Abstract
INDONESIA:
Kepekaan dalam mengenali pesan komunikasi non verbal tertama ekspresi emosi wajah akan berdampak pada kesuksesan. Kesuksesan dalam segala bidang merupakan hal yang penting untuk dapat bertahan pada persaingan ketat dalam dunia modern saat ini. Sebagian masyarakat mempercayai bahwa kesuksesan dapat di capai apabila memiliki intelegensi yang tinggi dan dapat membangun hubungan interpersonal dengan baik. Pada dasarnya kesuksesan seseorang bukan hanya ditentukan oleh dua hal tersebut, melainkan kemampuan kepekaan dalam berkomunikasi non verbal juga sangat di butuhkan. Namun tidak semua orang mampu memahami isyarat dari komunikasi non verbal, di tandai dengan seringnya terjadi kesalahpahaman.
Melihat permasalahan di atas maka perlu dilakukan sebuah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui akurasi interpretasi pesan komunikasi non verbal di tinjau dari latar belakang pendidikan, dan jenis kelamin. Penelitian ini mengambil sampel secara acak, sebanyak 40 orang mahasiswa Psikologi yang terdiri dari 20 orang laki-laki, 20 orang perempuan, dan 40 orang mahasiswa dari fakultas Sainstek yang terdiri dari 20 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan metode treatment by subyek. Berdasarkan teknik tersebut, di peroleh dua kelompok eksperimen, kelompok yang pertama berisi mahasiswa dari fakultas Sainstek yang terdiri dari 20 orang laki-laki dan 20 orang perempuan, kelompok kedua berisi mahasiswa Fakultas Psikologi yang terdiri dari 20 orang laki-laki, dan 20 orang perempuan. Teknik pengukuran dengan cara memberikan soal beberapa gambar ekpresi wajah. Kemudian subjek diminta untuk menjawab pertanyaan dengan benar. Untuk mengetahui jenis kelamin dan jurusan diberikan angket demografi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis uji-t gunanya adalah menguji perbedaan, untuk mengkaitkan antara variabel-variabel bebas bergejala nominal dan variabel terikat.
Berdasarkan hasil penelitian fakultas psikologi memiliki akurasi interpretasi yang lebih tinggi dengan nilai rerata (x)= 3.0500 daripada kelompok sainstek dengan nilai rerata (x)= 2.8250 , sedangkan skor signifikan jurusan psikologi dan sainstek 0.228 ini berarti ≥ 0.05 menunjukkan hasil yang tidak signifikan, berarti tidak ada perbedaan antara psikologi dan sainstek dalam akurasi interpretasi pesan komunikasi non verbal. Sedangkan untuk jenis kelamin menunjukkan perbedaan dengan nila rerata jenis kelamin perempuan (x)= 2, 5250. Hal ini membuktikan bahwasanya tingkat akurasi interpretasi perempuan dan laki-laki terpaut jauh, menunjukkan bahwasanya akurasi interpretasi pesan kominikasi non verbal perempuan lebih baik dari laki-laki.
ENGLISH:
Sensitivity in recognizing non-verbal communication messages tertama facial expressions of emotion will impact on success. Success in all areas is important to be able to survive in the fierce competition in today's modern world. Most people believe that success can be achieved if it has high intelligence and can establish good interpersonal relationships. Basically a person 's success is not only determined by two things, but the ability to communicate non-verbal sensitivity are also in need. But not everyone is able to understand the non-verbal cues of communication, marked by frequent mistake misunderstanding.
Seeing the above problems it is necessary to do a study that aims to determine the accuracy of the interpretation of non-verbal communication message in the review of educational background, and gender. This study took a random sample, a total of 40 psychology students consisting of 20 men, 20 women, and 40 students from the faculty Sainstek consisting of 20 men and 20 women. This study is an experimental study using treatment by subjects. Based on these techniques, obtained two experimental groups, the first group contains students from faculty Sainstek consisting of 20 men and 20 women, the second group contains students of the Faculty of Psychology which consisted of 20 men and 20 women. Measurement techniques by providing some pictures about facial expressions. Then the subjects were asked to answer the questions correctly. To find out the gender and majors given the demographic questionnaire. Analysis of the data in this study using a t-test analysis was to examine differences point, remedy linking between the independent variables and the dependent variable nominal symptomatic.
Based on the research faculty of psychology has a higher accuracy of the interpretation of the mean value (x)= 3.0500 sainstek of the group with a mean value (x)= 2.8250 , whereas significant scores 0228 majoring in psychology and this means sainstek ≥ 0:05 show results significant , meaning there is no difference between psychology and sainstek the accuracy of the interpretation of non-verbal communication messages. As for the type kelami showed a mean difference with female sex tilapia (x)= 3.3500 than in the male sex (x)= 2.5250 it is proved that the level of accuracy of the interpretation of women and men far adrift, shows that the accuracy of the interpretation of non-verbal messages kominikasi women are better than men.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia memiliki insting untuk berinteraksi satu sama lain demi
mencapai suatu tujuan, dan dalam interaksi itu, mengintepretasi kondisi
emosional menjadi penting dalam komunikasi yang baik. Kondisi emosional
terefleksi dalam perkataan, gerak tubuh, dan terutama ekspresi wajah. Ekspresi
wajah memiliki peran penting dalam komunikasi antarmanusia. Di sebutkan bahwa
peran ekspresi wajah mencapai 55% dalam komunikasi interpersonal. ”Ekspresi
wajah seseorang juga dapat mencerminkan kondisi afektif, kegiatan kognitif,
tujuan, personalitydan phscyopathologydari seseorang” (Ekman, 2003).
Kepekaan dalam mengenali
pesan komunikasi non verbal tertama ekspresi emosi wajah akan berdampak pada
kesuksesan. Kesuksesan dalam segala bidang merupakan hal yang penting untuk
dapat bertahan pada persaingan ketat dalam dunia modern saat ini. Sebagian
masyarakat mempercayai bahwa kesuksesan dapat di capai apabila memiliki
intelegensi yang tinggi dan dapat membangun hubungan interpersonal dengan baik.
Pada dasarnya kesuksesan seseorang bukan hanya ditentukan oleh dua hal
tersebut, melainkan kemampuan kepekaan dalam berkomunikasi juga sangat di
butuhkan. Dalam berkomunikasi, tidak hanya memanfaatkan komunikasi dalam bentuk
lisan dan tulisan, komunikasi non verbal atau yang lebih di artikan sebagai
komunikasi bahasa tubuh merupakan alat komunikasi yang tidak kalah pentingnya.
Perilaku non verbal relatif tidak bisa di kekang, sulit untuk di kontrol,
sehingga tatkala orang lain mencoba menyembunyikan perasaannya pada kita,
perilaku itu tetap tampil melalui ekspresi-ekspresi non verbal (DePaulo dalam
Baron dan Byrne,2004). Dalam terminologinya, komunikasi non verbal merupakan
proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Sejak
lahir hingga akhir hayat manusia, komunikasi non verbal merupakan sistem simbol
yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bayi mulai memahami kata-kata
ketika umur 6 bulan, akan tetapi sebelum usia tersebut sebenarnya ia sudah
mengerti komunikasi non verbal.
Walaupun komunikasi nonverbal bersifat omnipresent (ada di
mana-mana) namun ia merupakan resep penting dalam interaksi manusia.Perilaku
komunikasi non verbal memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, walaupun hal ini sering kali tidak kita sadari. Komunikasi dan
mengerti isyarat perilaku non verbal tidak hanya penting untuk kelangsungan
hidup, tetapi juga untuk memahami kebutuhan, perasaan, emosi, dan pikiran orang
lain (Calero,2005).Penelitian membuktikan bahwa hanya sebagian kecil dari
komunikasi melibatkan kata-kata yang aktual. Tepatnya hanya 7 persen. Sisanya
sebanyak 55 persen dari komunikasi adalah visual (bahasa tubuh, kontak mata)
dan 38 persen berupa vokal (titinada, kecepatan, volume, dan nada)(Mehrabian
dalam Kuhnke,2007). komunikator eksekutif dunia terbaik memiliki bahasa tubuh
yang kuat, yang merefleksikan rasa percaya diri, kompeten, serta penuh karisma
(Aline, 2008). ). Salah satu bentuk dari komunikasi non verbal adalah emosi.
Emosi melibatkan perubahan ekspresi wajah, sehingga, ekspresi wajah dapat
merefleksikan emosi seseorang (Cacioppo dalam Tandika, 2010). Selanjutnya Ekman
(2003) menegaskan, bahwa emosi yang sedang dirasakan seseorang dapat dilihat
dari perubahan-perubahan yang terjadi pada ekspresi wajahnya, karena
tanda-tanda perubahan yang cepat pada wajah akan memberikan informasi tentang
emosi seseorang. Tidak semua orang mampu memahami isyarat dari komunikasi non
verbal, ditandai dengan seringnya terjadi kesalah fahaman. Salah satunya adalah
kesalah fahaman yang terjadi antar budaya, kesalah fahaman antar budaya terjadi
ketika orang berbeda atribusi terhadap perilaku yang dilihatnya.
Satu contoh yang terjadi di Geneva ketika orang Iraq bertemu dengan
diplomat Amerika Serikat beberapa saat sebelum perang teluk 1991, diplomat
Amerika Serikat berkata pada diplomat Iraq bahwa mereka akan menyerang Iraq,
jika Iraq tidak keluar dari Kuwait, tapi dia berkata tidak dengan ekspresi marah,
dan diplomat Iraq tidak percaya hal itu. Dalam budaya Iraq jika orang
bersungguh-sungguh, maka harus berapi-api dalam mengutarakan statement
tersebut. Karena kesalahan memahami komunikasi tersebut bangsa Iraq harus
membayar dengan 100.000 nyawa dan 4 milyar dolar(Nuqul, 20010) Kasus kesalah
fahman sangat sering terjadi, Komunikasi non verbal mungkin terkait dengan
masalah-masalah lainyang kita miliki dalam masyarakat; kasus pelecehan seksual
di Amerika Serikat dan masalah ini sedang ditangani oleh berbagai lembaga yang
bidang hukum. Sebagian dari masalah pelecehan itu mungkin timbul dari perbedaan
persepsi tentang perilaku apa yang sesuai untuk konteks. Penelitian menemukan
setengah dari subyek sampeldi tempat kerjadi laporkan memilikidaya tarik seksual
untuk teman rekan kerja lawan jenis, meskipun hubungan itu platonis. Dalam
penelitian lain mayoritas mahasiswa dilaporkan mengalami salah tafsir dari
perilaku ramah mereka sebagai undangan seksual. Egland, Spitzberg, dan Zormeier
(1996) meneliti hasil ini, tetapi menemukan mahasiswa memiliki konsepsi yang
jelas tentang perilaku yang sesuai dan dapat mengidentifikasi batas-batas umum
untuk godaan yang tepat untuk itu kemampuan dan kepekaan dalam membaca isyarat
komunikasi non verbal sangat di butuhkan, meliputi ekspresi wajah, gestur,
kontak mata, dan gerakan tubuh. Kesulitan dalam memahami komunikasi non
verbaldisebabkan oleh beberapa faktor satunya adalah, latar belakang identitas
jenis kelamin. Dalam kehidupan bermasyarakat banyak di temukan storeotip mengenai
gender, yaitu kepercayaan mengenai karateristik perempuan dan laki-laki. Dalam
stereotip tersebut terdapat stereotip positif dan negatif. Stereotip positif
yang terdapat pada perempuan mereka dianggap baik, merawat, dan penuh
pertimbangan. Di sisi negatif, mereka dianggap terlalu tergantung, lemah, dan
terlalu emosional (Baron, Branscombe, & Byrne, 2008:). Laki-laki juga
diasumsikan memiliki sikap yang positif dan negatif, misalnya mereka dianggap
sebagai pengambil keputusan, asertif, dan dapat menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaannya, tetapi juga agresif, tidak sensitif, dan arogan (Baron,
Branscombe, & Byrne, 2008).
Selain stereotip-stereotip dasar ini, terdapat stereotip bahwa
perempuan lebih baik dalam persepsi sosial daripada lakilaki (Baron, Branscombe,
& Byrne, 2008:83), yang salah satunya merupakan bentuk komunikasi
nonverbal. Komunikasi nonverbal dapat dipelajari juga melalui interaksi dengan
yang lainnya, merefleksikan dan memperkuat pandangan-pandangan sosial tentang
gender serta mendorong orang-orang untuk menyatakan mereka sendiri ke dalam
gaya feminin dan maskulin. Gender dilembagakan melalui “penggayaan” tubuh
(Judith Butler dalam Wood, 2001). Sebagaimana bahasa, komunikasi nonverbal
berhubungan dengan gender dan budaya, karena komunikasi nonverbal
mengekspresikan tentang makna-makna budaya gender mereka melalui pembedaan
dalam komunikasi nonverbal mereka. Gender adalah sistematika makna, sudut
pandang melalui posisi di mana kebanyakan laki-laki dan perempuan di pisahkan
secara lingkungan, material, simbolis.Namun, kemampuan akurasi interpretasi
komunikasi non verbal setiap individu berbeda-beda, hal ini terkadang di
kaitkan dengan jenis kelamin individu. Terdapat beberapa eksperimen yang
menyatakan hubungan antara jenis kelamin dengan akurasi interpretasi komunikasi
nonverbal. Hall (1984) menemukan ada komunikasi spesialisasi antara pria dan
wanita, laki-laki yang lebih akurat dengan vokal dan wanita dengan komunikasi
visual. Woods (1996) juga menemukan seks bukanlah penentu signifikan kemampuan
decoding. Apa yang berkorelasi dengan kemampuan decoding adalah kompleksitas
kognitifi nterpersonal.Pria atau wanita dengan kompleksitas kognitif yang lebih
tinggi menunjukkan kemampuan decoding yang lebih besar. Keduavariabel bekerja
bersama-sama juga menciptakan kekuatan persuasif yang lebih tinggi untuk
pengirim. Kemampuan komunikasi nonverbal wanita mungkin didasarkan pada
kompleksitas kognitif interpersonal yang bukan statusatau nilai ditempatkan
pada belajar pengasuhan. Manusov(1995) Juga menemukan dalam hubungan intim
isyarat nonverbal cenderung bersifat timbal balik, bahkan ketikaada perbedaan
norma sedikit.
Perilaku nonverbal, baik positif maupun negatif membalas terlepas
dari beberapa kepuasan hubungan. Penelitian laintelah menyarankan tingkat yang
lebih tinggi nonverbal negatif, perilaku balasanakan terjadi antara pasangan
tidak puas. Penelitian ini menemukankompensasilebih sering terjadidalam
hubunganlintas budaya. Hal ini mungkin karena perbedaan dalam ekspresi budaya
mempengaruhi, menciptakan perbedaan besar antaraperilaku komunikasi yang
diharapkan dandiamati. Eksperimen terbaru yang dilakukan Hall & Matsumoto
(2004) menemukan bahwa terdapat perbedaan penilaian ekspresi wajah dari
perempuan dan laki-laki. Berdasarkan hasil eksperimen, ditemukan bahwa
perempuan memiliki akurasi yang lebih tinggi dari laki-laki pada hampir semua
aspek tanda-tanda nonverbal. Eksperimen ini sendiri juga melihat perbandingan
hasil interpretasi ekspresi wajah dengan durasi penayangan ekspresi wajah
tersebut. Hasilnya tetap menunjukkan bahwa perempuan lebih akurat dari
laki-laki dalam menilai arti emosional dari tanda nonverbal walaupun dalam
situasi minim informasi. Selain perempuan mampu menginterpretasi tanda-tanda
nonverbal dengan baik dalam berbagai situasi, mereka juga mampu
menginterpretasi beberapa jenis tanda nonverbal. Perempuan terlihat lebih
superior dalam beberapa hal, seperti menebak kepribadian seseorang, mengenali
mood seseorang, serta menunjukkan dan menginterpretasikan tanda-tanda nonverbal
(Baron, Branscombe, & Byrne, 2008). Hal ini juga didukung oleh beberapa
penelitian yang menemukan adanya perbedaan yang konsisten dalam setiap
perhitungan, dengan perempuan lebih akurat daripada laki-laki. Perempuan
menunjukkan keakuratan yang lebih tinggi daripada laki-laki di beberapa
penelitian yang menggunakan jenis-jenis tugas yang berbeda yang berkaitan
dengan menginterpretasikan tanda nonverbal (Rosip & Hall, 2004). Selain itu
laki-laki dan perempuan juga memiliki kognitif yang berbeda, di antaranya adalah
perbedaan spasial.Pada laki-laki otak cenderung berkembang dan memiliki spasial
yang lebih kompleks seperti kemampuan perancangan mekanis, pengukuran penentuan
arah abstraksi, dan manipulasi benda-benda fisik. Maka tak heran jika laki-laki
suka sekali mengutak-atik kendaraan. setelah banyak studi terkontrol hati-hati
di mana lingkungan dan pembelajaran sosial dikesampingkan, para ilmuwan
mengetahui bahwa mungkin ada banyak perbedaan neurofisiologis dan anatomi
antara otak laki-laki dan perempuan (Gurian dalam Wawan, 2004).
Selain itu kognisi juga berpengaruh karena kognisi merupakan
kepercayaan individu tentang sesuatu yang diddapatkan melalui proses berfikir.
Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan memanipulasi
pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai,
menalar, membayangkan dan berbahasa. Cara seseorang untuk memperoleh
pengetahuan adalah melalui pendidikan yang di tempuh. Penelitian Ekman ( 2003)
meneliti dengan mengambil subjek yang berbeda, yaitu subjek yang memiliki
pendidikan dan yang tidak, dan dalam penelitian ini mencoba mengambil subjek
yang berbeda dari penelitian sebelumnya, yaitu subjek yang sama-sama
berpendidikan, sedangkan latar belakang pendidikan yang di bahas padapenelitian
ini adalah individu yang sedang menempuh kajian ilmu dalam bidang psikologi dan
sainstek.
Menurut Amor (1988) ilmuwan sains dasar mencoba untuk memahami
bagaimana alam bekerja dan mencoba mencari cara untuk mengendalikan cara alam
bekerja, sedangkan ilmu teknologi memanfaatkan penemuan sains dasar untuk
membuat alat guna mengendalikan cara alam bekerja. Menurut White &
Frederiksen (2000) sains dapat dipandang sebagai proses untuk membentuk hukum,
model, dan teori yang memungkinkan orang untuk memprediksi, menjelaskan, dan
mengendalikan tingkah laku alam. Berbeda dengan ilmu psikologi yang mempelajari
pengalaman-pengalaman yang ada pada diri manusia, seperti perasaan, fikiran,
dan kehendak ( wundt dalam bayu, 2010). Dalambanyak hal yang menuntut psikologi
untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain. Dalam keputusan asosiasi
penyelenggara pendidikan tinggi psikologi indonesia (AP2TPI) 2013 , tentang
kurukulum inti program S1 psikologi yang dihasilkan oleh program studi
psikologi. Deskripsi spesifik dari deskriptor kualifikasi lulusan level 6 pada
KKNI dihasilkan oleh program studi S1 psikologi adalah mampu berkomunikasi
secara efektif, antara lain menulis secara efektif , komunikasi interpersonal
baik lisan maupun tulisan, kerjasama dengan orang lain, dan memiliki wawasan
yang luas. Mampu mengumpulkan dan menganalisis data untuk menginterpretasikan
perilaku manusia sesuai dengan kaidah psikologi dengan menggunakan metode
ssesment, yakni wawancara observasi dan tes psikologi yang sesuai dengan
kewenangannya, Dari berbagai permasalah yang telah di uraikan, maka penulis
tertarik untuk meneliti “AKURASI INTERPRETASI PESAN KOMUNIKASI NON VERBAL di
tinjau dari LATAR BELAKANG PENDIDIKAN, dan JENIS KELAMIN
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah latar belakang pendidikan, dan jenis kelamin berpengaruh
terhadap kemampuan membaca pesan komunikasinon verbal ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan
yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah latar
belakang pendidikan, dan jenis kelamin, berpengaruh terhadap kemampuan membaca
komunikasi pesan non verbal.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Secara Teoritis Penelitian ini di harapkan dapat mengembangkan
teori-teori psikologi. Terutama yang berkaitan dengan psikologi sosial dan
psikologi komunikasi.
2.
Secara Praktis Penelitian ini di harapkan dapat mengembangkan kepekaan terhadap
bentuk pesan komunikasi non verbal agar dapat meningkatkan kehidupan sosial
dalam kehidupan bermasyarakat.
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment