Abstract
INDONESIA:
Pada dasarnya setiap manusia tidak bisa hidup sendiri, setiap individu akan membutuhkan individu lain dalam kehidupan sehari–hari tak terkecuali siswa akselerasi yang dianggap imatur dalam emosi dan sosialnya. Antar individu akan terlibat proses interaksi sosial dalam lingkungannya, baik di rumah, sekolah, tempat kerja dan lain–lain. Jika seorang individu tidak dapat berinteraksi dengan baik maka individu tersebut akan cenderung individualis dan egois sehingga kepekaan dan kepedulian pada lingkungan sekitarnya pun kurang. Agar individu mampu berinteraksi dengan baik maka membutuhkan kecerdasan sosial dan kematangan emosi, karena seseorang tidak hanya dituntut mampu berinteraksi tapi cerdas dalam berinteraksi dan berinteraksi secara positif.
Mengacu pada latar belakang tersebut problematika yang dibahas dan dijawab dalam penelitian ini adalah tingkat kematangan emosi, tingkat kecerdasan sosial, tingkat interaksi sosial, pengaruh kematangan emosi dan kecerdasan sosial terhadap interaksi sosial serta seberapa besar pengaruh kematangan emosi dan kecerdasan sosial terhadap interaksi sosial siswa akselerasi.
Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan metode analisis data regresi linier berganda dengan bantuan program komputer SPSS 20 for windows. Sampel penelitian ini adalah siswa-siswi akselerasi MAN 2 Madiun sebanyak 38 orang. Dari hasil analisa data kematangan emosi (X1) dan kecerdasan sosial (X2) berpengaruh signifikan terhadap interaksi sosial (Y) dengan tingkat signifikansi 0,000 (0,000 < 0,05) dan secara bersama-sama mempengaruhi interaksi sosial sebesar 61%. Tingat kematangan emosi, kecerdasan sosial dan interaksi sosial siswa akselerasi berada pada taraf sedang. Kematangan emosi berpengaruh pada interaksi sosial sebesar 58,2% sedangkan kecerdasan sosial mempengaruhi interaksi sosial sebesar 18,3%.
ENGLISH:
Basically, every man cannot live alone. Every individual will need other individuals in everyday life with no exception to student acceleration that is considered immature in the emotional and social. Among individuals will engage the process of social interaction in the environment, whether at homes, schools, workplaces and so fords. If an individual cannot interact properly, the individual will tend to be so individualistic and self-centered that sensitivity and concern for the environment is lacking. In order for individuals to be able to interact well, those are needed to have social intelligence and emotional maturity, because today’s life requires people not only to be able to interact, but also be smart in interaction with positive interaction.
Referring to the background of the study, the problems which are discussed and answered in this research are the level of emotional maturity, social intelligence level, the level of social interaction, the effect of emotional maturity and social intelligence for social interaction as well as how far the influence of the emotional maturity and social intelligence to accelerate students' social interaction.
The design of this study used is quantitative research method with data analysis by multiple linear regressions with the help of a computer program called SPSS 20 for windows. The samples were the student acceleration of MAN 2, Madiun for 38 people. From the data analysis of emotional maturity (X1) and social intelligence (X2) significantly affected the social interaction (Y) with a significance level of 0.000 (0.000 <0.05) and at the same time, affected social interaction by 61%. The degree of emotional maturity, social intelligence and social interaction of students are at moderate acceleration. Emotional maturity affected on social interaction by 58.2%, while social intelligence affected social interaction by 18.3%.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada dasarnya setiap manusia tidak bisa hidup
sendiri, setiap individu akan membutuhkan individu lain dalam kehidupan
sehari–hari. Antar individu akan terlibat proses interaksi sosial dalam
lingkungannya, baik di rumah, sekolah, tempat kerja dan lain–lain. Interaksi
merupakan hal yang paling unik yang muncul pada diri manusia. Jika seorang
individu tidak dapat berinteraksi dengan baik maka individu tersebut akan
cenderung individualis dan egois sehingga kepekaan dan kepedulian pada
lingkungan sekitarnya pun kurang. Manusia sebagai makhluk sosial dalam
kenyataannya tidak dapat lepas dari interaksi antar mereka. Interaksi antar
manusia ditimbulkan oleh bermacam-macam hal yang merupakan dasar dari peristiwa
sosial yang lebih luas. kejadian dalam masyarakat pada dasarnya bersumber pada
interaksi seorang individu dengan individu lainnya. Dapat dikatakan bahwa
tiap-tiap orang dalam masyarakat adalah sumber dan pusat efek psikologis yang
berlangsung pada kehidupan orang lain (Mahmudah, 2010). Menurut Gillin dan
Gillin (dalam Soekanto, 1982) interaksi sosial merupakan hubungan–hubungan
sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara
kelompok–kelompok manusia maupun antara orang perorangan dengan kelompok
manusia. 2 Dalam Islam interkasi sosial disebut sebagai membina hubungan dengan
sesama manusia atau hablun minannas dengan usaha membentuk silaturahmi. Bahkan
Allah SWT memerintahkan umat-Nya untuk selalu menjaga tali silaturahmi. a Allah
bersabda : Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan
isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS.
Annisa’: 1) Interaksi sosial dilakukan oleh siapapun dan dimanapun tidak
terkecuali pada lingkungan sekolah. Di sekolah siswa akan berinteraksi dengan
guru–guru, teman–teman, serta pegawai sekolah lainnya, hal ini juga akan
dialami oleh anak program akselerasi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Resita, Herawati & Suhadi (2014) menyatakan bahwa siswa akselerasi
mempunyai interaksi sosial yang baik dengan para guru, teman kelas
akselerasinya dan teman regulernya hal ini terjadi karena siswa akselerasi di
izinkan untuk 3 mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, sehingga mereka
melebur menjadi satu. Akselerasi adalah program yang dubuat untuk anak berbakat
akademik yang mempunyai IQ diatas rata–rata. Adapun manfaat dari akselerasi
menurut Shoutern dan Jones (dalam Hawadi, 2004) antara lain (1) meningkatkan
efisiensi yaitu siswa yang telah siap dengan bahan– bahan pengajaran dan
menguasai kurikulum pada tingkat sebelumnya akan belajar lebih baik dan lebih
efisien, (2) meningkatkan efektifitas yaitu siswa yang terikat belajar pada
tingkat kelas yang dipersiapkan dan menguasai ketrampilan–ketrampilan
sebelumnya merupakan siswa yang efektif, (3) mendapat penghargaan yaitu siswa
telah mampu mencapai tingkat tertentu sepantasnya memperoleh penghargaan atas
prestasi yang dicapainya, (4) meningkatkan waktu untuk karir yaitu adanya
pengurangan waktu belajar akan meningkatkan produktivitas siswa, penghasilan,
dan kehidupan pribadinya pada waktu yang lain, (4) membuka siswa pada kelompok
barunya yaitu dengan program akselerasi siswa dimungkinkan untuk bergabung
dengan siswa yang lain yang memiliki kemampuan intelektual dan akademis yang
sama, dan (5) ekonomis yaitu keuntungan bagi sekolah ialah tidak perlu
mengeluarkan banyak biaya untuk mendidik guru khusus anak berbakat. Menurut
Shoutern dan Jones (dalam Hawadi, 2004) siswa akselerasi mempunyai kelemahan
meskipun memenuhi dalam bidang akademis siswa akseleran kemungkinan imatur
secara sosial, fisik dan emosional. Dalam kelas akselerasi siswa didorong untuk
berprestasi 4 sehingga mereka kekurangan waktu beraktivitas dengan teman
sebayanya. Sehingga mereka cenderung individualis. Dalam arti lain kecerdasan
sosial dari anak akselerasi ini dapat dikatakan kurang, karena kurangnya waktu
yang digunakan untuk berinteraksi dengan orang. Namun, dalam penelitian
Hogeveen, Van Hell & Verhoeven (2011) menyatakan bahwa karakteristik
program akselerasi tidak berpengaruh negatif pada siswa akselerasi dan
mempunyai effek panjang yang positif. Hal ini dikarenakan faktor dari personal
dan faktor lingkungan dari siswa akselerasi tersebut. Menurut Dayakisni &
Yuniardi (dalam Paroisi, 2013) sebagai makhluk sosial yang perlu diperhatikan
adalah manusia secara hakiki dilahirkan selalu membutuhkan interaksi dengan
orang lain untuk memenuhi kebutuhannya.
Dengan demikian seseorang akan
selalu berinteraksi satu sama lain, dengan berbagai macam individu tentunya
dengan pola kepribadian, keunikan dan kekhasan masing-masing. Untuk itu
seseorang tidak hanya dituntut bisa berinteraksi dengan orang lain, tetapi
cerdas berinteraksi dengan orang lain, kecerdasan itu oleh Goleman disebut
sebagai kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial atau social intelligence adalah
kemampuan individu untuk berfungsi secara efektif dalam relasi dengan orang
lain (Chaplin, 2011). Goleman (dalam Pariosi, 2013) kecerdasan sosial merupakan
rujukan tepat bagi kecerdasan yang tak hanya tentang relasi individu dengan
orang lain namun dalam relasi itu. Menurut Albrecht (dalam Paroisi, 2013)
kecerdasan sosial bisa dikarakteristikkan sebagai sebuah kombinasi dari dasar
mengerti orang, 5 salah satu strategi kesadaran sosial dan paket kemampuan
untuk berinteraksi secara sukses dengan orang lain. Lebih dari itu, Suyono
(dalam Paroisi, 2013) berpendapat bahwa kecerdasan sosial merupakan pencapaian
kualitas manusia mengenai kesadaran diri dan penguasaan pengetahuan yang bukan
hanya untuk keberhasilan dalam melakukan hubungan interpersonal, tetapi
kecerdasan sosial digunakan untuk membuat kehidupan manusia menjadi lebih
bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Beberapa penelitian terdahulu telah
meneliti tentang kecerdasan sosial antara lain, penelitian yang dilakukan oleh
Meijs, dkk (2010) yang menyatakan bahwa kecerdasan sosial mempengaruhi
popularitas remaja di Northwestern. Penelitian yang dilakukan oleh Beheshtifar
& Roasaei (2012) menyatakan bahwa kecerdasan sosial sangat perlu dalam
kepemimpinan. Kepemimpinian sebagai proses sosial merupakan kemampuan seorang
individu untuk mempengaruhi, memotivasi, dan memungkinkan orang lain untuk berkontribusi
kearah keefektifitasan dan kesuksesan organisasi. Beberapa teori kepemimpinan
yang muncul menyatakan bahwa kecerdasan sosial penting bagi seorang pemimpin.
Telah ditemukan bahwa aspek kecerdasan sosial berhubungan dengan meningkatkan
pemcahan masalah sosial, pengalaman kepemimpinan, dan pengalaman diri yang
positif. Penelitian Yunus (2011) yang mana menyatakan ada dua hubungan antara
kecerdasan sosial guru dan strategi guru mengelola kedisiplinan 6 kelas.
Pertama, hubungan positif ditrmukan antara kecerdasan sosial guru dan pemberian
reward, diskusi, dan keterlibatannya dengan siswa. Kedua, hubungan negatif
antara kecerdasan sosial guru dan pemberian hukuman dan tindakan agresi. Dalam
penelitian ini tingkat kecerdasan guru tergolong sedang. Penelitian yang
dilakukan oleh Toshio & Masako (1999), menghasilkan adanya hunbungan antara
rasa percaya dan kecerdasan sosial, orang yang mempunyai kecerdasan sosial yang
tinggi akan mampu memahami dirinya sendiri dan orang lain dan menggunakan
pemahaman itu dalam hubungan sosial hal itu dapat menjaga rasa percaya antar
dirinya dan orang lain, dan orang dengan kecerdasn rendah tidak dapat melakukan
itu. Penelitian yang dilakukan oleh Gananadevan (2011) menyatakan adanya
hubungan antara kecerdasan sosial dan status sosial dan ekonominya ditemukan
beberapa hasil yaitu, gender tidak mempengaruhi kecerdasan sosial, siswa yang
ibunya berpendidikan tingkat sekolah dan tingkat universitas mempunyai
kecerdasan sosial yang berbeda, tidak hanya itu mereka yang mempunyai suku
berbeda juga mempunyai kecerdasan sosial yang berbeda. Penelitian-penelitian
diatas merupakan penelitian terdahulu tentang kecerdasan sosial, dalam
penelitian ini tentu berbeda dengan penelitian diatas, karena dalam penelitian
ini salah satunya akan membahas tentang pengaruh kecerdasn sosial terhadap
interaksi sosial, yang mana dalam berinteraksi individu dituntut untuk cerdas
dalam berinteraksi yang disebut 7 dengan kecerdasan sosial. Dalam
penelitian-penelitian terdahulu pun pengaruh atau hubungan kecerdasan sosial
cenderung pada kegiatan dan proses sosial yang melibatkan interaksi antar
individunya, seperti kepemimpinan, popularitas, strategi mengajar duru dan
lain-lain. Pada penelitian tentang kecerdasan sosial siswa akselerasi oleh
Danistya (2012) Siswa akselerasi cenderung dianggap sombong dan tidak bisa
berbaur oleh siswa–siswa reguler. Meskipun sekolah sudah melaksanakan program
yang melibatkan siswa akselerasi dan reguler namun pada kenyataannya siswa
akselerasi tetap berkelompok – kelompok dengan siswa akselerasi dan tidak mau
berbaur dengan siswa reguler lainnya. Hal ini tentu menunjukkan bahwa siswa
akselerasi tidak dapat berinterkasi sosial dengan baik dengan siswa reguler
lainnya. Dalam penelitian ini mendapatkan hasil kecerdasan sosial yang
merupakan salah satu hal yang mempengaruhi interaksi sosial siswa akselerasi
tergolong sedang.
Selain itu dalam melakukan interaksi
sosial tentunya individu tidak hanya memerlukan kecerdasan sosial namun juga
harus mampu mengontrol emosi agar interaksi sosial tersebut berjalan dengan
baik. Kemampuan mengontrol emosi ini disebut sebagai kematangan emosi yaitu
merupakan kemampuan individu untuk dapat bersikap toleran, merasa nyaman,
mempunyai kontrol diri sendiri, perasaan mau menerima dirinya dan orang lain,
selain itu mampu menyatakan emosinya secara konstruktif dan kreatif
(Susilowati, 2013). Kematangan emosi adalah bahwa individu menilai situasi
secara kritis terlebih dahulu sebelum 8 bereaksi secara emosional, tidak lagi
bereaksi tanpa berfikir sebelumnya seperti anak–anak atau orang yang tidak
matang (Hurlock, 1980). Dalam penelitian terdahulu ada beberapa hal yang juga
di pengaruhi oleh kematangan emosi, penelitian yang dilakukan oleh Sharma
(2012) yang mana menghasilkan mahasiswa semester pertama mempunyai penyesuaian
diri dan kematangan emosi yang rendah sedangkan mahasiswa tingkat akhir
memiliki penyesuainan dan kematangan emosi yang tinggi. Hal ini berarti usia
dan pengalaman mempengaruhi kematangan emosi individu. Penelitian yang
dilakukan oleh Pastey & Aminbhavi (2006) menghasilkan adanya pengaruh
kematangan emosi pada stress dan kepercayaan diri seorang remaja. Remaja yang
memiliki kematangan emosi yang tinggi memiliki tingkat stres yang lebih tinggi
namun mereka juga lebih memiliki kepercayaan diri yang tinggi pula. Gender
tidak mempengaruhi tingkat stres atau pun kepercayaan diri namun stres dan
kepercayaan diri lebih di pengaruhi oleh kematangan emosi. Penelitian
Chandanshive (2014) menghasilkan adanya hubungan positif antara kematangan
emosi konsep diri. Dalam penelitiannya di temukan bahwa remaja perempuan lebih
matang emosinya dari pada remaja laki-laki, dan kematangan emosi tidak
dipengaruhi oleh asal remaja tinggal kota ataupun desa. Singh, Pant &
Valentina (2014) dalam penelitiannya menyatakan struktur keluarga mempeengaruhi
kemetangan emosi dan sosial remaja. Remaja yang berasal dari keluarga yang
mengutamakan kebersamaan 9 lebih memiliki kepribadian dan hubungan
interpersonal yang bagus selain itu remaja juga memiliki kemajuan emosiaonal, penyesuaian
sosial, dan berbagai komponen kematangan emosi. Aashra & Jogsan (2013)
dalam penelitiannya menghasilkan adanya hubungan positif antara kematangan
emosi dan aktualisasi diri pada lulusan siswa SMA dan sarjana. Dalam penelitian
ini ditemukan bahwa sarjana memiliki emosi yang lebih matang dibandingkan
dengan lulusan SMA. Hal ini berarti pencapaian need seseorang mempengaruhi
kematangan emosinya. Dalam penelitian ini tentu berbeda dengan
penelitian-penelitian diatas peneliti lebih cenderung meneliti pengaruh
kematangan emosi terhadap interaksi sosial. Untuk berinteraksi individu tidak
hanya memerlukan kecerdasan sosial tetapi juga perlu memiliki kematangan emosi
agar interaksinya berjalan dengan baik. Individu perlu mampu mengontrol dirinya
dan mengatur emosinya serta menempatkan emosi pada tempatnya. Dalam penelitian
yang dilakukan oleh Susilowati (2013) menunjukkan hasil bahwa siswa akselerasi
tingkat kematangan emosi yang tinggi berjumlah 54,3% dan kematangan emosi yang
rendah berjumlah 45,7%. Hal ini disebabkan karena di SMPN 1 Malang siswa
akselerasi diperbolehkan untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan
kegiatankegiatan lain yang diselenggarakan oleh sekolah. Siswa akselerasi dapat
mengikuti semua kegiatan yang ada di sekolah sesuai keinginan mereka 10 asalkan
tidak menggangu dalam proses belajar. Sehingga siswa akselerasi dapat
berinteraksi dengan siswa–siwa reguler lainnya. Selain itu siswa akselerasi ini
masih tergolong pada masa perkembangan remaja yang mana masa remaja merupakan
masa peralihan antara masa anak–anak ke masa dewasa.
Pada masa ini remaja mengalami
perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial dan emosional. Umumnya
masa ini berlangsung sekitar umur 13 tahun sampai 18 tahun, yaitu masa anak
duduk dibangku sekolah menengah. Masa ini biasanya dirasakan sebagai masa
sulit, baik remaja sendiri maupun bagi keluarga, atau lingkungannya. Masa
remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi berkobar–kobar, sedangkan
pengendalian diri belum sempurna. Remaja juga sering mengalamiperasaan tidak
aman, tidak tenang, dan khawatir kesepian (Ali & Asrori, 2006). Secara
garis tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”
suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik
dan kelenjar. Adapun meningginya emosi terutama karena anak laki–laki dan
perempuan berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan
selama masa kanak–kanak mereka kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi
keadaan–keadaan itu. Meskipun emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak
terkendali dan tampaknya irasional, tetapi paada umumnya dari tahun ke tahun
terjadi perbaikan perilaku emosional. Remaja tidak lagi mengungkapkan
mengungkapkan amarahnya dan dengan cara gerakan amarah yang meledak–ledak melainkan
menggerutu, tidak mau berbicara atau dengan 11 suara keras mengkritik
orang–orang yang menyebabkan amarah (Hurlock,1980). Secara garis besar masa
remaja dapat dibagi dalam empet periode, yaitu, periode praremaja, selama
periode ini terjadi gejala–gejala yang hampir sama antara remaja pria maupun
wanita. Perubahan fisik belum tampak jelas, tetapi pada remaja putri biasanya
memperlihatkan penambahan berat badan yang cepat sehingga mereka merasa gemuk.
Gerakan – gerakan mereka menjadi kaku. Perubahan ini disertai sifat kepekaan
terhadap rangsangan dari luar dan respon mereka biasanya berlebihan sehingga
mereka mudah tersinggungdan cengeng tetapi juga cepat merasa senang, atau
bahkan meledak–ledak (Ali & Asrori, 2006). Periode Remaja Awal, selama periode
ini perkembangan fisik yang semakin tampak adalah perubahan fungsi alat
kelamin. Karena perubahan alat kelamin semakin nyata, remaja seringkali
mengalami kesukaran dalam menyesuaiakn diri dengsn perubshan–perubahan itu.
Akibatnya, tidak jarang mereka cenderung menyendiri sehingga merasa terasing,
kurang perhatian dari orang lain, atau bahkan merasa tidak ada orang yang mau
mempedulikannya. Kontrol terhadap dirinya bertambah sulit dan mereka cepat
marah dengan cara–cara yang kurang wajar untuk meyakinkan dunia sekitarnya.
Perilaku seperti ini sesungguhnya terjadi karena adanya kecemasan terhadap
dirinya sendiri sehingga muncul dalam reaksi yang kadang–kadang tidak wajar
(Ali & Asrori, 2006). Periode Remaja Tengah, tanggung jawab hidup yang
harus semakin ditingkatkan oleh remaja, yaitu mampu memikul sendiri juga
menjadi 12 masalah tersendiri bagi mereka. Karena tuntutan peningkatan tanggung
jawab tidak hanya datang dari orang tua atau anggota keluarganya tetapi juga
dari masyarakat sekitarnya. Tidak jarang masyarakat juga menjadi masalah bagi
remaja. Melihat fenomena yang sering terjadi dalam masyarakat yang seringkali
juga menunjukkan adanya kontradiksi dengan nilai–nilai moral yang mereka
ketahui, tidak jarang remaja mulai meragukan tentang apa yang disebut baik atau
buruk. Akibatnya, remaja seringkali ingin membentuk nilai–nilai mereka sendiri
yang mereka anggap benar, baik, dan pantas untuk dikembangkan dikalangan mereka
sendiri. Lebih–lebih jika orang tua atau orang dewasa ingin memaksakan
nilai–nilainya agar dipatuhi oleh remaja tanpa disertai dengan alasan yang
masuk akal menurut mereka (Ali & Asrori, 2006). Periode Remaja Akhir,
selama periode ini remaja mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan
mulai mampu menunjukkan pemikiran, sikap, perilaku yang semakindewasa. Oleh
sebab itu, orang tua dan masyarakat mulai memberikan kepercayaan yang
selayaknya kepada mereka. Interaksi dengan orang tua juga lebih bagus dan
lancar karena mereka sudah memiliki kebebasan penuh serta emosinya pun mulai
stabil. Pilihan arah hidup sudah semakin jelas dan mampu mulai mengambil
pilihan dan keputusan tentang arah hidupnya secara lebih bijaksana meskipun
belum bisa secara penuh. Mereka juga mulai memilih cara–cara hidup yang dapat
dipertanggung jawabkan terhadap dirinya sendiri, orang tua dan masyarakat (Ali
& Asrori, 2006). 13 Remaja mempunyai pola emosi yang tidak stabil perubahan
emosi yang terjadi dipengaruhi oleh perubahan fisik dan kelenjar. Masa ini
merupakan masa peralihan antara masa anak–anak ke masa dewasa mereka masih
cenderung mencari–cari jati dirinya. Masih sulit untuk mengendalikan dirinya,
masih suka untuk mencoba–coba. Namun dengan seiring berjalannya waktu remaja
akan mengalami kematangan emosi yang mana mempengaruhi interaksinya dengan
orang orang disekitarnya. Peneliti tertarik untuk melekukan penelitian tentang
interaksi sosial siswa akselerasi dimana siswa akselerasi dianggap kurang bisa
berbaur dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya namun, tidak semua siswa
akselerasi tidak dapat berinteraksi dengan baik ada faktorfaktor tertentu yang
menyebabkan siswa akselerasi dapat berinteraksi dengan baik seperti penelitian
diatas yang menunjukkan bahwa siswa akselerasi dapat berinteraksi dengan baik.
Penelitian ini akan dilaksanakan di MAN 2 Madiun dimana sekolah tersebut
mempunyai program Akselerasi. Program kelas akselerasi hanya terdiri dari dua
kelas yakni kelas X satu kelas dan kelas XI satu kelas, jumlah keseluruhan
siswa adalah 38 siswa. Kelas X berjumlah 20 siswa terdiri dari 9 laki – laki
dan 11 perempuan sedangkan siswa kelas XI berjumlah 13 siswa terdidri dari 6
siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan.Siswa akselerasi di MAN 2 kurang
berinteraksi dan berbaur dengan siswa reguler di luar kegiaatan belajar mereka
karena mereka cenderung berada di dalam kelas dan belajar dan tidak
diperbolehkan untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seperti siswa reguler
pada 14 umumnya. Selain itu siswa akselerasi jarang terlibat kegiatan dengan
siswa–siswa reguler lainnya. Siswa akselerasi memulai kegiatan belajar mengajar
pada pukul 06.30 WIB dan berakhir pada pukul 03.45, jika ada jam tambahan
pelajaran maka siswa akselerasi akan di pulangkan pukul 17.00 WIB. Siswa –siswi
program akselerasi MAN 2 Madiun diwajibkan untuk tinggal di asrama, meskipun
begitu satu asrama hanya terdiri dari siswa akselerasi saja. Sedangkan untuk
asrama siswa reguler terpisah dari asrama akselerasi. Sehingga pola interaksi
yang tercipta adalah interaksi homogen antar siswa akselerasi dan mereka kurang
menjalin hubungan sosial dengan siswa reguler lainnya kebanyakan yang mereka
lakukan adalah belajar karena adanya tuntutan akademik bahkan saat di asrama
pun mereka masih diberi jam tambahan dari jam 20.00 WIB sampai 21.30 WIB pada
hari rabu dan kamis. Meskipun begitu tidak semua siswa akselerasi bersikap cuek
dan kurang menjalin hubungan sosial tapi ada beberapa dari mereka yang cukup
bagus interaksinya.
Hal ini bisa terjadi karena kecerdasan sosial
dan kematangan emosi yang dimiliki oleh siswa akselerasi tersebut. Oleh karena
itu peneliti tertarik untuk meneliti, “Pengaruh Kematangan Emosi dan Kecerdasan
Sosial Terhadap Interaksi Sosial Siswa Program Akselerasi MAN 2 Madiun”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat kematangan
emosi siswa program akselerasi MAN 2 Madiun?
2. Bagaimana tingkat kecerdasan sosial siswa
program akselerasi MAN 2 Madiun?
3. Bagaimana tingkat interaksi
sosial siswa program akselerasi MAN 2 Madiun?
4. Seberapa besar pengaruh kematangan emosi
dan kecerdasan sosial terhadap interaksi sosial siswa program akselerasi MAN 2
Madiun?
5. Adakah pengaruh kematangan emosi
terhadap interaksi sosial siswa program akselerasi MAN 2 Madiun?
6. Adakah pengaruh kecerdasan sosial
terhadap interaksi sosial siswa program akselerasi MAN 2 Madiun?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui tingkat kematangan
emosi siswa program akselerasi MAN 2 Madiun.
2. Mengetahui tingkat kecerdasan sosial siswa
program akselerasi MAN 2 Madiun.
3. Mengetahui tingkat interaksi
sosial siswa program akselerasi MAN 2 Madiun.
4. Mengetahui manakah diantara
kematangan emosi dan kecerdasan sosial yng paling berpengaruh pada interaksi
sosial siswa program akselerasi MAN 2 Madiun.
5. Mengetahui pengaruh kematangan emosi
terhadap interaksi sosial siswa program akselerasi MAN 2 Madiun. 6. Mengetahui
pengaruh kecerdasan sosial terhadap interaksi sosial siswa program akselerasi
MAN 2 Madiun.
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai kematangan emosi,
kecerdasan sosial, dan interaksi sosial dalam perkembangan ilmu psikologi,
khususnya psikologi sosial, psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan.
b. Manfaat praktis Dari hasil
penelitian ini diharapkan: 1. Bagi guru, dapat memberikan masukan dalam
menerapkan metode pengajaran yang sesuai pada siswa akselerasi. 2. Bagi
sekolah, dapat dijadikan evaluasi untuk kebijakan sekolah bagi siswa
akselerasi. 3. Bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai bahan untuk
penelitian selanjutnya.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Pengaruh kematangan emosi dan kecerdasan sosial terhadap interaksi sosial siswa program akselerasi" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment