Abstract
INDONESIA:
Remaja merupakan kelompok sasaran pemasar yang potensial, karena remaja mudah sekali terbujuk oleh rayuan iklan. Remaja akan sangat mudah untuk berbelanja sehingga muncul perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif ini didasari oleh beberapa faktor, diantaranya adalah harga diri dan konformitas. Harga diri merupakan suatu evaluasi atau penilaian yang dilakukan oleh seseorang kepada dirinya sendiri. Sedangkan konformitas merupakan suatu sikap penyesuaian diri seorang individu kepada kelompok sosialnya agar dirinya bisa diterima dengan baik dalam kelompoknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri dan konformitas dengan perilaku konsumtif di SMAN 2 Ngawi.
Dalam penelitian ini terdapat 97 sampel dengan teknik purposiv sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga skala, yaitu skala perilaku konsumtif, skala harga diri dan skala konformitas. Skala perilaku konsumtif terdiri dari 25 item valid dengan koefisien reliabilitias sebesar 0,916. Skala harga diri terdiri dari 15 item valid dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,843. Skala konformitas terdiri dari 10 item valid dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,774.
Hasil kategorisasi menunjukkan bahwa tingkat perilaku konsumtif, harga diri dan konformitas berada pada kategori tinggi. Tingkat perilaku konsumtif berada dalam kategori tinggi dengan prosentase sebesar 93 %. Tingkat harga diri berada dalam kategori tinggi dengan prosentase sebesar 96 %. Tingkat konformitas berada dalam kategori tinggi dengan prosentase sebesar 95 %.
Hasil analisa menggunakan correlation pearsonmenunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang kecil dan tidak signifikan antara harga diri dengan perilaku konsumtif, karena nilai p yang dihasilkan adalah 0,254 p > 0,05. Sedangkan pada variabel konformitas menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara konformitas dengan perilaku konsumtif. Nilai p yang dihasilkan sebesar 0,000 hal ini berarti nilai p < 0,05 dan menunjukkan adanya hubungan yang positif.
ENGLISH:
Teenagers are the target group of potential marketers because theyare easily persuaded by advertisement. Teenagers will easily spend their money to shop and it triggersconsumptive behavior. This consumptive behavior is influenced by several factors, including self-esteem and conformity. Self-esteem is an evaluation or assessment conducted by a person concerning himself. Meanwhile, conformity is an adjustment of individual’s attitude to the social group in order to be well accepted in the group. This study aims to determine the relationship between self-esteem and conformity with the consumptive behavior in SMAN 2 Ngawi.
There are 97 samples treated using purposive sampling technique. The data are collected through three scales, namelyconsumptive behavior, self-esteem and conformity scale. The consumptive behavior scale consists of 25 items with a valid reliability coefficient of 0.916. Self-esteem scale consists of 15 items with a valid reliability coefficient of 0.843. Conformity scale consists of 10 items with a valid reliability coefficient of 0.774.
The categorization results show that the level of consumptive behavior, self-esteem and conformity are classified into the high category. The level of consumptive behavior is included in the high category with a percentage of 93%. The level of self-esteem isincluded in the high category with a percentage of 96%. The level of conformity is also included in the high category with a percentage of 95%.
The results of analysis employing Pearson correlation show that there is aminor and insignificant negative relationship between the self-esteem andconsumptive behavior since the obtained p value is 0.254 p> 0.05. Whereas,theconformity variables show a significant positive relationship between conformity and consumptive behavior. The p value obtained is 0.000 which means that the value of p <0.05 and itshows a positive relationship.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Pada dasarnya semua orang
yang hidup di dunia ini memiliki kebutuhan untuk membuatnya bertahan hidup.
Kebutuhan tersebut dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya adalah kebutuhan
primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi adalah
kebutuhan primer yang meliputi sandang, pangan dan papan. Kebutuhan yang kedua
adalah kebutuhan sekunder, yaitu kebutuhan yang melengkapi kebutuhan primer dan
yang ketiga adalah kebutuhan tersier yaitu kebutuhan akan barang mewah. Dalam
memenuhi kebutuhan seseorang akan cenderung memulainya dari kebutuhan yang
pertama karena hal tersebut sangatlah penting untuk kelangsungan hidupnya dan
kemudian dilanjutkan dengan kebutuhan yang selanjutnya, yaitu kebutuhan
sekunder dan tersier. Pada tahap pemenuhan kebutuhan sekunder seseorang akan
cenderung menaikannya pada kebutuhan yang selanjutnya, yang sebenarnya tidak
ada hubungannya kangsung untuk kelangsungan hidup mereka. Pada kebutuhan
tersier seseorang cenderung membeli barangbarang yang sebenarnya tidak menjadi
prioritas atau bukan sesuatu hal yang penting. Dalam hal ini seseorang
cenderung menghambur-hamburkan uang untuk suatu barang yang kurang ada
manfaatnya, dan seseorang akan cenderung menjadi berlebih-lebihan dalam pembelian
barang-barang yang sebenarnya kurang penting. Perilaku membeli yang berlebihan
tersebut disebut dengan perilaku konsumtif. Menurut Sumartono (2002 : 119),
definisi perilaku konsumtif amatlah variatif, tetapi pada intinya muara dari
pengertian perilaku konsumtif adalah membeli barang tanpa pertimbangan rasional
atau bukan atas dasar kebutuhan pokok. Tambunan (2001 : 1) menjelaskan Kata
"konsumtif" (sebagai kata sifat; lihat akhiran -if) sering diartikan
sama dengan kata "konsumerisme". Padahal kata yang terakhir ini
mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen. Sedangkan
konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang
yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan
yang maksimal. Dalam era moderen seperti ini seseorang sangatlah mudah untuk
memenuhi semua kebutuhannya tersebut dengan cara belanja melaui berbagai macam
media, mulai dari pasar, supermarket, mal sampai belanja melalui situs-situs
online dan media sosial. Dengan semakin berkembangnya teknologi sekarang ini,
banyak sekali para pemasar yang menggunakan strategi pemasaran yang sangat
menarik untuk para pembeli sehingga mereka tertarik dengan hal tersebut,
melalui promosi-promosi yang menarik, pengguanaan model yang menjadi idola
untuk para remaja, sampai trik-trik diskon. Hal tersebut dapat dengan sangat
mudah untuk menarik perhatian para konsumen. Keberadaan pusat perbelanjaan yang
sudah sangat mudah untuk dijumpai juga mempermudah akses para konsumen untuk
mengunjunginya. Selain itu pusat perbelanjaan atau mal dengan berbagai
tawarannya akan sangat menarik untuk dijadikan sebagai tempat untuk sekedar
hiburan. Dalam hal ini remaja merupakan sasaran yang paling tepat untuk para
pemasar. Tambunan (2001 : 2) menjelaskan bahwa bagi produsen, kelompok usia
remaja adalah salah satu pasar yang potensial. Alasannya antara lain karena
pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Remaja biasanya mudah
terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros
dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh
sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja.Biasanya para remaja banyak
menghabiskan waktunya dengan teman-temannya di pusat perbelanjaan untuk sekedar
jalan- jalan, kemudian para remaja tersebut dapat dengan mudah tertarik dengan
barang-barang yang dijual dengan promosi yang sangat menarik, sebagai contoh
beli 2 gratis 1, hal tersebut akan sangat mudah memancing niat para remaja
untuk membelinya tanpa berfikir panjang lagi. Seorang remaja seharusnya mampu
menekan perilaku belanja yang berlebihan, karena hal tersebut dapat berdampak
negatif di kemudian hari. Selain itu, seorang remaja harus mampu untuk menekan
perilaku tersebut dengan mengatur keungannya. Mereka seharusnya tidak
menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang tidak diperlukan dan berbelanja di
batas kewajaran agar perilaku konsumtif tidak mengakar sampai dewasa. Remaja
yang masih dalam usia sekolah, seharusnya lebih mementingkan urusan belajar
dibandingkan dengan terlalu mengurusi masalah penampilan yang menuntutnya untuk
suka berbelanja. Seperti halnya para remaja putri yang berada di SMAN 2 Ngawi,
kebanyakan dari mereka merupakan para remaja yang mempunyai perilaku konsumtif,
hal ini dapat terlihat dari gaya hidup dan penampilan mereka. SMAN 2 Ngawi
merupakan salah satu sekolah menegah atas negeri yang berada di Provinsi Jawa
Timur. Sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah yang menjadi unggulan di
Kabupaten Ngawi. Tak heran jika sebagian besar siswanya merupakan siswa yang
berprestasi. Para siswa di SMAN 2 Ngawi sebagian besar memang mereka dari
keluarga dengan tingkat finansial yang cukup tinggi. Berawal dari situlah
banyak remaja putri khususnya yang bersekolah di SMAN 2 Ngawi memiliki perilaku
konsumtif.
Perilaku konsumtif ini juga tampak terlihat dari perilaku mereka
yang suka berbelanja di mall, terlebih ketika ada diskon yang besar ataupun
penawaran harga promo yang menarik. Meskipun di ngawi tidak ada mall mereka
rela pergi ke Madiun ataupun ke Solo untuk berbelanja di mall. Bukan hanya di
mall mereka sering menghabiskan uangnya, tetapi juga di pertokoan-pertokoan
ataupun butik baju yang berada di Ngawi. Selain itu perilaku konsumtif bisa
dikatakan muncul hanya untuk persaingan dan menjaga diri dari gengsi, karena
pengaruh teman-temannya yang rata-rata memang seperti itu. Mereka beranggapan
bahwa penampilan yang menarik dengan menggunakan produkproduk yang bagus akan
meningkatkan rasa percaya diri. Terlepas dari semua itu perilaku konsumtif juga
dapat terjadi karena pengaruh dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang
paling mudah mempengaruhi adalah kelompok yang ada dalam lingkungan dimana dia
berinteraksi setiap harinya, dalam hal ini kelompok teman sebaya yang paling
besar pengaruhnya. Selain itu perilaku konsumtif pada remaja juga erat
kaitannya dengan harga diri pada remaja. Harga diri atau self esteem mengandung
arti suatu hasil penilaian individu terhadap dirinya yang diungkapkan dalam
sikap–sikap yang dapat bersifat positif dan negatif. Bagaimana seseorang
menilai tentang dirinya akan mempengaruhi perilaku dalam kehidupannya
sehari–hari (Tambunan, 2001 : 1). Setiap orang memiliki tingkat harga diri yang
berbeda-beda dalam hidupnya. Ada orang dengan harga diri rendah dan ada pula
orang dengan harga diri yang tinggi. Menurut Ramadhan(2012 : 42) dalam
penelitiannya mengungkapkan bahwa lebih banyak responden yang memiliki gaya
hidup konsumtif dengan harga diri yang negatif, hasil penelitian tersebut dapat
dikarenakan banyak responden yang berperilaku konsumtif hanya untuk menutupi
kekurangan yang ada pada dirinya. Dari hasil tersebut maka dapat terlihat
dengan jelas bahwa remaja dengan karakteristiknya mudah sekali untuk menjadi
konsumtif untuk menaikkan persepsi harga dirinya. Selain itu hasil penelitian yang
dilakukan oleh Harter (dalam Santrock, 2003 : 336) menemukan adanya hubungan
yang kuat antara penampilan diri dengan harga diri secara umum yang tidak hanya
di masa remaja tapi juga sepanjang masa hidup, dari masa kanakkanak awal hingga
usia dewasa pertengahan . Menurut Felker (dalam Ramadhan, 2012 : 10) terdapat
beberapa komponen harga diri, diantaranya adalah Perasaan diterima (Feeling Of
belonging ) perasaan individu bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu
kelompok dan dirinya diterima seperti dihargai oleh anggota kelompoknya,
Perasaan mampu (Feeling Of Competence) Perasaan dan keyakinan individu akan
kemampuan yang ada pada dirinya sendiri dalam mencapai suatu hasil yang
diharapkan, misalnya perasaan seseorang pada saat mengalami keberhasilan atau
kegagalan, Perasaan berharga ( Feeling Of Worth ) Perasaan dimana individu
merasa dirinya berharga atau tidak, dimana perasaan ini banyak dipengaruhi oleh
pengalaman yang lalu. Perasaan yang dimilki individu yang seringkali
ditampilkan dan berasal dari pernyataan-pernyataan yang sifatnya pribadi
seperti pintar, sopan, tampan atau cantik dan lain sebagainya. Terlepas dari
faktor harga diri, perilaku konsumtif sangat mudah akan terjadi karena faktor
lingkungan sosialnya, disini lingkungan sosial yang mudah mempengaruhinya
adalah teman sebaya. Pengaruh sosial tersebut disebut dengan konformitas.
Konformitas merupakan suatu jenis pengaruh sosial dimana seseorang mengubah
sikap dan tingkah laku mereka agar sama dengan nilai sosial yang berlaku( Baron
& Byrne , 2005 : 53). Para remaja putri di SMAN 2 Ngawi berperilaku
konsumtif juga dapat dikarenakan oleh konformitas terhadap teman sebaya.
Seorang remaja akan merasa dirinya berbeda jika tidak menyesuaikan diri dengan
lingkungan tempatnya bersosialisasi, hal ini sesuai dengan salah satu aspek
dari konformitas, yaitu pengaruh sosial normatif yang merupakan pengaruh sosial
yang didasarkan pada keinginan seseorang untuk disukai atau diterima oleh orang
lain. Mengacu pada hal tersebut, maka perilaku konsumtif pada remaja putri di
SMAN 2 Ngawi dapat terjadi karena dia ingin diterima dan disukai oleh
teman-temannya dalam sebuah hubungan pertemanan yang erat. Karena lingkungan
sekolah tersebut merupakan lingkungan dengan siswa yang berasal dari kalangan
menengah ke atas, maka perilaku konsumtif sangat mudah untuk terjadi. Dukungan
finansial yang mencukupi dari orang tua akan digunakan untuk membeli
barangbarang yang sekiranya tidak penting untuk mereka.
Karena faktor konformitas
akhirnya mereka ikut-ikutan teman untuk membeli seperti apa yang dimilki oleh
teman-teman dalam satu kelompoknya, dengan tujuan untuk menghindari penolakan
dan agar keberadaannya diakui oleh kelompoknya. Bentuk konformitas yang
dilakukan oleh para remaja disana dapat terlihat saat mereka mulai membeli apa
yang teman mereka miliki, seperti baju, tas, sepatu ataupun asesoris-asesoris
lain. Mereka melakukan ini karena agar tidak terlihat ketinggalan tren dari
teman-temannya. Untuk menunjang penampilannya, remaja sangat menyukai segala
hal yang berhubungan dengan fashion, mulai dari pakaian sampai dengan asesoris
yang menambah tingkat penampilannya agar menjadi menarik. Mereka beranggapan
bahwa apabila penampilan mereka menarik, maka mereka akan diterima dalam
kelompoknya dan harga dirinya menjadi positif. ). Para wanita yang berperilaku
konsumtif membeli barang-barang yang berlebihan tersebut untuk menunjang
penampilan mereka, karena mereka menganggap bahwa barangbarang tersebut mampu
membuat citra diri yang ideal dan merasa percaya diri (Attmann & Johnson,
2009 : 270).
Sebagaimana salah satu
komponen harga diri yang telah dipaparkan oleh Felker bahwa perasaan berharga
pada seseorang yang dapat dikategorikan bahwa dirinya cantik, menarik, pintar
dan lain sebagainya, maka remaja sering berbelanja segala sesuatu yang
berhubungan dengan penampilannya, agar salah satu dari komponen harga diri
tersebut terpenuhi. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumtif.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Shon & Choi (2012 : 1617) yang
menyebutkan beberapa faktor perilaku konsumtif diantaranya adalah yang pertama
karena faktor perasaan, yang dimaksud perasaan dalam penelitian tersebut adalah
perasaan kesepian dan rasa marah terhadap lingkungan sekitarnya dan kemudian
mendorongnya untuk berbelanja. Faktor yang kedua adalah karena terpengaruh oleh
iklan di TV dan media sosial, faktor yang ketiga adalah karena kurangnya rasa
percaya diri, faktor yang selanjutnya karena rasa tidak puas dan selalu
membandingkan diri dengan orang lain. Faktor yang terakhir adalah anggapan
bahwa memakai barang yang mahal akan membuat mereka merasa bahagia. Remaja
seringkali tidak memikirkan tentang apa manfaat dari barang-barang yang telah
dibelinya tersebut di kemudian hari, sehingga barang tersebut menjadi barang
yang tidak bermanfaat dan konsumtif. Remaja juga sering mengikuti tren agar
dikatakan gaul dan tidak kuno, mereka menirunya dari media cetak maupun media
elektronik dan juga media sosial, akibatnya mereka tidak memikirkan manfaat
panjang dari barang yang dibelinya. Seorang remaja yang merasa harga dirinya
rendah akan terus berusaha menaikkannya dengan mencoba untuk menampilkan
dirinya yang dinilai positif oleh kelompoknya, dalam hal ini gaya hidup remaja
mulai beralih menuju gaya hidup yang konsumtif, karena dengan memakai barang-barang
yang terkesan akan dapat menunjang penampilannya dan pada akhirnya akan membuat
mereka mempunyai harga diri yang tinggi.
Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam gaya hidup
sekelompok remaja. Dalam perkembangannya, mereka akan menjadi orang-orang
dewasa dengan gaya hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif ini harus didukung
oleh kekuatan finansial yang memadai. Masalah lebih besar terjadi apabila
pencapaian tingkat finansial itu dilakukan dengan segala macam cara yang tidak
sehat. Mulai dari pola bekerja yang berlebihan sampai menggunakan cara instan
seperti korupsi. Pada akhirnya perilaku konsumtif bukan saja memiliki dampak
ekonomi, tapi juga dampak psikologis, sosial bahkan etika (Tambunan, 2001 : 1).
Perilaku konsumtif dapat menjadi suatu hal yang sangat merugikan dan dapat
mengakar sampai mereka tumbuh dewasa, apabila hal tersebut tidak dapat ditekan,
oleh karena itu perlu adanya arahan dari orang tua untuk menekan perilaku
tersebut agar tidak merugikan di kemudian hari.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat
perilaku konsumtif remaja putri di SMAN 2 Ngawi? 2. Bagaimana tingkat harga
diri pada remaja putri di SMAN 2 Ngawi? 3. Bagaimana tingkat konformitas remaja
putri di SMAN 2 Ngawi? 4. Apakah ada hubungan antara harga diri dan perilaku
konsumtif pada remaja putri di SMAN 2 Ngawi? 5. Apakah ada hubungan antara
konformitas dan perilaku konsumtif pada remaja putri di SMAN 2 Ngawi?
C. Tujuan Tujuan
dari penelitian ini adalah:
1. untuk mengetahui tingkat perilaku konsumtif pada remaja putri di SMAN 2
Ngawi. 2. untuk mengetahui tingkat harga diri pada remaja putri di SMAN 2
Ngawi. 3. untuk mengetahui tingkat konformitas pada remaja putri di SMAN 2
Ngawi. 4. untuk mengetahui besarnya hubungan antara harga diri dengan perilaku
konsumtif pada remaja putri di SMAN 2 Ngawi. 5. untuk mengetahui besarnya
hubungan antara konformitas dengan perilaku konsumtif pada remaja putri di SMAN
2 Ngawi
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberi sumbangan
bagi ilmuwan psikologi sehingga dapat memperkaya ilmu pengetahuan khususnya di
bidang psikologi sosial serta psikologi industri dan organisasi terutama bidang
perilaku konsumen mengenai hubungan antara harga diri dengan perilaku konsumtif
pada remaja putri.
2. Manfaat praktis
Penelitian
ini diharapkan mampu memberikan informasi, masukan, dan pemikiran mengenai
hubungan antara harga diri dan konformitas dengan perilaku konsumtif pada
remaja putri, serta memberikan kesadaran pada remaja khususnya untuk menekan perilaku
konsumtif, dan untuk memberi informasi pada guru dan orang tua agar memberi
arahan pada remaja putri, karena penelitian ini dilakukan dalam lingkup
sekolah.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Hubungan antara harga diri dan konformitas dengan perilaku konsumtif pada remaja putri di SMAN 2 Ngawi" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
1 comment:
kobe byrant shoes
adidas eqt support adv
adidas ultra boost
pure boost
yeezy boost 350
jordan shoes
nike air max 2017
chrome hearts online
kobe basketball shoes
christian louboutin shoes
Post a Comment