Abstract
INDONESIA:
Kelurahan Karang Besuki Malang merupakan salah satu wilayah daerah perkotaan yang mendapatkan bantuan dana PKH (program keluarga harapan). Bantuan ini harus diterima oleh ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan. Kesulitan orang tua khususnya ibu dalam memenuhi tanggung jawab atas kesehatan, nutrisi dan pendidikan anak-anaknya akan menambah stressor atau tekanan yang berakibat pada parenting stress. Kondisi stres yang dialami warga peserta PKH dan kelelahan dalam mengasuh anak akan mengakibatkan pada penurunan kondisi kesehatan.
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui tingkat health hardiness pada warga peserta PKH Kelurahan Karang Besuki Malang; (2) untuk mengetahui tingkat parenting stress pada warga peserta PKH Kelurahan Karang Besuki Malang; (3) untuk mengetahui hubungan antara health hardiness dengan parenting stress warga peserta PKH Kelurahan Karang Besuki Malang.
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kuantitatif, dengan jenis penelitian korelasional. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan skala yang diberikan kepada 82 ibu warga peserta PKH Kelurahan Karang Besuki Malang. Dalam menganalisis data digunakan perhitungan statistik korelasi product-moment, adapun instrument yang digunakan adalah adaptasi skala parenting stress dari Abidin (1975) dan skala The Revised Health Hardiness Inventory (RHHI) (Gebhardt, 2001), kedua skala dilakukan uji content validity dengan menggunakan metode content validity ratio dan construct validity dengan menggunakan racsh model.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat health hardiness atau ketahanan dalam kesehatan yang diimiliki warga berada pada kategori tinggi yaitu sekitar 84,1%, sedangkan pada parenting stress atau stres pengasuhan berada pada kategori sedang yaitu 61%. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang negatif dan signifikan antara health hardiness dengan parenting stress dengan rxy= (-0,253) dan p = 0,022. Hasil analisis korelasi lebih lanjut menunjukkan bahwa ketahanan dalam kesehatan khususnya persepsi kompetensi pada kesehatan (perceived health competence) memiliki korelasi yang signifikan dengan stres pengasuhan yang bersumber dari pengalaman stres orang tua (parental distress) dan ketidakberfungsian interaksi antara orang tua dan anak (the parent-child dysfunctional interaction).
ENGLISH:
Kelurahan Karang Besuki Malang is one of the region's urban areas that receive funds from PKH (Program Keluarga Harapan). This assistance must be received by the mother or adult women who take care of children in the household. The difficulties that parents face, especially mothers in fulfilling responsibility for health, nutrition and education of her children will add to stress or the pressure that leads to parenting stress. Stressful conditions and the exhaustion in parenting experienced by participants of PKH will lead to a decline in health conditions.
The aimed of this research are (1) to determine the level of health hardiness of participants of PKH Kelurahan Karang Besuki Malang; (2) to determine the level of parenting stress faced by participants PKH Kelurahan Karang Besuki Malang; (3) to determine the relationship between health hardiness and parenting stress on participants PKH Kelurahan Karang Besuki Malang.
This research was conducted using quantitative methods and korelasional data method was used to collect the data. Data collection techniques that was used were interviews and scale. The data was collected by dispensing those interviews and scale to 82 mothers, participants of PKH Kelurahan Karang Besuki Malang. In analyzing the data, the calculation of the correlation statistics product-moment was used, as for the instrument, the stress of parenting scale adaptation Abidin (1975) and the scale of The Revised Health Hardiness Inventory (RHHI) (Gebhardt, 2001) was used, the scale’s content validity was tested by using content validity ratio and the construct validity was tested by using the racsh model.
The results showed that the level of hardiness or resiliency in health are at higher category which is about 84,1%, whereas in the parenting stress or stress of caregiving is at a moderate category 61%. The results showed the existence of a negative and significant relationship between health hardiness and parenting stress with rxy = (-0,253) and p = 0,022. Further correlation analysis’s result showed that health hardiness, in particular perceived health competence, has a significant correlation with the stress of caregiving stress experiences deriving from parents (parental distress) and malfunctions of the interactions between parents and children (the parent-child of a dysfunctional interaction).
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Masa menjadi orang tua (parenthood) merupakan
masa yang alamiah terjadi dalam kehidupan seseorang. Seiring harapan untuk
memiliki anak dari hasil pernikahan, maka menjadi orang tua merupakan suatu
keniscayaan. Pada masa lalu, menjadi orang tua cukup dijalani dengan meniru
para orang tua pada masa sebelumnya. Dengan mengamati cara orang tua
memperlakukan dirinya saat menjadi anak, maka sudah cukup bekal untuk menjalani
masa orang tua di kemudian hari. Seiring dengan perkembangan zaman, maka modal
dari parenthood saja tidaklah cukup. Salah satu alasan sederhana bagi argumen
ini adalah pengalaman pengasuhan para orang tua pada masa sekarang dimana
anakanak sekarang memiliki perilaku yang berbeda dengan anak-anak pada zaman
dahulu. Pengalaman ini mengisyaratkan adanya kekhawatiran bahwa menjadi orang
tua pada zaman sekarang tidak bisa lagi sama dengan menjadi orang tua pada
zaman dahulu (Lestari, 2012: 35). Pernyataan terkait kekhawatiran menjadi orang
tua pada masa modern tersebut dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang
semakin canggih salah satunya adalah televisi (Wilis, 2008). Keberdaan televisi
saat ini sudah menjadi sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari, namun
televisi juga seringkali menimbulkan rasa cemas dan takut bagi masyarakat
khususnya para orang tua yang memiliki anak. Perasaan cemas dan khawatir dengan
keberadaan anak yang meniru adegan-adegan dan kata-kata tokoh dalam film, dan
cemas bila anak 2 menjadi agresif akibat terpengaruh banyaknya adegan kekerasan
di televisi. Fenomena kekerasan yang dilakukan anak sering terjadi, sebagaimana
yang diperlihatkan oleh media massa (Nova, 2002) terkait peristiwa seorang
remaja pria usia 14 tahun yang nekat memperkosa dan mencekik anak tetangganya
yang baru berusia 3 tahun hingga meninggal dunia (Hidayah, 2009: 87).
