Abstract
INDONESIA:
SMP Kartika IV-8 dan SMP Kartika IV-9 adalah sekolah yang berada dibawah Yayasan Kartika Jaya Koordinator XL Dim 0833 Rem 083 Cabang IV Brawijaya. Kedua sekolah ini telah memiliki nilai dan norma yang dibentuk sebagai budaya organisasi. Penerapan budaya organisasi pada SMP Kartika IV-8 dan SMP Kartika IV-9 dilakukan secara turun temurun dari sesama rekan guru, guru yang sudah lama mengajari guru baru. Namun hal ini tidak dibarengi dengan kinerja yang cukup baik.
Tujuan yang hendak diketahui dari penelitian ini adalah (a)Untuk mengetahui tingkat budaya organisasi di SMP Kartika IV-8 dan SMP Kartika IV- 9 Malang.(b)Untuk mengetahui tingkat kinerja guru di SMP Kartika IV-8 dan SMP Kartika IV-9 Malang. (c)Untuk mengetahui ada atau tidak hubungan budaya organisasi dengan kinerja guru di SMP Kartika IV-8 dan SMP Kartika IV-9 Malang.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasional. Variabel bebas (X) budaya organisasi dan variabel terikat (Y) kinerja guru. Subjek penelitian adalah seluruh populasi berjumlah 57 responden dengan pertimbangan anggota populasi yang tidak terlalu banyak. Peneliti menggunakan metode kuisioner dalam pengumpulan data. Analisa keseluruhan data menggunakan aplikasi komputer SPSS for windows.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (a) Budaya organisasi di SMP Kartika IV-8 dan IV-9 Malang tergolong kuat dengan prosentase 91,2 % , (b) Tingkat kinerja guru di SMP Kartika IV-8 dan IV-9 berada pada kategori tinggi dengan prosentase 70,2%, dan (c) Terdapat hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja guru di SMP Kartika IV-8 dan IV-9 Malang dengan koefisien yang diperoleh adalah sebesar 0,480 bernilai positif dengan peluang ralat atau 0,05 atau 5% pada taraf signifikan 0,000 ≤ 0,05 sehingga hipotesis diterima.
ENGLISH:
Junior High School Kartika IV-8 and Kartika IV-9 are school is that are under Kartika Jaya Foundation Coordinator XL Dim 0833 REM 083 Affiliate Brawijaya IV. Both ofthese schools have values and norms as organizational culture that is shaped. The application oforganizational culture in Junior High School Kartika IV-8 and IV-9 are doing from generation to generation by the teachers. The teachers who are teaching in a long time in those schools taught the newteacher about organizational culture. but, this is not coupled with good performance.
The Objectives of this study are:(a) To know the level of organizational culture in Junior High School Kartika IV-8 and Junior High School Kartika IV-9 Malang. (b) To know the level of teacher performance in Junior High School Kartika IV-8 and Junior High School Kartika IV-9 Malang. (c) To know the relationship between the organizational culture and the teacher performance in Junior High School Kartika IV-8 and Junior High School Kartika IV-9 Malang, it is whether or not.
The method that is used in this study is a quantitative correlation. The independent variable is organizational culture (X) and the dependent variable is the performance of teachers (Y). The Subjects of this study are all of the teachers in Junior High School Kartika IV-8 and Junior High School Kartika IV-9 that are 57 respondents as the population. The researcher chose all of them because the population are not too much. In collecting the data, the researcher used questionnaires method. The analysis all of the data use SPSS for windows application.
The results of this study are: (a) The organizational culture in Junior High School Kartika IV-8 and Junior High School Kartika IV-9 Malang is strong with a percentage of 91,2%. (b) The levels of the teacher performance in Junior High School Kartika IV-8 and IV-9 Malang are high with percentage of 70,2%. (c) There is any relationship between organizational culture with the performance of teachers in Junior High School Kartika IV-8 and IV-9 Malang, with the coefficient is obtained amounted 0,480. This indicates the positive value with opportunities misprint or 0,05 or 5% and the significant level 0,000 ≤ 0,05 that caused the hypothesisis accepted.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sejak sejarah manusia lahir mewarnai rutinitas
kegiatan dunia ini, pendidikan merupakan hal penting dalam komunikasi sosial.
Manusia sebagai khalifah yang menjadi pemimpin di bumi ini senantiasa dibekali
akal untuk mempelajari setiap yang ia temukan dan kemudian menjadikannya
sebagai konsep atau pegangan hidup. Masa kini globalisasi telah mengubah cara
hidup manusia sebagai individu, sebagai warga masyarakat dan sebagai warga
bangsa. Tidak seorangpun yang dapat menghindar dari arus globalisasi. Setiap
individu dihadapkan pada dua pilihan, yakni dia menempatkan dirinya dan
berperan sebagai pemain dalam arus perubahan globalisasi atau dia menjadi korban
dan terseret derasnya arus globalisasi. (Kunandar, 2007:36). Arus globalisasi
juga masuk dalam wilayah pendidikan dengan berbagai implikasi dan dampaknya,
baik positif maupun negatif. Dampak ini yang akan menentukan warna pada dunia
pendidikan, apalagi dunia pendidikan menjadi sorotan dan masih dianggap sebagai
kekuatan utama dalam komunitas sosial untuk mengimbangi laju berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di era globalisasi ini. Dalam konteks ini
tugas dan peranan guru sebagai ujung tombak dunia pendidikan sangat berperan.
(Kunandar, 2007:37). 2 Guru merupakan pendidik professional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada jalur formal. Tugas dan peran guru dari hari ke hari semakin
berat, seiring dengan perkembangan IPTEK. Guru sebagai komponen utama dalam
dunia pendidikan dituntut untuk mampu mengimbangi bahkan melampaui perkembangan
IPTEK yang berkembang dalam masyarakat. Banyak tantangan globalisasi yang harus
disikapi guru, karena mau tidak mau guru adalah salah satu faktor utama penentu
mutu pendidikan. (Sudarwan, 2010:17). Gurulah yang berada di garda terdepan
dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia. Guru berhadapan langsung dengan
para peserta didik di kelas melalui proses belajar mengajar. Di tangan gurulah
akan dihasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, skill
(keahlian), kematangan emosional, dan moral serta spiritual. Dengan demikian,
akan dihasilkan generasi masa depan yang siap hidup dengan tantangan zamannya.
Oleh karena itu, diperlukan sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi,
dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya (Kunandar,
2007:40). Hamzah B Uno (Martinis dan Maisah, 2010:87) juga menjelaskan bahwa
tenaga pengajar (guru) merupakan suatu profesi yang berarti suatu jabatan yang
memerlukan suatu keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh
sembarang orang. Apalagi dalam perubahan kurikulum yang menekankan kompetensi,
guru memegang peran penting dalam pelaksanaan 3 kurikulum KBK, karena pada
akhirnya gurulah yang melaksanakan kurikulum di dalam kelas. Menurut mantan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hasan, sebaik apapun kurikulum dan
sistem pendidikan yang ada, tanpa di dukung oleh mutu guru yang memenuhi
syarat, maka semuanya akan sia-sia.
Seiring dengan tuntutan mutu
pendidikan, maka pemerintah dewasa ini membuat peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi guru dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005. Guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan nasional. Sedangkan untuk kompetensi dasar
yang harus dimiliki guru menurut Departemen Pendidikan Nasional adalah
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
professional. (Kunandar, 2007:72). Kompetensi pedagogik yang harus dimiliki
guru meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. Kompetensi kedua yaitu
kompetensi kepribadian meliputi kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang mantap, stabil, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi
perserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi ketiga adalah kompetensi sosial
yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan 4
masyarakat sekitar. Kompetensi terakhir adalah kompetensi professional yang
meliputi penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup
penguasaan materi kurikulum mata pelajaran disekolah dan substansi keilmuan yang
menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi
keilmuannya. (Sudarwan, 2010:25). Keempat kompetensi dasar ini pada praktiknya
merupakan satu kesatuan yang utuh. Kompetensi yang akan menjadi bekal bagi
seorang guru untuk melaksanakan tugas dan fungsinya. Kompetensi dasar diatas
merupakan cerminan dari kondisi ideal guru untuk menunjukkan kinerja yang baik.
Banyak kontroversi antara kondisi ideal yang harus dijalani guru sesuai
ketetapan pemerintah dengan kenyataan tentang kondisi guru yang tetap
terabaikan dalam keberdayaannya dan kurang mendapat kesempatan melakukan
pengembangan diri. Padahal salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja guru
adalah faktor Sumber Daya Manusia (SDM) yang meliputi pengetahuan,
keterampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen guru. Jika
kondisi guru untuk mengembangkan potensi diri terabaikan bagaimana bisa guru
dapat memberikan kinerja yang baik. (Martinis dan Miasah, 2010:88). Selain
faktor SDM yang merupakan faktor internal, sistem kepercayaan yang menjadi
pandangan hidup seorang guru, juga memiliki pengaruh besar yang ditimbulkan dan
berpretensi bagi pembentukan kinerjanya. Kinerja guru juga memiliki faktor
internal yaitu beberapa hal dari luar pribadi guru yang ikut mempengaruhi kinerjanya.
Seperti upah kerja yang dapt memenuhi 5 kebutuhan, suasana kerja yang
menggairahkan atau hubungan komunikasi atasan bawahan yang serasi, penanaman
sikap dan pengertian di kalangan pekerja, penghargaan atas prestasi (need of
achievement), serta sarana yang menunjang kesejahteraan mental dan fisik
(hiburan, masjid, rekreasi, dll) (Barizi, 2009:152). Sedangkan faktor sistem
yang termasuk mempengaruhi kinerja guru terdiri dari fasilitas kerja yang
diberikan oleh pimpinan sekolah (yayasan), proses organisasi dan kultur kerja
dalam organisasi (sekolah). Dimaksud sistem disini adalah adanya komunikasi
atasan dan bawahan, mengenai apa yang diperlukan seorang pegawai dan kultur
kerja yang telah ditetapkan. Jika antara kondisi guru dan faktor sistem tidak
disesuaikan akan membuat kinerja guru menurun seiring kondisinya yang menurun
pula. (Martinis dan Maidah, 2010:130). Penelitian dalam jurnal yang dilakukan
oleh Eliezer Yariv (2011) menemukan bahwa kinerja guru yang buruk memiliki
banyak penyebab. Karena manajemen dari kepala sekolah yang tidak sesuai harapan
guru. Sekitar 20% dari kasus yang ditemukan menejemen yang buruk dan kekurangan
administrator sebelumnya. Kemudian menyusul 27% kasus guru muda yang baru
beberapa tahun bekerja belum bisa menerapkan sistem pendidikan yang diterapkan
sekolah. Inkompetensi menyumbang 27% kasus, lebih banyak guru laki-laki dan
tingkat kelas yang lebih rendah memiliki inkompetensi rendah. Motivasi rendah
para guru menyumbang hampir 40% kasus. 6 Pada jurnal yang ditulis Eliezer Yariv
(2011) juga menemukan bahwa yang mempengaruhi selain kasus-kasus diatas juga
karena masalah kepribadian guru. Salah satu guru berkompeten dan berpendirian
kuat baru saja pindah ke sebuah sekolah dan ketika mengemukakan kritiknya
banyak guru yang tidak suka. Sehingga dia tidak bisa menunjukkan kinerja baik
karena tidak mendapat dukungan dari teman seprofesi. Hasil penelitiannya
menunjukkan tidak adanya hubungan antar kesulitan yang mempengaruhi kinerja
guru sehingga setiap kesulitan yang dihadapi tidak terhubung kejenis kesulitan
lain. Jika kita membicarakan mutu pendidikan dan mutu guru sesungguhnya hal ini
tak bisa lepas dari peranan sekolah itu sendiri yang merupakan tempat
penyelenggaraan pendidikan formal. Melalui sentuhan guru di sekolah diharapkan
mampu menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi tinggi dan siap
menghadapi tantangan hidup. Sekarang dan ke depan, sekolah sebagai organisasi
pendidikan harus mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, baik
secara akademis maupun sikap mental (Kunandar, 2007:37). Untuk mendukung
sekolah dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia, pemerintah memberikan
wewenang pada kepala sekolah untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan secara
luas. Pemberian otonomi pendidikan yang luas pada sekolah merupakan kepedulian
pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat serta upaya
peningkatan mutu pendidikan secara umum. Hal ini memperjelas bahwa sekolah
telah 7 menjadi organisasi pendidikan yang memiliki kebijakan sendiri namun
tetap berada pada garis yang telah diatur pemerintah (Mulyasa, 2007:11).
Menurut Tossi, Rizzo dan Carroll (1994) bahwa organisasi terdiri dari kelompok
orang-orang yang bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Tujuan tersebut
tercermin dalam visi dan misi sekolah yang akan menjadi landasan peran seorang
guru di sekolah. Tujuan tersebut juga yang akan melahirkan kebijakan sekolah
yang dibuat dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan
agar dapat menampung keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerjasama
yang erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah dalam kaitannya sebagai
unit-unit organisasi yang memiliki hubungan integrasi. (Munandar, 2011:263).
Sebagai suatu organisasi, sekolah pastinya
memiliki kumpulan nilai, norma, ungkapan dan perilaku yang ikut menentukan
bagaimana orang-orang dalam organisasi saling berhubungan dan sebesar apa
mereka menggunakan tenaga mereka dalam organisasi. Hal ini akan tercapai dengan
mencocokkan nilai-nilai karyawan dengan nilai-nilai organisasi. Nilai dan norma
ini merupakan jabaran dari visi dan misi yang akan dilakukan terus menerus dan
menjadi ciri khas sekolah tersebut sehingga menjadi budaya organisasi (Munandar
2011, 264). Budaya organisasi terdiri dari asumsi-asumsi dasar yang dipelajari
sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul. Membangun budaya organisasi tidak
semudah yang diucapkan, harus melalui proses lama dan berkelanjutan. Disebut
proses yang berkelanjutan karena budaya organisasi 8 dibentuk dan
dipertahankan, dengan kata lain bahwa budaya organisasi dapat berubah bila
nilai dan perilaku (asumsi dasar) yang digunakan ternyata sudah tidak tepat dan
perlu diganti dengan nilai dan perilaku (asumsi dasar) lain. Perubahan nilai
dan perilaku ini disesuaikan dengan perkembangan zaman. Hal ini untuk
mempertahankan eksistensinya dan agar dapat berkembang karena berhubungan
dengan output yang dihasilkan oleh organisasi tersebut. (Munandar, 2011:265).
Budaya organisasi memilik beberapa fungsi yaitu sebagai pembeda dengan
organisasi lain, sebagai rasa identitas dari anggota, mementingkan komitmen
organisasi di atas kepentingan individu, meningkatkan kemantapan sistem sosial,
sebagai pembentuk sikap dan perilaku anggota. Budaya yang tertanam kuat dapat
dipastikan beranggotakan individu yang memiliki komitmen dan loyalitas tinggi
serta rela berkorban demi tercapainya tujuan organisasi. Sedangkan organisasi
yang lemah tidak mampu membuat anggotanya mengindentifikasikan dirinya dan
bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan organisasi (Robbins 2001, 248). Penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Jumari, Md. Yudana, IGK. A. Sunu berjudul
Pengaruh Budaya Organisasi, Efikasi diri dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja
Mengajar Guru SMK Negeri Kecamatan Denpasar Selatan. Hasil penelitian
menunjukkan adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara budaya
organisasi, efikasi diri dan kepuasan kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK
Negeri Kecamatan Denpasar Selatan. Penelitian lain dilakukan oleh Rohana Insia
(2009) dalam skripsinya yang berjudul 9 Hubungan Budaya Organisasi dengan
Kinerja Karyawan bertujuan untuk mengetahui hubungan antara budaya organisasi
dan kinerja karyawan. Hasil yang diperoleh adalah bahwa adanya hubungan yang
signifikan secara positif antara budaya organisasi dengan kinerja karyawan. Penelitian
serupa dilakukan oleh Sukirni Adianto (2011) dengan disertasinya yaitu
Perubahan Budaya Organisasi Sekolah Potensial, Standar Nasional dan Rintisan
Bertaraf Internasional (Study multi kasus pada SMP Potensial Kepanjen 5, SMP SN
Kepanjen 1 dan RSBI Kepanjen 4) yang menggunakan metode kualitatif
menghasilkan; (1) perubahan dalam pelaksanaan norma-norma pada sekolah
potensial, standar nasional dan rintisan sekolah bertaraf internasional,
berubah menjadi lebih baik, secara menyeluruh, berkualitas terhadap lingkungan
sekolah yang bersih, tertib, rapi, sehat, indah dan nyaman sesuai dengan aturan
budaya organisasi dan tata krama yang berkembang dalam lingkungan sekolah. (2)
sikap sekolah potensial, standar nasional dan rintisan sekolah bertaraf
internasional terhadap disiplin, kerjasama, kebijakan, lingkungan, ketertiban
dan perkembangan sekolah secara menyeluruh dan berkualitas berubah menjadi
lebih baik. (3) kebiasaan pada sekolah potensial, standar nasional dan rintisan
sekolah bertaraf internasional berubah menjadi lebih baik secara menyeluruh
dalam kebiasaan melakukan kegiatan di sekolah sesuai dengan aturan yang berlaku
dalam budaya organisasi yang perkembangan dilingkungan sekolah.
Penelitian-penelitian ini mendukung penelitian ini. 10 Seperti teori yang
disampaikan oleh Robbins (2001:264), para karyawan (guru) membentuk persepsi
subjektif dari faktor objektif mengenai organisasi (sekolah), kemudian persepsi
keseluruhan inilah yang menjadi budaya organisasi. Persepsi ini ada yang
mendukung dan tidak mendukung yang kemudian akan mempengaruhi kinerja dan
kepuasan karyawan (guru) dengan dampak yang lebih besar pada budaya yang lebih
kuat. SMP Kartika IV-8 dan SMP Kartika IV-9 adalah sekolah yang berada dibawah
Yayasan Kartika Jaya Koordinator XL Dim 0833 Rem 083 Cabang IV Brawijaya. SMP
Kartika IV-8 berdiri sejak tahun 1973 sedangkan SMP Kartika IV-9 berdiri sejak
1981.
Kedua sekolah ini telah memiliki
nilai dan norma yang dibentuk sebagai budaya organisasi. Nilai dan norma
tersebut juga telah ditanamkan kepada para guru oleh pihak sekolah. Penerapan
budaya organisasi pada SMP Kartika IV-8 dan SMP Kartika IV-9 dilakukan dengan
secara turun temurun dari sesama rekan guru, guru yang sudah lama mengajari
guru baru. Sudah ada peraturan guru yang harus ditaati oleh setiap guru di
sekolah tersebut. Budaya yang sudah melekat pada diri anggota organisasi
pendidikan ini sangat membantu dalam memperoleh informasi tentang nilai-nilai
yang berpengaruh pada kemajuan sekolah. Usaha-usaha yang dilakukan oleh sekolah
untuk meningkatkan kinerja guru secara optimal sangat penting. Dengan adanya
budaya organisasi yang sudah baik dan telah ada pembaharuan sesuai perkembangan
zaman, namun hal ini tidak dibarengi dengan hasil yang diharapkan.
Kinerja guru yang ditunjukkan oleh para guru
ternyata masih belum semuanya maksimal. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh
peneliti ketika masa PKL menunjukkan bahwa masih ada beberapa guru yang ketika
waktunya mengajar hanya memberikan tugas dan malah asik mengobrol di ruang guru
dengan guru yang lain. Guru juga terlihat kurang respek dengan siswa ketika ada
siswa yang ada keperluan di ruang guru. Wibawa seorang guru masih belum
terlihat dalam keseharian di sekolah. Hal ini menjadi menarik untuk dikaji
lebih jauh mengenai hubungan budaya organisasi dengan kinerja guru SMP Kartika
IV-8 dan SMP Kartika IV-9 Malang.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah yang menjadi dasar darp
penelitian ini adalah : 1. Bagaimana tingkat budaya organisasi di SMP Kartika
IV-8 dan SMP Kartika IV-9 Malang? 2. Bagaimana tingkat kinerja guru di SMP
Kartika IV-8 dan SMP Kartika IV-9 Malang? 3. Apa ada hubungan antara budaya
organisasi dengan kinerja guru di SMP Kartika IV-8 SMP Kartika IV-9 Malang?
C.
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan yang hendak diketahui
dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui tingkat budaya organisasi di
SMP Kartika IV-8 dan SMP Kartika IV-9 Malang. 12 2. Untuk mengetahui tingkat
kinerja guru di SMP Kartika IV-8 dan SMP Kartika IV-9 Malang. 3. Untuk
mengetahui ada atau tidak hubungan budaya organisasi dengan kinerja guru di SMP
Kartika IV-8 dan SMP Kartika IV-9 Malang
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk Sekolah Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan
apakah budaya sekolah yang ada sudah dapat meningkatkan kinerja guru di sekolah
sehingga pihak sekolah dapat mengambil keputusan yang terbaik untuk
meningkatkan mutu sekolah.
2. Untuk Fakultas Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kajian
akademis dan bahan pengetahuan tentang fenomena budaya sekolah terhadap kinerja
guru di sekolah.
3. Untuk Peneliti Penelitian
ini akan membantu peneliti untuk mengetahui pengaruh budaya sekolah terhadap
kinerja guru di SMP Kartika IV-8 dan SMP Kartika IV-9 Malang.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja guru SMA Kartika IV-8 dan Kartika IV-9 Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah iniDOWNLOAD
No comments:
Post a Comment