Abstract
INDONESIA:
Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional. Seorang remaja banyak menghadapi permasalahan dan pada umumnya masalah yang muncul saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Problem yang berhubungan dengan sekolah misalnya konsep diri, beban pelajaran dan prestasi belajar. Banyaknya permasalahan yang dihadapi membuat cemas dan stres. Siswa-siswa memiliki tingkat kecemasan yang tinggi sebagai hasil dari harapan orang tua yang tidak realistis terhadap kemampuan yang dimiliki anak. Bentuk evaluasi pendidikan dilakukan secara berkesinambungan sehingga aspek-aspek evaluasi terhadap mata pelajaran yang diujikan selalu disesuaikan dengan perkembangan zaman yang artinya aspek-aspek evaluasi tersebut selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dalam rangka meningkatkan standar nasional pendidikan.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui tingkat konsep diri yang dimiliki oleh siswa SMP Muhammadiyah 2 Malang. (2) Untuk mengetahui tingkat kecemasan siswa SMP Muhammadiyah 2 Malang dalam menghadapi Ujian Akhir Sekolah. (3) Untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan kecemasan menghadapi Ujian Akhir Sekolah pada siswa SMP Muhammadiyah 2 Malang.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasional dengan menggunakan dua variabel, variable bebas (X) adalah konsep diri dan variabel terikat (Y) adalah kecemasan. Dalam penelitian bersifat populatif karena subyek yang diteliti sebanyak 50 orang siswa. Pengambilan data dengan metode angket, wawancara, observasi. Perhitungan yang digunakan adalah korelasi product momen, Uji validitas dan uji reliabilitas dengan Alpha Cronbach dibantu dengan software SPSS 16.0 for windows.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat konsep diri siswa berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 41 orang siswa (82%) dan tingkat kecemasan siswa berada pada kategori tinggi yaitu sebanyak 33 orang siswa (66%). Korelasi antara konsep diri dengan kecemasan menghadapi ujian akhir sekolah pada siswa kelas VIII di SMP Muhammadiyah II Malang yaitu dengan koefisien korelasi (-0,345) dan dengan nilai signifikan 0.014, data tersebut berarti bahwa terdapat korelasi (hubungan) negatif yang signifikan antara konsep diri dengan kecemasan siswa. Semakin tinggi konsep diri maka semakin rendah kecemasan siswa begitu juga sebaliknya.
ENGLISH:
An adolescence is a period of transition of children into adulthood which include various kinds of change that changes the biological, cognitive, social and emotional. A teenager face many problems and issues that arise generally intertwined with each other. Problems associated with the school such as the concept of self, the burden of lessons and learning achievement. The many problems faced create anxiety and stress. Students have high levels of anxiety as a result of parental expectations are not realistic about the capabilities of the child. Form of educational evaluation conducted continuously so that aspects of evaluation of the subjects tested are always adapted to the times which means that aspects of these evaluations are always increased from year to year in order to improve national education standards.
The purpose of this study were (1) to determine the level of self-concept which is owned by the students of SMP Muhammadiyah 2 Malang. (2) To determine the level of anxiety of students of SMP Muhammadiyah 2 Malang in facing SLC School. (3) To determine the relationship between self-concept and anxiety facing the School Final Examination to students of SMP Muhammadiyah
2 Malang.
2 Malang.
The method used in this research is a quantitative correlation with the use of two variables, the independent variable (X) is the concept of self and the dependent variable (Y) is anxiety. In the study population as a subject is studied as many as 50 students. Data retrieval methods of questionnaires, interviews, observation. Calculation used is the Pearson product moment, Validity and reliability tests with Cronbach Alpha helped by software SPSS 16.0 for Windows.
The survey results revealed that the level of self-concept of students in middle category as many as 41 students (82%) and anxiety level of students at the high category as many as 33 students (66%). The correlation between self-concept and anxiety facing final exams at the school in the eighth grade students of SMP Muhammadiyah II Malang, with correlation coefficients (-0.345) and the significant value of 0014, these data imply that there is a correlation (correlation) between the significant negative self-concept and anxiety students. The higher the self-concept, the lower the anxiety of students and vice versa.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa
dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis,
kognitif, sosial dan emosional. Seorang remaja banyak menghadapi permasalahan
dan pada umumnya masalah yang muncul saling terkait antara satu dengan yang
lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain
penyalahgunaan obat-obatan, kenakalan remaja, problem seksual dan problem yang
berhubungan dengan sekolah (Santrock, 2007). Problem yang berhubungan dengan
sekolah misalnya konsep diri, beban pelajaran dan prestasi belajar. Banyaknya
permasalahan yang dihadapi membuat cemas dan stres. Siswa-siswa memiliki
tingkat kecemasan yang tinggi sebagai hasil dari harapan orang tua yang tidak
realistis terhadap kemampuan yang dimiliki anak. Bentuk evaluasi pendidikan
dilakukan secara berkesinambungan sehingga aspek-aspek evaluasi terhadap mata
pelajaran yang diujikan selalu disesuaikan dengan perkembangan zaman. Artinya
aspek-aspek evaluasi tersebut selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
dalam rangka meningkatkan standar nasional pendidikan. Standar nasional
pendidikan merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU RI No.20, 2003). 2 Pada
Jenjang pendidikan SMP dan MTS, jumlah mata pelajaran yang diujikan secara
nasional juga bertambah dari tiga mata pelajaran menjadi empat mata pelajaran.
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
(Pasal 6b Permendiknas no 34 tahun2007). Ujian akhir sekolah atau saat ini
sering disebut penentuan merupakan salah satu sumber kecemasan siswa. Hasil
observasi yang dilakukan dapat diketahui banyaknya anak-anak yang mengalami
kecemasan dimana terdapat siswa yang menunjukkan gejala kecemasan yang terlalu
berlebihan, dan hal ini terjadi karena banyaknya informasi dari kakak kelas
yang mengalami kegagalan ketika menghadapi ujian. Kondisi ini menjadikan siswa
merasakan adanya tekanan mental yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan
terjadinya perubahan perilaku ketika membahas mengenai ujian. Siswa juga sering
mengeluh adanya perubahan kondisi tubuh mereka ketika diajak atau membahas
masalah ujian. Berbagai bentuk perubahan yang terjadi karena adanya tekanan
yang terlalu tinggi sebelum menjelang ujian. Faktor dari kecemasan dalam
menghadapi ujian yang digunakan sebagai bahan observasi di SMP Muhammadiyah II
Malang tersebut dengan menggunakan berbagai permasalahan yang menyebabkan
terjadinya kecemasan dan kekhawatiran yang dialami individu dalam suatu situasi
tertentu. Siswa SD, SMP dan SMA memiliki pengalaman yang kuat akan kecemasan.
Hasil observasi yang dilakukan di SMP MUHAMMADIYAH II MALANG pada bulan Desember
kecemasan siswa meningkat sejalan dengan tingkatan kelas yaitu ketika
menghadapi evaluasi atau ujian akhir disekolah tersebut, perbandingan sosial
dan 3 beberapa pengalaman kegagalan yang pernah dialami sebelumnya. Ketika
sekolah memberikan pengalaman kegagalan dalam evaluasi ujian, kecemasan siswa
menjadi semakin meningkat. Penelitian meta analisis yang dilakukan Hambree's
(Hall, 2005) ditemukan bahwa siswa sekolah dasar memiliki pengalaman yang
kurang berarti akan kecemasan saat ujian. Perilaku yang menunjukkan kondisi ini
yaitu keluarnya keringat dingin ketika akan menghadapi ujian, sering merasakan
tekanan atau rasa pusing ketika mendapat tekanan dari kegiatan ujian yang akan
dilakukan. Namun demikan prevalensi terus meningkat dari kelas tiga sampai lima
SD. Hasil penelitian disebutkan tingkat kecemasan menghadapai ujian pada siswa
SMP cenderung konstan. Menurut (Suwandi. 2004) salah satu kemungkinan
penyebabnya adalah ketika anak didik dihadapkan kepada beban pendidikan yang
terlalu banyak dan ekspektasi yang terlalu tinggi dikarenakan lingkungan yang
sangat kompetitif, sistem pendidikan dan lingkungan tidak memberikan ruang yang
cukup untuk mengembangkan konsep diri anak didik secara matang dan positif.
Hurt (1998) mengemukakan bahwa kecemasan mengakibatkan komunikasi tidak
efektif, sehingga menimbulkan gangguan dalam kehidupan manusia baik sebagai
sumber maupun penerima pesan. Individu yang mengalami kecemasan dapat diamati
dari reaksi-reaksi yang dimunculkan baik pada aspek emosional, kognitif maupun
psikologis. Setiap manusia pasti pernah merasakan cemas dalam kehidupannya.
Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mangancam, dan 4
merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan pengalaman
baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan
arti hidup. Pada kadar yang rendah kecemasan membantu individu untuk bersiaga
mengambil langkah-langkah mencegah bahaya atau untuk memperkecil dampak bahaya
tersebut. Akan tetapi kecemasan sampai pada taraf tertentu dapat mendorong
meningkatnya performa (Psikologi Abnormal Klinis Dewasa , Jakarta: UI Press,
2005 : 73-74 ). Kecemasan dapat dialami siapa saja dan berbeda -beda tingkat
kecemasannya dalam merespon suatu stimulus. Kecemasan dapat berawal dari konsep
diri individu dalam mempersepsikan diri sendiri dalam menjalankan tugas-tugas
kehidupannya. Menurut Adler dan Rodman, 1991 (dalam suwandi 2004) konsep diri
merupakan sejumlah persepsi yang relatif stabil tentang diri sendiri. Jadi,
konsep diri merupakan gambaran mental seseorang dalam melihat diri sendiri.
Menurut Rakhmat (2005) konsep diri merupakan dasar individu berperilaku,
sehingga perilaku individu dapat diprediksikan berdasar konsep diri yang
dimilikinya. Individu dengan konsep diri tinggi menunjukan karakter seperti
kepercayaan diri tinggi, penerimaan diri baik, optimis, wajar, harga diri
tinggi dan memiliki perasaan aman. Kondisi ini mendasari individu dalam
berperilaku seperti akan menghadapi ujian akhir sekolah dilakukan secara wajar
tanpa disertai rasa kecemasan.Sebaliknya, individu dengan konsep diri rendah
memiliki perasaan tidak tenang, tidak aman dan perasaan khawatir jika mendapat
penilaian negatif dari orang lain, sehingga dalam berperilaku seperti akan
menghadapi ujian akhir sekolah mudah mengalami kecemasan. 5 Menurut Rogers
(2008), banyak bukti menunjukkan bahwa perilaku anak dalam berbagai konteks
yang spesifik lebih banyak ditentukan oleh bagaimana cara mereka memandang diri
mereka sendiri. Konsep diri memiliki peran yang sangat penting dalam
perkembangan anak. Konsep diri akan menjadi dasar pembentukan karakter
individu.
Mengerti tentang konsep diri
anak dapat membantu orang tua atau guru dalam mengambil tindakan untuk
memberikan intervensi awal yang spesifik sesuai dengan tahap perkembangan. Hal
ini penting untuk meningkatkan perkembangan kemampuan anak dan mencegah
munculnya perilaku menyimpang dalam tahap-tahap perkembangan (Spencer, 2001
dalam Kenny et. al., 2009) Pentingnya konsep diri dinyatakan oleh James (dalam
Hurlock, 2009) bahwa konsep diri adalah faktor yang sangat penting dalam
perkembangan kepribadian orang. Lebih lanjut James (dalam Burns, 2003)
menyebutkan bahwa konsep diri merupakan organisasi sikap melalui proses
penerimaan diri, harga diri dan penilaian diri. Kedua unsur tersebut tumbuh dan
berkembang berdasar pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial,
seperti keluarga, teman sebaya, dan masyarakat. Hurlock (1999) juga menegaskan
bahwa konsep diri terbentuk dan berkembang dari pengalaman berinteraksi sosial
anak dengan lingkungan baik keluarga, sekolah maupun masyarakat lebih luas.
Menurut Rogers (2008), konsep diri yang sehat membantu anak memiliki kemampuan
untuk menghadapi lingkungannya. Konsep diri akan terus berkembang walaupun
tahap-tahap perkembangan telah tercapai. Konsep diri anak dapat berkembang ke
arah negatif maupun positif (Calhoun & Acocella, 2000). 6 Konsep diri yang
sehat pada anak dapat menjadi dasar yang sangat baik bagi perkembangan anak,
demikian juga sebaliknya konsep diri yang buruk dapat menghambat perkembangan
anak. Konsep diri pada anak membentuk inti yang tetap yang menyatukan
perilaku-perilaku dan mencegah kekacauan sifat-sifat. Konsep diri yang kuat
membantu anak percaya diri dan mandiri. Upaya untuk menghadapi permasalahan hidup
yang kompleks, mereka merasa lebih kuat dan memandang dunia lebih bersahabat
dan tidak mengancam. Setiap jenjang pendidikan, anak sudah datang dengan
berbagai konsep diri, baik yang positif maupun yang negatif. Sekolah memang
memiliki resiko untuk menerima anak-anak dengan berbagai konsep diri tersebut.
Di sekolah sering dijumpai istilah anak bermasalah, berperilaku sulit, nakal
dan lain sebagainya. Sekolah justru yang sering memunculkan label-label
tersebut tetapi tidak berusaha memahami kondisi-kondisi yang sebenarnya anak
alami. Sebagai contoh, jika ada anak yang sering tidak mengerjakan PR, anak itu
akan dimarahi habis-habisan. Hal baik jika guru dapat menahan diri dan tidak
lepas kendali dalam pemilihan kata-katanya yang diucapkan berkali-kali dalam
jangka waktu tertentu, problem kemalasan mengerjakan PR mungkin malah akan
semakin parah. Pengalaman hidup yang dialami anak-anak di dalam kelas bersama
sang guru akan sangat bermakna bagi mereka. Karena itu sangat fatal apabila
guru-guru berpikir bahwa tugas mereka hanya mengajar dalam bidang akademis.
Guru juga harus bepikir bahwa guru memiliki peran yang sangat penting dalam
membangun konsep diri anak. Prestasi akademis berhubungan dengan konsep diri
anak, sehingga upaya untuk mengajar anak akan sulit dilakukan tanpa pembinaan 7
konsep diri. Anak yang memiiki konsep diri yang baik biasanya belajar dengan
mudah karena senang menerima tantangan untuk melakukan sesuatu yang baru dan
memperoleh keterampilan yang baru. Sikap mental "aku bisa", membuat
pembelajaran menjadi lebih mudah. Menurut Barnes (2006), kata-kata yang
bersifat sebagai dorongan dapat berpengaruh lebih baik terhadap penilaian anak
pada dirinya sendiri. Kata-kata yang bersifat dorongan akan membuat anak
percaya pada apa yang mereka mampu dan miliki. Sebagai contoh, kalimat
"kamu bisa melakukannya" akan lebih baik daripada kalimat "kamu
kadang ceroboh, jadi hati-hati", atau "kamu melakukannya dengan
bagus" akan lebih baik dari "kamu bisa melakukan lebih baik".
Seorang anak sering mendengar cerita mengenai diri mereka dari keluarganya.
Cerita tersebut mungkin mengenai masalah mereka di sekolah, kegagalan,
kemampuan mereka. Dari cerita tersebut dapat menggambarkan apakah anak itu
pintar atau bodoh, rajin atau malas, cantik atau biasa saja, popular atau
tidak. Tanpa disadari cerita ini akan mempengaruhi penilaian orang lain dan
diri sendiri. Atau kadang orang tua merasa perlu mengatakan pada anaknya
tentang permasalahan yang dibicarakan guru pada orang tua pada anaknya. Padahal
ini dapat semakin meyakinkan anak tentang penilaian yang kurang baik tentang
dirinya. Konsep diri yang sudah melekat pada diri seseorang untuk mengubahnya
memerlukan proses yang lebih panjang. Menurut Adler dan Rodman (2004) untuk
mengubah konsep diri perlu memperhatikan 4 aspek, yaitu (1) harapan yang
realistis, (2) persepsi diri yang realistis, (3) keinginan untuk berubah, (4)
memiliki 8 kecakapan untuk berubah. Keempat aspek tersebut memiliki struktur
dan bentuk yang saling berkaitan sehingga dalam proses pengubahannya menjadi
sangat sulit. Harapan tidak realistik menyebabkan ketidakpuasan dan
ketidakbahagiaan.
Sebaliknya, harapan yang
disusun secara realistik lebih memungkinkan dalam mencapai tujuan, sehingga
kepercayaan diri dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Konsep diri yang
rendah dapat pula diakibatkan oleh persepsi diri yang tidak realistis.
Kecakapan yang tidak memadai akan menyulitkan dalam proses perubahan konsep
diri. Calhoun dan Acocella (2003) menyatakan kecemasan terjadi karena orang
mengalami ketakutan pada situasi yang sebenarnya tidak nyata, atau merasa
terancam dari suatu obyek yang sebenarnya tidak memberikan ancaman. Untuk
mengubahnya harus melihat stimulus dari lingkungan secara obyektif dan
realistis. Selain itu, ada motivasi diri dan kesediaan untuk belajar guna
menambah pengetahuan supaya konsep dirinya menjadi positif. Konsep diri pada
anak berhubungan dengan cara pandang tentang diri anak tersebut yang berkaitan
dengan atribut dan kemampuan diri. Hasil observasi di SMP Muhammadiyah II
Malang ditemukan beberapa siswa yang aktif berdiskusi dengan guru atas mata
pelajaran yang sedang berlangsung dan memiliki harapan cita-cita yang ingin di
capai setiap siswa yang nantinya ditentukan pada ujian akhir sekolah. Banyak
juga siswa yang kurang menerima terhadap kegagalan disaat ujian-ujian
sebelumnya dan pesimis untuk melakukan ujian berikutnya.
Perilaku tersebut menunjukan
penerimaan diri, optimis dalam menghadapi ujian terlihat di beberapa siswa akan
tetapi beberapa siswa yang pernah mengalami kegagalan pada ujian sebelumnya konsep diri
yang mereka miliki sangat rentan dan kurang siap menghadapi ujian akhir
sekolah. Berdsarkan dengan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul " Hubungan Antara Konsep Diri Dengan
Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian Akhir Sekolah pada siswa Kelas VIII SMP
Muhammadiyah II Malang"
B.
Rumusan
Masalah
Berdasar latar belakang
diatas, maka peneliti ingin mengambil rumusan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana tingkat konsep diri siswa SMP Muhammadiyah II Malang ? 2. Bagaimana
tingkat kecemasan menghadapi Ujian Akhir siswa di SMP Muhammadiyah II Malang ?
3. Apakah ada hubungan antara konsep diri dengan kecemasan menghadapi Ujian
Akhir Sekolah pada siswa SMP Muhammadiyah II Malang ?
C.
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah : 1. Mengetahui tingkat konsep diri yang dimiliki oleh
siswa SMP Muhammadiyah II Malang. 2. Mengetahui tingkat kecemasan siswa SMP
Muhammadiyah II Malang dalam menghadapi Ujian Akhir Sekolah. 3. Mengetahui
hubungan antara konsep diri dengan kecemasan menghadapi Ujian Akhir Sekolah
pada siswa SMP Muhammadiyah II Malang.
D.
Manfaat
Penelitian
Manfaat Praktis Memberikan sumbangan informasi
kepada lembaga pendidikan yang menyiapkan siswa untuk menghadapi ujian akhir
sekolah. Dengan demikian, lembaga tersebut dapat membantu siswanya dalam
meningkatkan konsep diri dan kecemasan menghadapi ujian akhir sekolah. Manfaat
Teoritis Berdasar hasil penelitian ini dapat diketahui mengenai peran konsep
diri dengan kecemasan menghadapi ujian akhir sekolah. Dengan demikian, berdasar
hasil penelitian yang diperoleh dapat membantu mengembangkan ilmu pengetahuan,
khususnya pengkajian tentang konsep diri dan kecemasan menghadapi ujian akhir
sekolah yang berada pada Ilmu Psikologi.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Hubungan antara konsep diri dengan kecemasan siswa menghadapi ujian akhir sekolah pada siswa kelas VIII di SMP Muhammadiyah II Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
1 comment:
nike hyperdunk 2017
pure boost
cheap mlb jerseys
yeezy boost
hogan outlet
michael kors outlet online
michael kors outlet
ray ban
michael kors outlet online
adidas tubular
Post a Comment