Abstract
INDONESIA:
Fenomena jilbab merupakan hal yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Dari dulu hingga sekarang jilbab menghiasi busana sebagian wanita di Indonesia yang memang mayoritas beragama Islam. Namun tidak semua muslimah Indonesia mengenakannya. Ada beberapa alasan yang mendasari mengapa sebagian muslimah memilih untuk tidak berjilbab sekalipun hal tersebut merupakan hal yang diperintahkan dalam Islam. Salah satu alasannya adalah takut dianggap kuno atau tidak modis. Namun saat ini dengan hadirnya Hijabers Community di Indonesia ternyata mampu mengubah image wanita berjilbab menjadi lebih stylish. Sehingga banyak muslimah Indonesia yang tertarik untuk mengikuti cara berjilbab ala Hijabers, bahkan bergabung dalam komunitas tersebut. Hal ini akhirnya menimbulkan pertanyaan apakah antusiasme muslimah Indonesia terhadap Hijabers Community tersebut menggambarkan tingkat kepatuhannya terhadap ajaran Islam atau sekedar mengikuti perkembangan mode semata. Lantas bagaimana bentuk keimanan atau kepercayaan eksistensial yang dimilikinya?
Penelitian ini bertujuan untuk memahami kondisi kepercayaan eksistensial pada muslimah yang bergabung dalam komunitas Hijabers Malang dalam memaknai hijab sebagai bagian dari kepercayaannya. Hal ini berkaitan dengan dinamika kepercayaan eksistensial muslimah tersebut yang juga ingin diketahui dalam penelitian ini.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Subjek penelitian berjumlah dua orang muslimah yang merupakan anggota komunitas Hijabers Malang. Setelah data didapat dari kedua subjek tersebut, data dianalisis dengan cara membaca keseluruhan transkrip wawancara, menyusun bagian-bagian deskripsi, membuat transformasi makna dan membuat struktur. Untuk menguji keabsahan data, penelitian ini menggunakan triangulasi sumber data dan teori.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua subjek memaknai hijab sebagai penutup aurat yang wajib digunakan bagi seorang muslimah sebagaimana yang disyariatkan dalam agama Islam. Selain itu diketahui bahwa dinamika kepercayaan eksistensial subjek berjalan secara dinamis membentuk alur iman sadar yang prosesnya dimulai sejak subjek belum berhijab sampai pada saat ini setelah subjek berhijab.
ENGLISH:
The phenomenon of jilbab is something common for Indonesian people. From the past to the present day, jilbab decorates most of Indonesian’s women clothing that majority of them are muslims. But, it doesn’t mean that all of the Indonesian’s muslims women wearing jilbab. There are some reasons that underlie of why some of the muslim women choose not to wearing jilbab even if that thing is something obligation in Islam. One of the reason is they are afraid of reputing as outdated style and look. However, the existence of Hijabers Community in Indonesia can change the image of the women who wearing jilbab become look more stylish. So, many of Indonesian muslims women interested in following to use jilbab just like Hijabers, moreover they join in the community. Finally, this is causing a question about the Indonesian’s muslims women enthusiastic in Hijabers Community that describe how far their obedience to Islam or they just following the style of fashion. Then, how about their faith itself?
The purpose of this research is to understand the faith condition of the muslim women who are joining into the community of Hijabers in Malang city about the meaning of jilbab/hijab as a part of their belief. This is related in the dynamics of the woman’s faith that is known in this research.
This research is a type of qualitative research which using phenomenology approach. The method of collecting data use deep interview, observation, and documentation. There are two muslim women who become the subject of the research. After getting the data from the subject, the data is analyzed by reading all of the transcript of the interview, arranging parts of the description, making the mean’s transformation and the structure. To examining the validity of the data, this research uses triangulation of the source of the data and theory.
The outcome of the research shows that the two of subject are use hijab as the cover of the genital that Islam obligating it to every muslims’s women. In additition, it is known that subjects’s dynamical of faith is moved dynamicly that forms the space of faith’s conscious that its process is started since the subjects wearing hijab yet to the present day when the subjects now use hijab.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Siapa yang tidak mengenal istilah jilbab? Jilbab atau kerudung
merupakan istilah yang sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Di
Indonesia mengenakan jilbab atau kerudung sudah menjadi sesuatu yang biasa.
Awalnya mungkin karena sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam.
Sehingga ada perintah bagi wanita yang beragama Islam untuk menutup auratnya,
yang mana salah satu caranya dengan menggunakan jilbab. Syahmwil (dalam
Maiyusnida, 2006) menjelaskan bahwa jilbab bukan merupakan suatu hal yang baru
di Indonesia karena pemakaiannya telah ada sejak Islam muncul di negara
Indonesia. Sekalipun hal itu sudah berlangsung lama, ada sebagian orang yang
masih enggan untuk memakai jilbab dengan alasan berjilbab itu kuno dan tidak
modis. Seperti yang diungkapkan oleh Bkuswara (2012) bahwa perempuan yang
menolak menggunakan kerudung biasanya beranggapan bahwa kerudung itu dianggap
kuno dan ketinggalan jaman. Namun saat ini anggapan tersebut mulai melebur
sejak munculnya Hijabers Community. Nursyahbani (2012) menyebutkan bahwa
Hijabers Community yang resmi dibentuk pada tahun 2010 ini memproklamirkan
dirinya sebagai komunitas jilbab pertama di Indonesia. Hadirnya Hijabers
Community memunculkan image baru tentang muslimah berjilbab, yaitu jika 2
sebelumnya muslimah yang mengenakan jilbab dianggap kuno dan tidak modis, saat
ini Hijabers Community mampu menunjukkan penampilan jilbab yang trendy dan
fashionable. Hal tersebut sejalan dengan yang dilansir oleh salah satu media
online yang mengatakan bahwa: “Hijabers Community, komunitas muslimah ini hadir
dengan misi syiar Islam melalui busana muslim. Komunitas ini tampil berbeda
untuk mencitrakan keindahan. Indah dalam berpakaian dengan busana muslim, juga
dalam bersyiar kepada sesama perempuan. Meski dihujani pro-kontra, Hijabers
Community (HC) nyatanya kian solid menyuarakan ketaatan terhadap ajaran, dengan
sentuhan fashion di dalamnya.” (female.kompas.com, diakses pada 28 Desember
2012) Prasetia (dalam Nursyahbani, 2012) mengungkapkan bahwa munculnya Hijabers
Community berperan dalam popularitas jilbab di Indonesia karena mengubah
persepsi masyarakat Indonesia terhadap jilbab yang sebelumnya menyimbolkan
fundamentalisme agama kini jilbab dipandang positif sebagai simbol kemodernan
tanpa harus meninggalkan religiusitas.
Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Nursyahbani (2012) juga dijelaskan bahwa komunitas yang
beranggotakan para muslimah berjilbab tersebut sengaja didirikan dengan dua
tujuan, yaitu mengubah konstruksi citra muslimah berjilbab dan syiar dengan
menarik para muslimah muda yang belum berjilbab menjadi berjilbab. Kedua tujuan
tersebut nampaknya telah mampu dicapai oleh Hijabers Community, dimana mereka
telah mampu menciptakan image baru dari fashion berjilbab yang kemudian oleh
orang lain dilekatkan dengan istilah hijabers dan mengidentikkan gaya jilbab
tertentu sebagai gaya berjilbab “ala hijabers”. Yang mana hal tersebut mampu 3
menarik minat orang lain untuk mengikuti gaya berjilbab mereka, sehingga orang
yang belum berjilbab pun menjadi tertarik untuk memakai jilbab ala hijabers
tanpa khawatir dibilang tidak modis saat mereka mengenakannya. Berdasarkan hal
tersebut dapat diketahui bahwa Hijabers Community mempunyai daya tarik
tersendiri yang mampu membuat para muslimah tertarik untuk bergabung menjadi
anggota dalam komunitas tersebut. Meskipun tidak diketahui secara pasti berapa
jumlah anggota yang telah bergabung, namun ketertarikan masyarakat dapat
dilihat dari jumlah orang yang menyukai fan page “Hijabers Community” dalam
jejaring sosial Facebook yaitu sebanyak 92.699 dan jumlah followers
@HijabersComm dalam jejaring sosial Twitter sebanyak 81.154
(https://www.facebook.com/ pages/Hijabers-Community/170377836318720 dan
https://twitter.com/ HijabersComm, diakses pada 09 September 2013). Selain itu,
berbagai media online juga menunjukkan adanya beberapa komunitas serupa di
berbagai daerah di Indonesia yang membuat komunitas tersebut semakin diakui
eksistensinya, seperti di Aceh, Bandung, Makassar, Malang, Padang dan
Yogyakarta.
Namun apakah dengan maraknya Hijabers Community di berbagai daerah
serta jumlah anggota atau pengikut yang bisa dibilang tidak sedikit itu mampu
menggambarkan tingkat kepatuhan seseorang terhadap syariat agama? Ataukah para
muslimah berjilbab yang termasuk dalam Hijabers Community hanya sekedar
mengikuti trend yang sedang booming saja? Lalu bagaimana dengan keimanan atau
kepercayaan eksistensial yang dimilikinya? 4 Kepercayaan eksistensial itu
sendiri merupakan cara seseorang meyakini kepercayaannya baik dikaitkan dengan
suatu agama tertentu ataupun tidak. Fowler (1981) menjelaskan bahwa faith
(iman) atau kepercayaan eksistensial di sini bukanlah iman yang khusus untuk
suatu agama. Kepercayaan eksistensial dijelaskan sebagai sesuatu yang berbeda
dengan belief (kepercayaan) dan religion (agama). Iman atau kepercayaan
eksistensial lebih dari belief dan religion karena merupakan kategori paling
fundamental dalam pencarian manusia akan relasinya dengan yang transenden.
Lebih lanjut kepercayaan eksistensial dipandang sebagai “kepercayaan hidup”
atau yang jauh lebih fundamental dan pribadi daripada religion dan belief.
Fowler tidak pernah bermaksud memisahkan ketiga hal tersebut karena ketiganya
berkaitan erat, serta memungkinkan untuk saling mempengaruhi dan meresapi.
Sehingga kepercayaan eksistensial hendak dimengerti sebagai suatu kegiatan atau
aktivitas dalam mempercayai sesuatu yang berjalan secara dinamis. Adapun
penelitian yang membahas mengenai kepercayaan eksistensial pernah dilakukan
Idrus (2006) yang menghubungkan serta mencari pengaruh antara pola asuh,
interaksi teman sebaya, orientasi nilai budaya dan status identitas dengan
kepercayaan eksistensial subjek penelitian (remaja jawa). Hasil dari penelitian
tersebut menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kepercayaan eksistensial baik secara langsung maupun tidak langsung.
Faktor-faktor yang mampu mempengaruhi kepercayaan 5 eksistensial secara
langsung adalah pola asuh, interaksi teman sebaya dan orientasi nilai budaya.
Namun di sisi lain ketiga hal tersebut juga memberikan efek atau pengaruh tidak
langsung terhadap kepercayaan eksistensial. Misalnya efek tidak langsung dari
interaksi teman sebaya terjadi melalui status identitas dan orientasi nilai
budaya. Sedangkan efek tidak langsung dari orientasi nilai budaya ditemukan
dalam keyakinan eksistensial melalui status identitas.
Penelitian lain mengenai
kepercayaan eksistensial juga dilakukan oleh Juneman (2012). Penelitian
tersebut membahas dinamika kepercayaan eksistensial pada muslimah yang
melepaskan jilbabnya, mulai dari sebelum, saat dan setelah subjek melakukan
tindakan tersebut. Adapun hasil dari penelitiannya menjelaskan bahwa hal yang
menyebabkan atau mempengaruhi muslimah untuk berjilbab maupun melepas jilbab
adalah kepercayaan eksistensial yang dimiliki muslimah tersebut. Sekalipun
telah melepas jilbab, seorang muslimah tetap menjadi seorang muslim. Hanya saja
caranya menjadi seorang muslim – khususnya cara dalam memaknai jilbab dan
berjilbab, beberapa kali diperdalam, diperluas dan ditata kembali. Adanya
pengaruh interaksi teman sebaya terhadap kepercayaan eksistensial yang
ditemukan dalam penelitian Idrus (2006) membuat peneliti menganalogikan bahwa
interaksi yang terjadi antar sesama anggota dalam Hijabers Community berpeluang
untuk mempengaruhi kepercayaan eksistensial seseorang yang ada di dalamnya.
Terlebih lagi mengingat hasil penelitian Juneman (2012) yang menunjukkan bahwa
kepercayaan 6 eksistensial itulah yang menyebabkan seseorang untuk berjilbab.
Sehingga hal tersebut membuat penulis tertarik untuk meneliti kepercayaan
eksistensial dari muslimah yang tergabung dalam Hijabers Community. Sekalipun
dua penelitian di atas memiliki kesamaan dengan penelitian ini yaitu membahas
tentang kepercayaan eksistensial yang ditinjau berdasarkan keilmuan psikologi,
namun dengan perkembangan yang ada menjadikan penelitian sebelumnya tidak
mengeksplorasi kelompok tertentu yang sedang marak diperbincangkan. Berdasarkan
kekurangan tersebut penelitian ini dirasa penting untuk menambah pegetahuan
mengenai teori kepercayaan eksistensial, menambah informasi terkait makna
berjilbab dari muslimah yang bergabung dalam Hijabers Community dan memperkaya
literatur-literatur dalam bidang psikologi. Sebagai salah satu upaya menyingkap
makna dibalik berjilbabnya seorang muslimah, penelitian fenomenologi ini
bertujuan untuk memahami kondisi kepercayaan eksistensial pada muslimah yang
bergabung dalam Hijabers Community khususnya yang berada di Malang.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana muslimah Hijabers Malang memaknai
hijab sebagai bagian dari kepercayaannya? 2. Bagaimana dinamika kepercayaan
eksistensial muslimah Hijabers Malang dalam memaknai hijab yang dikenakannya?
C. Tujuan 1. Untuk mengetahui
makna hijab dalam kepercayaan yang diyakini muslimah Hijabers Malang. 2. Untuk
mengetahui dinamika kepercayaan eksistensial muslimah Hijabers Malang dalam
memaknai hijab yang dikenakannya.
D.
Manfaat 1. Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan mengenai teori kepercayaan eksistensial, serta
memberikan gambaran mengenai makna berhijab dari muslimah Hijabers Community
Malang. 2. Manfaat Praktis Penulisan skripsi ini diharapkan bisa dijadikan
bahan masukan untuk menambah kepustakaan dalam kajian psikologi.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Kepercayaan eksistensial muslimah komunitas hijabers Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment