
harmoni, keselarasan sosial dan menghindari konflik. Kehidupan harmoni
masyarakat Indonesia salah satunya terwujud dalam budaya yang disebut gotong
royong (Prasetyo, 2009:83). Kegiatan gotong royong sudah tidak dapat dipungkiri
lagi sebagai ciri khas bangsa Indonesia yang turun temurun, sehingga
keberadaannya harus dipertahankan. Pola seperti ini merupakan bentuk nyata dari
solidaritas mekanik yang terdapat dalam kehidupan masyarakat, sehingga setiap
warga yang terlibat di dalamnya memiliki hak untuk dibantu dan berkewajiban
untuk membantu, karena saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya.
Bermula dari fenomena dilapangan yang terjadi pada survivor bencana pasca
erupsi Gunung kelud dan juga penjelasan diatas mengenai gotong-royong 10
sehingga peneliti tertarik untuk mengkaji ulang gotong royong sebagai satu
aspek yang penting kaitannya dengan kondisi masyarakat pasca erupsi dan juga
untuk mengetahui lebih mendalam gambaran gotong-royong survivor setelah
terjadinya bencana serta peran-perang yang dimunculkan gotong-royong dalam
proses recovery. Sehingga ingin mengungkapkan dalam penelitian ilmiah, dengan
mengambil judul “Dinamika Psikologis Gotong-Royong (Studi Fenomenologi pada
Survivor Bencana Pasca Erupsi Gunung Kelud di Ds.Pandansari Kec.Ngantang)
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang
tersebut dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah gambaran gotong-royong survivor pasca erupsi Gunung
Kelud?
2. Bagaimanakah peran gotong-royong bagi survivor pada proses
recovery erupsi Gunung Kelud?
C.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan
penelitian diatas maka tujuan pokok dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui gambaran
gotong-royong survivor pasca erupsi Gunung Kelud
2. Untuk mengetahui peran gotong-royong bagi survivor pada proses
recovery pasca erupsi Gunung Kelud
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat, bagi
perkembangan ilmu psikologi khususnya dibidang psikologi social dan psikologi
bencana yang berkaitan dengan dinamika gotong-royong pada survivor bencana
erupsi Gunung Kelud. Serta menambah pengetahuan atau referensi untuk bahan
penelitian bagi peneliti selanjutnya.
2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan memperoleh
informasi tentang pemaknaan gotong-royong menurur survivor bencana khususnya
bencana erupsi Gunung kelud, dan juga peran gotong royong pada proses recovery
bagi survivor. Selain itu juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai kondisi psikologis yang dihadapi oleh para survivor setelah
terjadinya bencana, karena terjadi banyak fenomena di masyarakat.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Dinamika psikologis gotong-royong: Studi fenomenologi pada survivor bencana erupsi Gunung Kelud di Desa Pandansari Kecamatan Ngantang." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
2 comments:
nike cortez
jordan retro
nike polo
ysl
nike lebron soldier 11
adidas nmd r1
kyrie 3
pandora charms
kobe shoes
nike zoom
yeezy boost 350 v2
jordan retro
hyperdunks
nike roshe
links of london
yeezy shoes
zx flux
fitflops sale clearance
michael kors handbags
yeezy 700
Post a Comment