Kompleksitas permasalahan dan kekhawatiran menjadi orang tua pada masa modern
tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anderson dan
Dill (2002) menunjukkan bahwa tayangan kekerasan di video game dan televisi
meningkatkan pemikiran dan perilaku agresif, selanjutnya penelitian yang
dilakukan Bushman (1995) yang menyatakan bahwa media kekerasan dapat
meningkatkan agresivitas. Dun & Rogers (1980) mengatakan bahwa model
agresivitas tinggi berpengaruh terhadap agresivitas. Dun & Rogers (1980)
juga menambahkan bahwa media massa dianggap memiliki sumbangan yang besar
terhadap munculnya agresivitas pada anak-anak dan remaja (Hidayah, 2009: 88).
Hal yang sama juga diperkuat dengan data statistik yang bersumber dari laporan
masyarakat dan pengakuan pelaku tindak kriminalitas yang kebanyakan masih
berusia anak sekolah atau remaja. Data menunjukkan bahwa tahun 2007 tercatat
sekitar 3.100 orang pelaku tindak pidana adalah remaja yang berusia 18 tahun
atau kurang. Jumlah tersebut pada tahun 2008 dan 2009 meningkat menjadi sekitar
3.300 remaja dan sekitar 4.200 remaja (www.pendidikankarakter.com diakses pada
tanggal 18 Oktober 2014). Meningkatnya angka tindakan kriminal di kalangan anak
akan menambah tingkat kekhawatiran dan tekanan bagi orang tua saat ini dalam
mengasuh anak. Kondisi tertekan yang dialami orang tua akan membawa mereka pada
stres pengasuhan atau situas yang penuh tekanan yang 3 terjadi pada pelaksanaan
tugas perkembangan anak. Menurut Abidin (Ahern, 2004; Mawardah, dkk., 2012: 7)
stres pengasuhan merupakan kecemasan dan ketegangan yang melampaui batas dan
secara khusus berhubungan dengan peran orang tua dan interaksi antara orang tua
dengan anak. Di sisi lain merawat atau mengasuh anak dapat memberi banyak
kepuasan sekaligus menimbulkan banyak tantangan. Brooks (2011: 5) dalam bukunya
The Process of Parenting menyatakan bahwa kepuasan menjadi orang tua dapat
dilihat dari kesiapan orang tua untuk merespons positif atas kehadiran bayi.
Hasil penelitian terdahulu juga menunjukkan bahwa orang dewasa tertarik dengan
bayi dan merespons secara positif ketika mereka melihat bayi (Kringelbach, 1970
dalam Brooks, 2011: 5-6). Selain itu, dorongan masyarakat yang kuat juga
merupakan pengaruh utama seseorang untuk memiliki anak. Masyarakat membutuhkan
anak-anak untuk bisa berkembang dan berkelanjutan, sehingga hal ini memberikan
nilai positif untuk memiliki anak. Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh
Jersild dan koleganya (1949) menyatakan bahwa kesenangan yang didapatkan dalam
membesarkan anak adalah 18.121, dua kali lebih besar daripada masalah yang
didapatkan yaitu 7.654. Kesenangan menjadi orang tua tersebut berupa adanya
persahabatan dan kasih sayang antara orang tua dan anak, kenikmatan melihat pertumbuhan
kemampuan intelektual dan sosial anak, serta merasakan kepuasan membantu
pertumbuhan anak dan peran secara umum sebagai orang tua (dalam Brooks, 2011:
5-6). Dalam sudut pandang beberapa orang dewasa lainnya menjadi orang tua
merupakan penghargaan sekaligus tantangan, yaitu ketika mereka menjadi orang
tua, maka akan menghadapi tuntutan terkait dengan peran pengasuhan yang 4
menempatkan mereka pada resiko untuk mengalami stres (Helkenn, 2007). Deater
dan Deckard (2004:302) menyebutkan bahwa tuntutan tersebut berkisar pada
tuntutan pemenuhan kebutuhan dasar anak yang diperlukan untuk bertahan hidup,
dan kasih sayang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jersild (1949; Brooks,
2011: 9) menyatakan bahwa tantangan dan permasalahan menjadi orang tua tersebut
dapat berupa kesulitan orang tua dalam mengatur kepribadian anak yang sulit,
kesulitan bekerja sama dalam rutinitas, adanya konflik antar saudara, dan
kekecewaan yang timbul atas peran menjadi orang tua. Pemenuhan kebutuhan dasar
anak untuk bertahan hidup akan sangat sulit dipenuhi pada orang tua yang
memiliki tingkat penghasilan atau ekonomi yang rendah. Berdasarkan hasil sensus
penduduk yang telah dilakukan membuktikan bahwa angka kemiskinan di Indonesia
sesuai data BPS 2012 sebesar 29,89 juta jiwa atau sebesar 12,36 % dari 237,64
juta penduduk Indonesia (http://www.bps.go.id diakses pada tanggal 18 Oktober
2014). Permasalahan kemiskinan terus mengemuka, terutama di wilayah perkotaan.
Ukuran kemiskinan di wilayah perkotaan ini pada umumnya cenderung dikaitkan
dengan masalah status pemukiman, ketersediaan air bersih, sanitasi dan
degradasi lingkungan perkotaan semata. Masalah kemiskinan akan mempengaruhi
keluarga dalam menjalankan tanggung jawabnya. Kemiskinan akan menyebabkan orang
tua kurang memperhatikan perkembangan anak. Keluarga yang miskin akan cenderung
menerapkan pengasuhan yang negatif dan kurang efektif (Papalia, dkk., 2009:
20). Permasalahan kemiskinan yang terjadi akan menurunkan kemampuan orang tua
dalam memenuhi kebutuhan terhadap anak.
Ketidakmampuan keluarga miskin dalam
memenuhi kebutuhan anak akan menambah tekanan bagi orang tua dalam menjalankan
pengasuhan. Masalah keuangan dan struktur keluarga merupakan faktor-faktor yang
mendorong timbulnya stres pengasuhan pada tingkatan keluarga. Aspek keuangan
dalam keluarga dapat berupa tingkat penghasilan keluarga yang rendah dan
dihadapkan pada tuntutan kebutuhan yang tinggi atau kualitas tempat tinggal
yang buruk. Berbagai permasalah dan tuntutan yang harus dilaksanakan akan
menghadapkan orang tua pada situasi dan kondisi stres. Kondisi stres tersebut
dapat berlangsung jangka pendek, situasional atau aksidental, namun bila tidak
segera teratasi atau dikelolah dengan baik, kondisi stres ini dapat berlangsung
dalam jangka panjang pula (Lestari, 2012: 43-44). Stres pada umumnya dapat
didefenisikan sebagai respon organisme terhadap stimulasi yang merugikan atau
tidak menyenangkan. Dalam psikologi, stres dipahami sebagai proses yang
dijalani seseorang ketika berinterkasi dengan lingkungannya. Menurut Selye
(1976 dalam Sukmono, 2009: 2) berdasarkan jenisnya stres dapat dibagi menjadi
kepada stres fisik, stres kimiawi, stres mikrobiologik, stres fisiologik, stres
proses pertumbuhan dan perkembangan, stres psikis dan emosional, dan lain
sebagainya. Dalam setting pengasuhan, seseorang yang mengalami tekanan atau
stres dalam proses pengasuhan disebut dengan stres pengasuhan atau parenting
stress. Menurut Deater-Deckard (2004) mendefenisikan stres pengasuhan sebagai
serangkaian proses yang membawa pada kondisi psikologis yang tidak disukai dan
reaksi psikologis yang muncul dalam upaya beradaptasi dengan tuntutan peran
sebagai orangtua (dalam Lestari, 2012: 41). 6 Parenting stress (stres
pengasuhan) akan menimbulkan beban bagi orang tua. Stres pengasuhan dapat mengubah
sikap orang tua terhadap anak, sehingga akan mempengaruhi pengasuhannya,
perilaku tersebut mulai dari pengasuhan yang kurang baik, pengabaian bahkan
berakibat pada munculnya perilaku kasar (Gunarsa, 2004: 262). Abidin (1992)
(dalam Walker 2000: 3) mengungkapkan bahwa terdapat tiga faktor utama yang
menyebabkan stres pengasuhan, yaitu karakteristik anak, karakteristik orang tua
dan stres lingkungan. Karakteristik anak mencakup kemampuan anak dalam
beradaptasi, level hiperaktivitas, permintaan anak (tuntutan terhadap
orangtua), temperantum. Karaktersitik orang tua mencakup level depresi,
sentuhan / sikap kepada anak, ketrampilan dalam mengasuh anak (termasuk
pengetahuan orangtua). Sedangkan stres lingkungan kehidupan mencakup pergantian
pekerjaan, pernikahan dan perceraian, serta anggota keluarga (mencakup dukungan
keluarga dan kematian anggota keluarga). Walker (2000: 3) menyebutkan
karakteristik keluarga lainnya yang mempengaruhi stres pengasuhan seperti usia
orang tua, jumlah anak di rumah, lama pernikahan, serta dukungan sosial.
Pengaruh kemiskinan dengan parenting stress yang dialami oleh para orang tua
telah diteliti oleh Moore (2005: 10) tentang poverty, stress, and violence
disagreements in the home among rural families yang menyatakan bahwa banyak
faktor demografi seperti ekonomi dan psikososial yang berkaitan dengan
terjadinya parenting stress yang menyebakan pada munculnya kekerasan dalam
rumah tangga dan / atau penganiayaan anak. Parenting stress yang dialami oleh
orang tua juga disebabkan oleh kemiskinan, kesehatan mental dan fisik yang
buruk dari orang tua, kurangnya dukungan sosial, pendidikan orang tua yang 7
terbatas, kemampuan orang tua untuk mengatasi stres, serta kurangnya
pengetahuan orang tua tentang perkembangan bayi. Moore (2005) melakukan
penelitian tersebut dengan mengunakan survei telepon nasional oleh Pusat
Statistik Kesehatan Nasional, Survei Nasional 2003 Kesehatan Anak (NSCH)
mengeksplorasi prevalensi perselisihan kekerasan di rumah. Hasil survey yang
telah dilakukan menemukan bahwa terdapat dua faktor utama yang menjadi
permasalahan dalam tindak kekerasan dalam keluarga antara lain kemiskinan dan
stres pengasuhan. Hasil penelitian juga membuktikan bahwa kesulitan ekonomi di
tingkat individu dan masyarakat yang berhubungan dengan peningkatan stres orang
tua. Hampir rata-rata orang tua perkotaan menyumbang persentase sebesar 26,4%
ke dalam kategori stres yang tinggi, dibandingkan 24,1% melalui 23,2% dalam
berbagai jenis kabupaten pedesaan (Moore, dkk. 2005: 10-11). Salah satu bukti
nyata terkait kemiskinan yang terjadi di ruang lingkup perkotaan adalah
kemiskinan yang terjadi di Kelurahan Karang Besuki Malang. Dari sisi
demografik, Kelurahan Karang Besuki Malang dikenal dengan home industri
penghasil kerajinan tangan pahatan atau disanitair yang handal di kota Malang.
Meskipun demikian, data survei Dinas Sosial membuktikan bahwa warga miskin
hampir mencapai 300.000 jiwa dan sebagiannya merupakan daerah Karang Besuki
Malang.
Kelurahan Karang Besuki Malang juga
merupakan salah satu wilayah daerah perkotaan yang mendapatkan bantuan dana PKH
(program keluarga harapan) dari Kementrian Sosial yang bekerja sama dengan
Dinas Sosial kota Malang. PKH merupakan program perlindungan sosial melalui
pemberian uang tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) atau keluarga
sangat 8 miskin selama rumah tangga tersebut memenuhi kewajibannya (UPKH pusat,
2013). Penerima bantuan PKH tersebut merupakan rumah tangga sangat miskin
(RTSM) yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun
(atau usia 15-18 tahun namun belum menyelesaikan pendidikan dasar) dan ibu
hamil atau nifas. Agar pemenuhan syarat berjalan efektif, maka bantuan harus
diterima oleh ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang
bersangkutan (dapat nenek, tante/bibi, atau kakak perempuan). Hal ini
dikarenakan pada umum ibu bertanggung jawab atas kesehatan, nutrisi dan
pendidikan anak-anaknya (UPKH Pusat, 2013). Selain itu, hasil wawancara dengan
salah seorang pendamping PKH Kelurahan Karang Besuki menyatakan bahwa
penerimaan bantuan yang dibebankan pada wanita dewasa dikarenakan wanita dewasa
khususnya ibu lebih bijaksana dibandingkan bapak dalam mengelolah keuangan,
para ibu juga dinilai lebih banyak melakukan aktifitas di rumah, selain itu ibu
juga bertanggung jawab dan berhubungan secara langsung dengan anak (Wawancara,
05 November 2014). Pelaksanaan tanggung jawab atas kesehatan, nutrisi dan
pendidikan anak pada kaum ibu akan menimbulkan perasaan tertekan dan menjadi
sumber stressor tersendiri pada kaum ibu. Walaupun pada umumnya para kaum ibu
dan wanita tidak luput dari pekerjaan dan tugas rumah tangga. Gurnasa (1998:
87) menjelaskan bahwa rumah tangga dan permasalahannya menjadi faktor yang
menyebabkan kaum ibu merasa tertekan dikarenakan kebanyakan dari para ibu akan
menyibukkan diri dengan masalah rumah tangga yang tidak ada habisnya, dan tidak
terselesaikan. Dalam hal ini Gunarsa (1998: 88) memberikan contoh 9 perihal
masalah kebersihan, kerapian rumah tangga yang harus dipertahankan oleh ibu. Selain
itu, persiapan makanan yang mengambil waktu cukup lama, yang setiap kali akan
kembali beberapa kali setiap hari. Setiap hari kaum wanita, khususnya kaum ibu
seolah-olah harus menghadapi dan menjalani suatu rangkaian tugas yang harus
diselesaikan demi terjaminya kelangsungan hidup. Penyelesaian masalah dan
tugas-tugas yang tidak memberikan hasil yang nyata, sering memberikan perasaan
diri tidak berguna dan tekanan batin bagi kaum wanita. Selain itu hasil asesmen
yang dilakukan pada warga peserta PKH Kelurahan Karang Besuki Malang menyatakan
bahwa dari 58 peserta PKH komponen pendidikan hampir rata-rata ibu disana
memiliki peran ganda antara merawat anak, mengurusi pekerjaan rumah, dan
bekerja di luar rumah (Observasi, 25 Juni 2014). Beban pekerjaan, mengasuh anak
serta pekerjaan rumah yang harus diselesaikan akan membuat para ibu merasa
tertekan dan sulit untuk memenuhi tanggung jawab atas kesehatan, nutrisi dan
pendidikan anak-anaknya. Kesulitan orang tua khususnya ibu dalam memenuhi
tanggung jawab atas kesehatan, nutrisi dan pendidikan anak-anaknya akan
menambah stressor atau tekanan yang berakibat pada parenting stress. Selain
beban pekerjaan, tanggung jawab pengasuhan dan kemiskinan, parenting stress
juga disebabkan oleh tingkat pendidikan orang tua (Walker, 2000: 3). Sehubungan
dengan hal tersebut, data dari satistik yang dikemukakan Badan Pusat Statistik
(http://www.bps.go.id diakses pada tanggal 18 Oktober 2014) dapat disimpulkan
antara lain bahwa rumah tangga miskin di perkotaan yang kepala rumah tangganya
berpendidikan SD dan tidak tamat SD sebanyak 88,86% yang hampir sama saja
dengan yang terdapat diperdesaan yaitu sebanyak 96,12%. Selanjutnya mengenai
rumah tangga 10 miskin menurut sumber penghasilan utama adalah di perkotaan
sebanyak 23,71% pada sektor pertanian dan 76,29% pada sektor industri, bangunan
dan jasa. Sedangkan di pedesaan rumah tangga miskin yang berpenghasilan utama
pertanian sebanyak 81,97% dan pada sektor industri dan jasa sebanyak 18, 03 %.
Dari data tersebut dapat dilihat
bahwa tingkat partisipasi sekolah masyarakat miskin sangat rendah dan warga
buta huruf lebih banyak terjadi pada masyarakat miskin di beberapa kota
tertentu dibandingkan dengan di daerah perdesaan. Hal ini juga diperkuat dengan
data monografi dari Dinas Sosial Malang yang menyatakan bahwa dari 17.491
penduduk, rata-rata jumlah penduduk yang menamatkan program sekolah dasar
sekitar 3872, Sekolah menangah Pertama (SMP) 2445 orang, SMA sederajat berkisar
1728, dan jumlah sarjana hanya bekisar 276 orang. Selain itu, hampir dari 405
jumlah penduduk sangat miskin menurut satandar BPVS hampir rata-rata tidak
mampu dalam membaca atau buta huruf (Laporan Hasil PKL PKH Pendidikan, 25 Juni
2014). Banyaknya jumlah warga yang buta huruf akan sangat berakibat fatal dalam
aspek pengetahuan perkembangan anak dan ketrampilan manajemen anak yang sesuai.
Dalam komponen stres pengasuhan yang dikemukakan oleh DeaterDeckard (dalam
Ahern, 2004: 302) pada aspek parental stress menyebutkan karaktersitik stres
pengasuhan yang sering terjadi bersumber pada aspek feeling of competence
dimana orang tua diliputi oleh tuntutan dari perannya dan kekurangan perasaan
akan kemampuannya dalam merawat anak. Kurangnya pengetahuan akan sangat
berdampak pada kemampuan orang tua dalam ketrampilan mengasuh anak yang baik.
Banyaknya hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dewasa dengan pengalaman
merawat anak mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi, dan 11 lebih baik dalam
pemecahan masalah yang terjadi dalam hubungan orang tuaanak. Hasil wawancara
yang telah dilakukan dengan salah seorang warga penerima bantuan PKH Kelurahan
Karang Besuki Malang ditemukan bahwa adanya pengetahuan dan sikap warga yang
masih rendah terkait masalah kesehatan pada anak. Hal tersebut diperlihatkan
dengan keadaan lingkungan sekitar rumah yang masih kotor, penyajian makanan dan
susu untuk bayi yang basi, dan kepercayaan terkait kebiasaan dan mitos tertentu
dalam pengobatan ibu dan balita (Wawancara 3, 15 Juli 2014). Sehubungan dengan
hal tersebut, berdasarkan survei yang dilakukan oleh WHO menyatakan bahwa
Indonesia kini menjadi salah satu dari 13 negara dengan angka kematian ibu dan
anak tertinggi di dunia sekitar 287.000 ibu meninggal karena komplikasi
kehamilan dan kelahiran anak, seperti pendarahan 28 % preeklampsi/ekslampsi 24
%, infeksi 11 %, dan penyebab tidak langsung (trauma obsetri) 5 %. Dan
sebagaian besar kasus kematian ibu di dunia terjadi di Negaranegara berkembang
termasuk Indonesia (World Health Statistic, 2011). Fenomena yang menarik di
lapangan ditemukan selain beban biaya pendidikan dan kesehatan anak,
permasalahan terkait kenakalan anak, kondisi belajar dan prestasi anak juga
menjadi beban bagi para warga khususnya ibu dalam mendidik anak. Hasil
wawancara yang dilakukan ditemukan bahwa adanya sikap pengabaian dari orangtua
dalam memotivasi anak untuk melanjutkan pendidikan tingkat sekolah menengah
dikarenakan ketidakmampuan orangtua dalam mendidik dan mengontrol anak. Selain
itu, masih banyak diantara orangtua yang memiliki kondisi kesehatan yang
menurun dikarenakan beban pikiran dan 12 psikis terkait kenakalan dan
lingkungan pergaulan anak seperti bergaul dengan kelompok bantengan yang
berakibat pada penurunan minat anak untuk bersekolah (Laporan Hasil PKL PKH
Pendidikan, 15 Juli 2014). Kondisi kesehatan yang menurun menunjukkan adanya
kondisi stres yang dialami oleh para orang tua khususnya kaum ibu. Greence
(2005: 80) menjelaskan ketika seseorang mengalami stres, aksi cepat sistem
syaraf dan sistem endokrin, merupakan dua sistem dalam tubuh yang bereaksi
terhadap stres akan mempersiapkan tubuh bereaksi terus-menerus. Jika stres
tersebut terjadi dalam jangka pendek, seseorang tidak akan mengalami masalah
karena tubuh akan memiliki waktu untuk istirahat setelah stres. Namun, ketika
stres tersebut berlangsung lama, yang berada jauh di luar kontrol kesadaran
seseorang, tubuh tidak akan memiliki kesempatan untuk menyeimbangkan kondisi
kesehatan fisik. Stres pengasuhan merupakan fakta hidup yang dialami oleh kaum
ibu, namun cara seseorang menghadapi stres sangat ditentukan dalam kemampuan
seseorang dalam mengatasi stres. Salah satu faktor psikologis yang sedang
berkembang dalam pengangan terhadap stres adalah ketahanan psikologis
(hardiness), dimana hardiness dapat membantu seseorang dalam mengelolah stres
yang dialami (Sukmono, 2009: 11). Ditinjau dari faktor-faktor yang dapat
mendorong timbulnya stres pengasuhan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan
yaitu individu, keluarga, dan lingkungan.
Pada tingkatan individu,
faktor-faktor tersebut dapat bersumber dari pribadi orang tua maupun anak.
Kesehatan fisik orang tua dapat menjadi faktor yang mendorong timbulnya stres
pengasuhan, misalnya sakit yang dialami orang 13 tua dan berlangsung dalam
jangka panjang. Selain kesehatan fisik, kesehatan mental dan emosi orang tua
yang kurang baik juga dapat mendorong timbulnya stres. Sebaliknya, dari pihak
anak faktor-faktor individu yang dapat mendorong stres pengasuhan dapat berupa
masalah kesehatan fisik dan problem perilaku. Anak yang sedang menderita sakit
pada umumnya akan sangat menyita waktu dan perhatian orang tua. Salah satu
dampaknya adalah dapat mengganggu pekerjaan orang tua. Problem penyeimbangan
antara tuntutan pekerjaan dan keharusan mengurusi anak yang sedang sakit dapat
mendorong timbulnya stres (Lestari, 2012: 43). Menurut Jeffey & Beverly
(1976) stres tidak hanya menurunkan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan
diri, tetapi secara tajam juga mempengaruhi kesehatan seseorang. Hampir semua
penyakit fisik yang dialami individu berhubungan dengan stres. Stres meningkatkan
resiko terkena berbagai jenis penyakit fisik, mulai dari gangguan pencernaan
sampai penyakit jantung, bahkan kelelahan berfikir atau stres pada seseorang
dapat mengganggu organ lainnya pula seperti liver dan pankreas (Sukmono, 2009:
4-5). Stres merupakan fakta hidup yang dialami hampir seluruh individu termasuk
dalam setting pengasuhan, akan tetapi setiap individu memiliki cara yang
berbeda dalam menghadapi atau bereaksi terhadap stres.
Individu bereaksi secara berbeda terhadap
stres tergantung berbagai faktor psikologis yang mempengaruhi hidup mereka. Dan
salah satu faktor yang psikologis yang dapat mengurangi stres adalah hardiness
(Sukmono, 2009: 12). Dalam konsep hardiness khususnya health hardiness,
individu yang memiliki tekanan atau stres khususnya dalam bidang kesehatan akan
mampu beradaptasi dan melakukan penyelesaian 14 terhadap tekanan tersebut
secara baik dan efektif. Salah satu aspek dari health hardiness adalah health
value mengindikasikan individu dengan nilai kesehatan (health value) yang tinggi
akan merasa lebih kompeten untuk mengontrol kesehatan mereka sendiri, serta
merasa bahwa kesehatan mereka sebagian besar dilakukan oleh tindakan mereka
sendiri, dan dapat mengubah orientasi internal dalam batas tertentu ketika
berhadapan dengan kondisi tertekan atau stres (Gebhardt, 2001: 587). Health
hardiness dapat menjaga individu untuk tetap sehat walaupun mengalami
kejadian-kejadian yang penuh stres (Smet, 1994 dalam Gebhardt, 2001). Karena
lebih tahan terhadap stres, individu juga akan lebih sehat dan tidak mudah
jatuh sakit karena caranya menghadapi stres lebih baik dibanding individu yang
ketabahan hatinya rendah (Cosper, dkk, 1998 dalam Gebhardt, 2001). Kemudian
Taylor dkk (2013) melakukan penelitian pada subjek militer, menemukan bahwa
hardiness mempengaruhi kesehatan fisik dengan dimediasi oleh kesehatan mental.
Hubungan yang positif antara hardiness dan kesehatan bisa jadi juga disebabkan
karena individu yang hardiness berusaha untuk meningkatkan kesehatan dengan
mempratikan gaya hidup sehat (Funk dalam Gebhardt dkk, 2001: 6). Dalam sebuah
penelitian yang dilakukan Mathis dan Lecci (1999), juga menyimpulkan bahwa
sifat tahan banting adalah variabel prediktor yang lebih baik untuk kesehatan
mental dan terdapat hubungan negatif antara sifat tahan banting dan jumlah
rujukan ke puskesmas. Kobasa dan peneliti lainnya (Maddi, 1990; Wiebe, 1991;
Klag dan Bradley, 2004) menyimpulkan tahan banting adalah sumber kekuatan batin
yang dapat mengurangi efek berbahaya dari stres pada kesehatan. Beberapa
penelitian juga menunjukkan bahwa ada hubungan negatif 15 yang signifikan
antara ketahanan dan tahan banting dengan kecemasan dan depresi yang
menunjukkan bahwa sikap kepatuhan seseorang dapat mengatasi berbagai jenis efek
samping (Inzlicht dan collogues, 2006). Kalantar (1998), Verdi (2001) dan Homai
(2000) menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara tahan
banting psikologis dan gangguan mental seperti kecemasan, depresi dan keluhan
fisik (Sajadi, 2012: 119). Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa hardiness dapat meningkatkan kesehatan mental dan kesehatan fisik
dibandingkan dengan aspek psikologis lainnya. Pollock (dalam Gebhardt dkk,
2000: 586) menyatakan nilai validitas prediktif dari konsep hardiness akan
semakin baik apabila lebih fokus pada bidang tertentu. Pollock dan Duffy (dalam
Gebhardt, dkk, 2001) kemudian mengembangkan Health Related Hardiness Scale/
HRHS). Walston dan Abraham (dalam Gebhardt, dkk, 2001) mengembangkan Revisi
Kesehatan Sifat tahan banting Inventory (RHHI-24) ditemukan terdiri dari empat
sisi stabil dan dapat diandalkan yaitu: (1) Nilai Kesehatan, (2) Internal
Health Locus of Control, (3) External Health Locus of Control dan (4) Perceived
health competence. Keempat aspek dalam The Revised Health Hardiness Inventory
(RHHI-24) tersebut merupakan bagian dari tiga komponen dasar dari hardiness.
Stres pengasuhan yang dialami orang tua dapat membuat atau memperburuk
ketahanan atau kerapuhan fisik dan psikologis, dimana tekanan yang muncul dari
ketegangan pengasuhan sehari-hari menjadi aspek penting dari kesehatan mental
dan fungsi orang tua dan anak-anak sendiri, dan fungsi interaksi antara satu
sama lain. Peristiwa lebih stres lebih mungkin untuk menderita depresi dan
masalah lain dalam kesehatan mental dan fisik (Brown dan Harris,1989; 16
Goodyer, 1990 dalam Deater, 2004). Sebagai contoh, stres orang tua yang muncul
ketika harapan orang tua (feeling competence) tentang sumber daya yang
dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan orang tua tidak cocok oleh sumber daya yang tersedia
(Goldstein, 1995 dalam Deater, 2004). Persepsi orang tua tentang perilaku
anak-anak mereka (termasuk atribusi tentang mengapa anak adalah berperilaku
dengan cara tertentu yang mengakibatkan pada kelelahan), dan persepsi
kompetensi orang tua sendiri juga penting dalam sebagian besar teori (Mash dan
Johnston, dalam Deater, 2004: 4-5). Oleh karena itu dalam salah satu indikator
health hardiness yaitu perceived health competence, individu yang memiliki
persepsi kompetensi kesehatan yang tinggi akan cenderung menghargai kesehatan
mereka, selain itu mereka merasa kompeten dalam menangani isu-isu mengenai
mereka kesehatan yang disebabkan oleh stres atau tekanan lainnya (Gebhardt,
dkk., 2001). Keterkaitan health hardiness dalam ruang lingkup pengasuhan telah
diteliti dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Bhushan & Karpe (1996
dalam Nathawa, 2012) terkait peran ganda wanita yang bertindak sebagai wanita
karir dan ibu rumah tangga.
Pekerjaan masih dianggap sebagai
tanggung jawab utama dari manusia, yang harus menyediakan untuk keluarga,
sementara wanita diharapkan untuk mengambil tanggung jawab penting atas dirinya
sendiri dari keluarga dan anak-anak (Sahoo & Rath, 2003 dalam Nathawa,
2012). Memang, wanita di seluruh dunia telah diambil untuk bekerja dan tuntutan
keluarga secara alamiah, meskipun mereka merasakan tanggung jawab ganda ini
cukup menegangkan, karena dalam banyak kasus mereka jarang menikmati dukungan
yang diinginkan dari pasangan mereka dalam berbagi kewajiban domestik dan 17
tanggung jawab (Haas, 1982 dalam Nathawa, 2012). Orang hardy memiliki rasa
hidup yang tinggi dan komitmen kerja, perasaan yang lebih besar dari kontrol,
dan lebih terbuka terhadap perubahan dan tantangan dalam hidup. Mereka
cenderung menafsirkan stres dan menyakitkan pengalaman sebagai aspek normal
dari keberadaan, bagian dari hidup yang secara keseluruhan menarik dan berharga
(Bartone, 2006 dalam Nathawa, 2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat dampak yang signifikan dari kemampuan wanita dalam menyeimbangkan peran
ganda sebagai wanita karir dan ibu di rumah terhadap kesehatan psikologis dan
tingkat stres wanita yang bekerja perkotaan India. Penelitian ini sehingga
menerangi hubungan yang signifikan antara sifat tahan banting pada wanita
eksekutif dan variabel yang diteliti dalam konteks perkotaan India (dalam
Nathwa, 2012: 7-11).
Individu yang mempunyai health hardiness dalam
dirinya akan lebih tahan, optimis dan positif dalam menghadapi setiap
permasalahan ataupun stressor. Ketahanan dalam kesehatan (health hardiness)
akan mempengaruhi bagaimana individu dalam menghadapi dan menyelesaikan setiap
persoalan ataupun masalah yang dihadapinya. Individu dengan health hardiness
akan cenderung melihat masalah sebagai suatu tantangan yang harus segera
diselesaikan dan dihadapi. Pemaparan diatas masih membicarakan hubungan health
hardiness secara umum dengan stres dan belum menunjukkan hubungan langsung
antara helath hardiness dengan parenting stres pada kaum ibu. Health hardiness
dalam konteks psikologi kesehatan sangat berperan penting dalam mengurangi
tingkat stres pengasuhan pada orangtua khsusunya para ibu yang menjadi peserta
PKH. Kurangnya beban atau stressor pengasuhan dan 18 kemampuan menyelesaikan
berbagai masalah serta komitmen untuk menerapkan gaya hidup sehat pada ibu-ibu
peserta PKH, akan sangat membantu para orang tua khususnya kaum ibu dalam
pelaksanaan tanggung jawab atas kesehatan, nutrisi dan pendidikan anak-anak
mereka Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan
antara Health Hardiness dengan Parenting Stress pada Warga Peserta PKH (Program
Keluarga Harapan) Kelurahan Karang Besuki Malang”.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang
telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana tingkat parenting stress pada warga peserta PKH (Program Keluarga
Harapan) Kelurahan Karang Besuki Malang? 2. Bagaimana tingkat health hardiness
pada warga peserta PKH (Program Keluarga Harapan) Kelurahan Karang Besuki
Malang? 3. Adakah hubungan antara health hardiness dengan parenting stress pada
warga peserta PKH Kelurahan Karang Besuki Malang?
C.
TUJUAN
PENELITIAN
Berdasakan rumusan masalah diatas, maka tujuan
dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui tingkat parenting
stress pada warga peserta PKH (Program Keluarga Harapan) Kelurahan Karang
Besuki Malang 2. Untuk mengetahui tingkat health hardiness pada warga peserta
PKH (Program Keluarga Harapan) Kelurahan Karang Besuki Malang 3. Untuk
mengetahui hubungan health hardiness dengan parenting stress pada warga peserta
PKH kelurahan Karang Besuki Malang.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Secara Teoritis a. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap keilmuan psikologi khususnya
yang berkaitan dengan penelitian ini adalah psikologi kesehatan, psikologi
klinis dan psikologi perkembangan. b. Sebagai referensi tambahan bagi peneliti
lain, dalam menggali secara mendalam tentang health hardiness dengan parenting
stress pada warga peserta PKH Kelurahan Karang Besuki Malang. 2. Secara Praktis
a. Pihak Fakultas Psikologi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi kepada fakultas, khususnya fakultas psikologi dalam memberikan
pendampingan, intervensi berbasis komunitas dalam pengentasan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat miskin pada program praktik kerja lapangan (PKL)
kedepannya. b. Pihak Dinas Sosial Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi untuk kesuksesan penyelenggaraan bantuan PKH, pemetaan
kebutuhan masyarakat miskin, program pendampingan serta intervensi dalam upaya
pemberdayaan keluarga dan kesadaran dalam bidang kesehatan, 20 pelatihan
pengasuhan smart parenting dan pendidikan pada masyarakat miskin. c. Pihak
Kementrian Sosial Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pada penyelenggaraan bantuan PKH kedepannya pada perubahan kebijakan penerimaan
bantuan pada ibu, jika hasil penelitian menemukan bahwa tingkat stres
pengasuhan pada taraf tinggi, yang menyebabkan terganggunya proses pengasuhan
dan terlaksananya program PKH. Hal ini dikarenakan stres pengasuhan yang
dialami ibu akan sangat berpengaruh terhadap tanggung jawab orang tua dalam
merawat anaknya, menghambat pekerjaan yang dilakukan sehari-hari serta
mengurangi efektifitas keberlangsungan program PKH kedepannya.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Hubungan health hardiness dengan parenting stress pada warga peserta PKH Kelurahan Karang Besuki Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment