Abstract
INDONESIA:
Setiap jenjang pendidikan selalu melaui tahap ujian sebagai tolok ukur hasil dari proses belajar, namun berbeda dengan jenjang pendidikan yang lain, pada tingkat Universitas mahasiswa yang akan dinyatakan lulus diwajibkan untuk membuat suatu karya ilmiah sebagai hasil akhir tahapan proses belajar mereka di tingkat Universitas. Tidak terkecuali pada mahasiswa Jurusan Teknik Arsitektur, disamping tugas-tugas akademik yang dirasa cukup banyak, mereka juga dituntut untuk membuat project sekaligus karya ilmiah berupa tugas akhir sebagai syarat kelulusan pada jenjang pendidikan tingkat strata 1 ini. Dalam mengerjakan tugas akhir ini tidak jarang mahasiswa melakukan prokrastinasi yang dapat menghambat cepat terselesaikannya tugas akhir mereka. Prokrastinasi dapat dipengaruhi oleh faktor adversity quotient dan emotional intelligence seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan adversity quotient dan emotional intelligence dengan prokrastinasi mengerjakan tugas akhir. Penelitian ini diharapkan mampu mengurangi angka prokrastinasi dengan mengasah adversity quotient dan emotional intelligence yang telah dimiliki sebelumnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan jenis penelitian korelasi. Subyek yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Jurusan Teknik Arsitektur UIN Maliki Malang yang sedang mengerjakan Tugas Akhir dengan jumlah responden 32 mahasiswa. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Sampling Jenuh, sedangkan metode pengumpulan data yang digunakan adalah skala adversity quotient, skala emotional intelligence dan skala prokrastinasi.
Hasil penelitian menunujukkan bahwa diketahui 28% atau 9 mahasiswa mempunyai tingkat adversity quotient yang tinggi dan 72% atau 23 mahasiswa mempunyai tingkat adversity quotient yang sedang. Selanjutnya, diketahui 53% atau 17 mahasiswa mempunyai tingkat emotional intelligence yang tinggi dan 47% atau 15 mahasiswa mempunyai tingkat emotional intelligence yang sedang. Terakhir, diketahui 84% atau 27 mahasiswa mempunyai tingkat prokrastinasi mengerjakan tugas akhir yang sedang dan 16% atau 5 mahasiswa mempunyai tingkat prokrastinasi mengerjakan tugas akhir yang rendah. Hasil analisis menunjukkan ada pengaruh yang sangat signifikan antara variabel adversity quotient dengan prokrastinasi, namun tidak adanya hubungan yang signifikan antara variabel emotional intelligence dengan prokrastinasi
ENGLISH:
Each level of education is always through the test phase as a measure of the results of the learning process, but in different with other levels of education, on the level of university students who would pass are required to make a scientific work as a result of the final stages of their learning at the university level. No exception for students of Architecture Department, besides the academic tasks that feels quite a lot, they are also required to make the project and scientific work in the form of the final project as a graduation requirement at this level of stratum 1. In this final task, the students usually do procrastination that can impede the rapid completion of their final project. Procrastination can be influenced by adversity quotient and emotional intelligence factors. This study aims to determine the relationship of adversity quotient and emotional intelligence with procrastination of final task. This research is expected to reduce the number of procrastination to hone adversity quotient and emotional intelligence that has been previously owned.
This study uses a quantitative approach and the type of correlation studies. The subjects of this study are all of the Architecture Department students of UIN Maliki who is working on final project the number of respondents are 32 students. The sampling technique in this research is saturated sample, while the data collection method uses the scale of adversity quotient, emotional intelligence and the procrastination.
Results of the study indicates that 28% or 9 students have a high level of adversity quotient and 72% or 23 students have moderate level of adversity quotient. Furthermore, there are 53% or 17 students have a high level of emotional intelligence and 47% or 15 students have moderate level of emotional intelligence. And the last, there are 84% or 27 students have moderate level of procrastination and 16% or 5 students have low level of procrastination in doing the final tasks. The analysis shows that there is significant effect among variables of adversity quotient with procrastination, but there is no significant relationship between the variables of emotional intelligence with procrastination.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Setiap jenjang pendidikan
selalu mengadakan sebuah ujian untuk melihat seberapa besar kemampuan dan
pemahaman peserta didik. Dari masa Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama,
Sekolah Menengah Atas hingga pada jenjang pendidikan di Universitas. Ujian yang
dilakukan di lembaga pendidikan dilakukan dalam rangka menciptakan alumnialumni
yang berkualitas dan berkompeten di bidangnya masing-masing. Namun seringkali
para siswa maupun mahasiswa menganggapnya sebagai hal yang berbeda. Menurut
sebagian peserta didik ujian dirasakan sebagai beban bagi mereka. Sehingga
sering kali mereka lebih memilih untuk menghindari atau menunda ujian yang
diberikan kepada mereka. Dalam masa perkuliahan ujian kelulusan ditentukan oleh
skripsi atau tugas akhir yang telah mereka kerjakan dalam beberapa waktu
terakhir sebelum mereka lulus. Wirartha (2006, dalam Catrunada,2012) mengatakan
bahwa skripsi adalah karya tulis ilmiah seorang mahasiswa dalam menyelesaikan
program S1. Skripsi tersebut adalah bukti kemampuan akademik mahasiswa
bersangkutan dalam penelitian dengan topik yang sesuai dengan bidang studinya.
Skripsi disusun dan dipertahankan untuk mencapai gelar sarjana strata satu. 2
Selama proses penyusunan skripsi menurut Jani (dalam Utami & Karyanta,
tanpa tahun) sebagian mahasiswa mengalami hambatan dan kesulitan baik dari
faktor internal dari dalam diri mahasiswa yang bersangkutan seperti, tidak
mempunyai kemampuan dalam menulis, kurangnya kemampuan akademis yang memadai,
kurangnya ketertarikan mahasiswa dalam penelitian, tidak terbiasa menulis
karyailmiah dan kurang terbiasa dengan sistem kerja terjadwal dengan pengaturan
waktu terbatas, maupun dari faktor eksternal di luar diri manusia seperti
kesulitan mencari literatur, dana yang terbatas dan masalah dengan dosen
pembimbing skripsi. Hal tersebut juga akan dirasakan oleh mahasiswa Teknik
Arsitektur UIN Maliki Malang yang tengah menjalani masa perkuliahan di tingkat
akhir. Tugas Akhir atau TA merupakan hal yang menjadi acuan bagi lembaga khususnya
jurusan Teknik Arsitektur untuk melihat seberapa kemampuan dan pemahaman
mahasiswa tentang bidang yang mereka tekuni sekarang. Menurut hasil observasi
dan wawancara pada tanggal 31 November 2014 yang telah dilakukan oleh peneliti
bahwa sistem kebijakan jurusan kepada mahasiswa Teknik Arsitektur UIN Maliki
Malang terkait acuan kelulusan atau wisuda yakni dengan mengerjakan tugas
akhir. Tugas akhir tersebut sama halnya dengan skripsi pada jurusan-jurusan
lain dimana tugas akhir ini dapat dikerjakan mahasiswa yang telah menempuh dan
lulus pada mata kuliah Metode Penelitian dan mata kuliah 3 Perencanaan
Arsitektur. Tugas akhir disini dikerjakan berupa pengerjaan perencanaan
pembuatan desain bangunan yang dikerjakan mulai dari semester 5 dan hal
tersebut harus dikerjakan secara runtun sesuai dengan ketentuan universitas
apabila tidak dikerjakan dengan baikpada satu tahap maka akan mengganggu tahap
berikutnya, jadi pengerjaan tugas akhir sendiri memerlukan waktu yang tidak
sedikit hingga bisa selesai sedangkan setiap mahasiswa harus bisa lulus pada
mata kuliah tersebut, apabila tidak, maka pengerjaan tugas akhir ini juga akan
mengalami penundaan. Hal tersebut juga berdampak pada tertundanya kelulusan
atau wisuda. Lebih lanjut, dari hasil observasi dan wawancara peneliti
menunjukkan mahasiswa pada Jurusan Teknik Arsitektur secara kuantitas masih
banyak yang belum lulus sesuai dengan target waktu secara umum yakni sekitar 8
semester. Sebagian besar mahasiswa yang belum lulus tersebut terkendala pada
pengerjaan tugas akhir. Hal tersebut terjadi karena berbagai faktor, yakni
faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal misalnya sulitnya
menemui dosen pembimbing, pengaruh teman yang juga belum mengerjakan atau lebih
fokus pada kegiatan lain. Sedangkan untuk faktor internal misalnya malas atau
penundaan pekerjaan (observasi dan wawancara dengan salah satu mahasiswa Teknik
Arsitektur UIN Maliki Malang pada tanggal 31 November 2015). Idealnya mahasiswa
selalu berperan aktif dan rajin dalam masa perkuliahannya. Namun pada faktanya
mereka yang berada pada semester 4 akhir menjadi tidak fokus pada tujuan
awalnya yakni segera lulus dan wisuda.
Masalah pengaturan waktu sering menjadi kendala tersendiri dalam
membagi waktu dengan baik. Selain itu rutinitas yang tidak berubah dan
cenderung monoton dapat menyebabkan kegiatan untuk segera menyelesaikan tugas
menjadi tertunda, kemudian adanya kegiatan gangguan lain yang mungkin lebih
menyenangkan dibandingkan mengerjakan tugas-tugas akademik dari dosen
(Mayasari,Dewi,Weni, 2010). Rutinitas-rutinitas yang cenderung monoton yang
sering dialami Mahasiswa Teknik Arsitektur di UIN Maliki Malang adalah
pengerjaan tugas makalah pada beberapa mata kuliah yang hal itu dilakukan pada
setiap semester, selain itu tugas-tugas khusus mahasiswa Teknik Arsitektur
seperti membuat desain, menggambar bangunan, asistensi dan sebagainya membuat
mahasiswa Teknik Arsitektur kadang merasa jenuh yang kemudian berdampak pada
penundaan pekerjaan atau prokrastinasi. Hal-hal tersebut memungkinkan membuat
mahasiswa mengalihkan fokus perhatiannya pada kegiatan lain yang mereka anggap
lebih menyenangkan misalnya bermaian game, chatting pada media sosial atau
sekedar jalanjalan (wawancara dengan salah satu mahasiswa Jurusan Teknik
Arsitektur UIN Maliki Malang pada tanggal 31 Desember 2014) Namun hal tersebut
tidak diimbangi dengan semangat dan kerja keras dalam mengerjakan tugas. Dalam
kesehariannya kebanyakan mahasiswa Teknik Arsitektur tidak jarang menunda-nunda
mengerjakan 5 tugas. Padahal hampir setiap minggu mereka dituntut untuk segera
menyelesaikan tugas dari dosen yang terbilang tidak mudah. Hal tersebutlah yang
dinamakan prokrastinasi akademik. Menurut Solomon dan Rothblum Prokrastinasi
adalah suatu kecenderungan untuk menunda dalam memulai maupun menyelesaikan
kinerja secara keseluruhan untuk melakukan aktivitas lain yang tidak berguna
sehingga kinerja menjadi terhambat (dalam Aini & Iranita,2011). Dari hasil
wawancara pada salah satu mahasiswa Teknik Arsitektur semester akhir dapat
diketahui bahwa hampir semua mahasiswa melakukan penundaan pengerjaan tugas.
Alasan yang mereka katakan bervariasi, salah satunya karena mereka terlalu
jenuh pada tugas-tugas mereka selama ini, selain itu tugas-tugas mereka
memerlukan ide tentang konsep gambar, maka ide tersebut biasanya tidak langsung
muncul begitu saja, sehingga memungkinkan mereka menunda mengerjakan tugas
mereka, hal tersebut juga didukung oleh lingkungan seangkatan mereka yang
sama-sama belum mengerjakan dan ditambah tingkat hubungan emosional mereka yang
tinggi semakin meningkatkan prokrastinasi akademik mereka (Wawancara dengan
mahasiswa Jurusan Teknik Arsitektur UIN Maliki Malang, 31 November 2014). Hal
tersebut didukung oleh pernyataan Beswick, Rothblum, dan Mann (1988) menemukan
bahwa 46% mahasiswa selalu atau hampir selalu berprokrastinasi dalam pengerjaan
tugas penulisan, 35% mahasiswa mengaku bahwa pengerjaan tugas tersebut selalu
atau hampir selalu 6 menimbulkan masalah, dan sekitar 62% mahasiswa berniat
menurunkan kecenderungan prokrastinasi mereka dalam mengerjakan tugas (dalam
Huda & Johan,2012). Penelitian oleh Prabowo (2009) tentang Prokrastinasi
Akademik pada Mahasiswa Fakultas Teknik Arsitektur dan Desain Universitas
Katolik Soegijapranata Semarang ditinjau dari Konformitas. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa terdapat hubungan positif
antara Prokrastinasi Akademik dengan Konformitas.
Artinya semakin tinggi konformitas maka akan semakin tinggi
prokrastinasi pada mahasiswa teknik arsitektur dan sebaliknya. Penelitian yang
dilakukan oleh Mujiyah (2001) mengungkap kendala-kendala yang dihadapi
mahasiswa dalam menyusun skripsi yaitu malas, motivasi rendah, takut bertemu
dosen pembimbing, dosen pembimbing yang sulit ditemui, perbedaan persepsi
antara pembimbing I dan ke II, kurang nya refrensi buku, bingung dalam
mengembangkan teori, dan lain-lain (dalam Puspitasari,2013). Pada penelitian
sebelumnya menyimpulkan bahwa kebiasaan prokrastinasi berpengaruh pada
bagaimana seseorang mampu untuk mengontrol dirinya. Menurut penelitian yang
telah dialkukan oleh Mugista (2014) tentang prokrastinasi mahasiswa mengerjakan
tugas perkuliahan diketahui bahwa kontrol diri mahasiswa berbanding terbalik
dengan prokrastinasi hal ini berarti semakin tinggi kontrol diri mahasiswa maka
prokrastinasi yang dilakukan rendah dan sebaliknya. 7 Sejalan dengan hasil
penelitian diatas, penelitian yang dilakukan oleh Aini & Iranita (2002)
juga menunjukkan bahwa semakin tinggi kontrol diri maka prokrastinasi yang
dilakukan juga semakin rendah. Dengan kontrol diri yang tinggi mahasiswa dapat
mencegah penundaan pengerjaan skripsi. Individu tersebut dapat mengatur
stimulusnya, sehingga dapat mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang
tidak dikehendaki dan mampu menghapai stimulus tersebut. Kemampuannya dalam
menafsirkan peristiwa atau kejadian apa yang berhubungan dengan mengerjakan
skripsi dan kemampuan mengambil keputusan yang tepat dalam setiap masalah yang
berhubungan dengan penyelesaian skripsi juga tinggi, dan sebaliknya. Pada
peneitian lain yang telah dilakukan Putri, Sri & Aditya (2012) tentang
hubungan self efficacy dengan prokrastinasi akademik diperoleh hasil bahwa ada
hubungan negative antara self efficacy dengan prokrastinasi akademik yang
berarti bahwa semakin tinggi self efficacy maka tingkat prokrastinasi akademik
yang dilakukan akan semakin rendah begitu juga sebaliknya. Selanjutnya pada
penelitian lain yakni tentang hubungan optimisme yang tidak realistik tentang
masa depan dengan prokrastinasi saat menyusun skripsi pada mahasiswa didapatkan
bahwa terdapat hubungan positif antara optomisme yang tidak realistik tentang
masa depan dengan prokrastinasi saat menyusun skripsi pada mahasiswa. Optimisme
yang tidak realistik akan berpengaruh pada melemahnya fungsi 8 kognitif
mahasiswa sehingga akan berdampak pula pada pemanfaatan waktu yang buruk yang
dapat menyebabkan tingginya angka prokrastinasi (Hartono & Santi, 2008).
Prokrastinasi mengerjakan tugas akhir pada mahasiswa seringkali berdampak pada
aspek psikologis mahasiswa yakni tentang stress. Pada penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Melisa dan Astrini ditemukan bahwa ketika seseorang melakukan
prokrastinasi yang tinggi maka tingkat stresnya juga tinggi (Melisa dan
Astrini, 2011). Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan atau kecerdasan untuk
mengevaluasi diri terhadap hambatan atau kesulitan yang dihadapi sehingga mampu
mengatasinya dengan baik dalam istilah di psikologi disebut aversity quotient
yang merupakan kemampuan seseorang untuk mampu bertahan menghadapi kesulitan,
mampu mengatasi kesulitan tersebut dan mampu melampaui harapan-harapan atas
kinerja dan potensinya (Stoltz,2000). Dengan memiliki adversity quotient yang
tinggi seseorang diharapkan mampu untuk menghadapi hambatan atau kesulitan
terutama ketika mengerjakan tugas akhir sehingga prokrastinasi dapat
meminimalisir prokrastinasi. Penelitian yang membahas tentang Hubungan
Adversity quotient dengan Prestasi Belajar Siswa SMUN 102 Jakarta Timur oleh
Hasanah (2010) menunjukkan bahwa Adversity quotient tidak mempengaruhi secara langsung
prestasi siswa. Hal tersebut ada berbagai macam faktor yang 9 tidak
diikutsertakan dalam penelitian ini, misalnya seperti self eficacy, kecerdasan
intelektual dan motivasi siswa (Hasanah, Hariatussani, 2010). Lebih lanjut,
penelitian lain yang membahas tentang adversity quotient adalah penelitian yang
dilakukan oleh Wulandari dan Indah (2007) tentang Hubungan adversity quotient
dan problem solving pada remaja pada tahun 2007. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara adversity quotient dengan problem
solving pada remaja, hal ini berarti bahwa semakin tinggi adversity quotient
seseorang maka kemampuan problem solving pada subyek juga akan semakin besar.
Penelitian Puspitasari (2013) tentang adversity quotient dengan kecemasan mengerjakan
skripsi pada mahasiswa meyimpulkan bahwa semakin tinggi adversity quotient maka
kecemasan yang dirasakan akan semakin rendah. Hal ini berarti kemampuan
seseorang dalam mengahadapi kesulitan sangat berpengaruh pada kecemasan yang
dialami seseorang.
Kebiasaan prokrastinasi pada mahasiswa dalam mengerjakan tugas
akhir sering dikaitkan dengan bahwa mahasiswa mengeluh tentang kesulitan yang
mereka hadapi. Kesulitan atau hambatan yang dimaksud disini adalah misalanya
penemuan ide tentang konsep tugas atau karena mereka menemukan suatu aktivitas
yang lebih menyenangkan dibanding mengerjakan tugas. Oleh karena itu setiap
mahasiswa memerlukan daya juang untuk menyelesaikan tugas akhir sehingga mereka
bisa menghadapi kesulitan yang ada tanpa perlu melakukan prokrastinasi pada
tugas akhir mereka. 10 Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh
Aktaria (2014) dengan judul penelitian Hubungan antara Adversity Quotient
dengan Prokrastinasi dalam Mengerjakan Skripsi pada Mahasiswa Fakultas
Psikologi Universitas Padjajaran menunjukkan bahawa tidak ada hubungan yang
signifikan antara adversity quotient dengan Prokrastinnasi dalam mengerjakan
skripsi pada mahasiswa. Namun dalam penelitian lain yang membahas hal yang sama
yakni terkait Hubungan Adversity Quotient dengan Prokrastinasi Akademik dalam
mengerjakan Skripsi pada Mahasiswa yang dilakukan oleh Kardila menunjukkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara adversity quotient dengan
prokrastinasi akademik dalam mengerjakan skripsi dengan menggunakan analisis
product moment dari Pearson dengan bantuan SPSS (Kardila,2011). Menurut Stoltz
(2000) adversity quotient berakar pada bagaimana seseorang merasakan dan
menghubungkan dengan tantangan-tantangan dalam hidup. Situasi sulit dan
tantangan dalam hidup dapat diatasi dengan adversity quotient yang baik. Karena
jika seseorang memiliki adversity quotient yang tinggi akan menjadikan
seseorang memiliki kegigihan dalam hidup dan tidak mudah menyerah. Seseorang
yang memiliki adversity quotient yang tinggi ia akan memiliki kekebalan atas
ketidak mampuan dirinya menghadapai masalah dan tidak akan mudah terjebak dalam
kondisi keputusasaan. Namun sebaliknya, jika seseorang memiliki 11 adversity
quotient yang rendah maka seseorang akan mudah rapuh dan menyerah pada keadaan.
Terkait dengan hal tersebut, dari tugas-tugas yang dibebankan pada mahasiswa
memungkinkan para mahasiswa untuk selalu mengerjakan tugas secara bersama-sama
sehingga menyebabkan mereka akrab (wawancara dengan salah satu mahasiswa
Jurusan Teknik Arsitektur UIN Maliki Malang). Keakraban tersebut memunculkan
relasi dengan lingkungan yang kemudian menjadi salah satu faktor dari
kecerdasan emosi sehingga memungkinkan meningkatkan kecerdasan emosi bagi
mahasiswa. Seseorang yang dapat mengendalikan emosinya dengan baik, tidak akan
mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan untuk berkonsentrasi pada
tugas atau pekerjaannya dan sebaliknya bila seseorang tidak dapat mengendalikan
emosinya dengan baik sehingga konsentrasi terhadap pengerjaan tugas berkurang maka
akan menyebabkan prokrastinasi atau penundaan. Dengan kata lain emotional
intelligence seseorang merupakan salah satu kemampuan yang mempengaruhi
keberhasilan seseorang. Memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dapat
berpengaruh pada bagaimana seseorang mengendalikan emosinya dengan baik,
sehingga dapat menjalankan tugas dengan baik (Devina,2011). Chaplin (2011)
mendefinisikan kecerdasan (intelligence) adalah: 1) kemampuan menghadapi dan
menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif; 2) kemampuan
menggunakan konsep abstrak 12 secara efektif; 3) kemampuan memahami
pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat sekali. Salovey dan Mayer (1997,
dalam Morgan, 2003) mendefinisikan bahwa kecerdasan emosi melibatkan kemampuan
untuk mengetahui, menilai dan mengeksperikan emosi secara akurat; kemampuan
untuk menggunakan emosi untuk berpikir; kemampuan untuk memahami dan memiliki
pengetahuan tentang emosi; serta kemampuan untuk mengelola emosi untuk
mengembangkan diri. Dari beberapa penjelasan tentang kecerdasan emosi diatas
dapat diketahui bahwa bila seseorang mampu untuk mengendalikan emosi,
menggunakan emosi dengan tepat sehingga mampu membaca kesulitan maka bila
dihubungkan dengan prokrastinasi dapat mengurangi hal tersebut. Beberapa
penelitian telah menunjukkan pentingnya seseorang memiliki kecerdasan
emosional. Hasil penelitian Gottman (1997) menunjukkan fakta bahwa pentingnya
kecerdasan emosional dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan mengaplikasikan
kecerdasan emosional dalam kehidupan akan berdampak positif baik dalam
kesehatan fisik, keberhasilan akademis, kemudahan dalam membina hubungan dengan
orang lain, dan meningkatkan resiliensi. Patton (1998) mengatakan bahwa
individu yang memiliki kecerdasan emosional akan mampu menghadapi tantangan dan
mempertahankan semangat hidup (Setyowati, Sri & Dian, 2009). 13 Penelitian
lain menyebutkan bahwa kecerdasan emosi berhubungan dengan prestasi akademik
siswa kelas II SMU Lab School Jakarta Timur. Dimana pada penelitian tersebut
menunjukkan bahwa kecerdasan emosional yang dimiliki seseorang tinggi akan
berpengaruh pada hasil prestasi yang didapat selama belajar
(Wahyuningsih,2004). Selanjutnya, hasil penelitian tentang hubungan kecerdasan
emosi dengan resiliensi pada penghuni rumah damai menunjukkan bahwa aspek
kecerdasan emosional berpengaruh pada aspek resiliensi. Dalam penelitian
tersebut didapatkan bahwa aspek kecedasan emosional menyumbang 64,1% pada aspek
resiliensi (Setyowati, Sri & Dian,2009).
Beberapa penelitian telah membahas tentang hubungan kecerdasan
emosional dengan prokrastinasi akademik. Seperti penelitian yang telah
dilakukan oleh Hapsari (2013) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif
antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik bahwa semakin siswa
memiliki kecerdasan emosional yang tinggi maka tingkat prokarastinasinya akan
rendah. Kecerdasan emosional membantu seseorang terutama pelajar dalam
mengendalikan perilaku, mengontrol diri, menyesuaikan diri dalam proses belajar
sehingga mampu menyelesaikan setiap tugas belajarnya dan terhindar dari
perilaku prokrastinasi akademik. 14 Sejalan dengan penelitian diatas penelitian
tentang hubungan kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik pada
mahasiswa yang dialkukan oleh Devina (2011) mengungkapkan bahwa ketika seseorang
memiliki kecerdasan emosional yang tinggi maka tingkat prokrastinasi yang
dilakukan akan semakin rendah. Seseorang yang tidak memiliki kecerdasan
emosional yang baik maka dia tidak mudah mengendalikan emosinya dengan baik
pula, sehinga akan menimbulkan perang batin yang berpengaruh pada kemampuan
untuk berkonsentrasi pada tugas dan pekerjaannya sehingga kecerdasan emosional
menjadi hal yang penting untuk menghindari prokrastinasi. Dari berbagai
pemaparan yang telah dijabarkan diatas serta dari penelitian-penelitian
terdahulu yang telah dilakukan menunujukkan terdapat ketidak konsistenan dalam
hasil analisis tentang hubungan adversity quotient dan emotional intelligence
terhadap prokrastinasi. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui
hubungan antara adversity quotient dan emotional intelligence terhadap
prokrastinasi.mengerjakan tugas akhir pada Mahasiswa Teknik Arsitektur UIN
Maliki Malang ketika menghadapi tugas akhir. Adapaun perbedaan penelitian ini
dengan yang sebelumnya adalah pada penelitian ini subyek yang ditentukan lebih
spesifik sehingga membuat hasil penelitian lebih mudah dipahami. Selain itu
penelitian ini juga menggunakan tiga variabel sekaligus sehingga berbeda dengan
penelitian sebelumnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat
adversity quotient mahasiswa Teknik Arsitektur UIN Maliki Malang?
2. Bagaimana tingkat emotional Intelligence mahasiswa Teknik
Arsitektur UIN Maliki Malang?
3. Bagaimana tingkat
prokrastinasi mahasiswa Teknik Arsitektur UIN Maliki Malang? 4. Adakah hubungan
antara adversity quotient dan emotional inteliigence dengan Prokrastinasi
mahasiswa Teknik Arsitektur UIN Maliki Malang?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tingkat adversity quotient mahasiswa Teknik
Arsitektur UIN Maliki Malang.
2. Untuk mengetahui tingkat emotional intelligence mahasiswa Teknik
Arsitektur UIN Maliki Malang.
3. Untuk mengetahui tingkat Prokrastinasi mahasiswa Teknik
Arsitektur UIN Maliki Malang.
4. Untuk mengetahui hubungan antara adversity quotient dan
emotional intelligence dengan prokrastinasi mahasiswa Teknik Arsitektur UIN
Maliki Malang.
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya bagi peneliti dan khalayak intelektual pada umumnya, bagi
pengembangan keilmuan baik dari aspek teoritis maupun praktis, diantaranya:
1. Manfaat teoritis a. Memberikan sumbangsih keilmuan psikologi,
khususnya dibidang psikologi pendidikan. b. Menambah khazanah keilmuan mengenai
Hubungan adversity quotient dan emotional intelligence dengan tingkat
prokrastinasi mahasiswa Tenik Arsitektur di UIN Maliki Malang. 2. Manfaat
praktis a. Bagi Lembaga, hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai acuan atau
bahan rujukan dalam pembenahan sistem di kampus, khususnya di fakultas Saintek
UIN Maliki Malang mengenai prokrastinasi mahasiswa dalam menghadapi tugas akhir
dan mengasah adversity quotient dan emotional intelligence (kecerdasan
emosional) agar mahasiswa mampu mengahadapi kesulitan yang lain.
b. Bagi Mahasiswa, penelitian ini akan
membantu mahasiswa untuk mengetahui seberapa besar tingkat prokrastinasi mereka
dalam menghadapi tugas akhir serta pentingnya mengasah adversity quotient dan
emotional intelligence dalam menghadapi suatu kesulitan.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Hubungan adversity quotient dan emotional intelligence dengan prokrastinasi mengerjakan tugas akhir pada mahasiswa jurusan teknik arsitektur di UIN Mailiki Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment