Abstract
INDONESIA:
Banyak kemungkinan yang menjadi penghambat dalam proses belajar mahasiswa, sehingga menunjukkan kesan bahwa belajar merupakan sesuatu yang berat dan tidak menyenangkan, atau bahkan merasa tertekan ketika harus belajar. Menjamurnya praktik ketidakjujuran akademik di kalangan mahasiswa dalam berbagai bentuk evaluasi belajar, terkadang dianggap sebagai beban.
Sejumlah teori yang mendasari intensitas ketidakjujuran akademik mahasiswa dalam evaluasi belajar, antara lain: Teori Kecurangan Akademik dari Lambert, Hogan dan Barton (2003) denganistilahketidakjujuranakademikatauacademic dishonesty, serta beberapa teori yang mendasari munculnya tindakan (intensitas, motivasi), antara lain: teori reason action atau niat dari Fishben dan Ajzen (1975-1980), Teori interaksionisme simbolik modern: William James (1978) dengan konsep diri (self concept), A.H. Maslow (1908-1970) dengan salah satu konsep Hierarki kebutuhan yaitu: aktualisasi diri, Charles Horton Cooley (1846-1926) dengan konsep looking glass self, John Dewey (1884-1888) dengan konsep proses penyesuaian diri, dan George Herbert Mead (1863-1931)dengan konsep proses sosial/sosialisasi, W. I. Thomas (1966) dengan konsep definisi situasi, Herbert Blumer (1969)dengan konsep pemaknaan/penafsiran, Georg Simmel (2002) dengan konsep keterkaitan kontrol sosial dengan interaksi sosial, K. Bertenz (2007) dengan konsep etika/moralitas.
Penelitian ini merupakan studi deskriptif kuantitatif dengan pendekatan survey, yang bermaksud untuk mengeksplorasi dan klarifikasi suatu fenomena atau fakta sosial, dengan jalan menjabarkan beberapa variabel yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik pengumpulan data dengan kuisioner terbuka, teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabulasi silang.
Dari penelitian ini menjabarkan bukti bahwa, intensitas kecurangan akademik yang dipraktikkan oleh mahasiswa bervariasi, yaitu berintensitas 1-3 kali atau intensitas rendah sebanyak 112 mahasiswa (62,9%), katagori intensitas sedang yaitu 4-5 kali sebanyak 15 mahasiswa (8,4%), intensitas ketidakjujuran akademik lebih dari 5 kali atau katagori intensitas tinggi sebanyak 51 mahasiswa (28,7%)selama menjadi mahasiswa.
ENGLISH:
Many probabilities as the bottleneck in the process of university student learning, thus indicate the impression that learning is something that is heavy and unpleasant, or even feel depressed when being have to study. The mush rooming practice of academic dishonesty among college students in different forms of learning evaluation, sometimes regarded as a burden.
Several theories underlying the intensity of university student academic dishonesty in the evaluation study, among others: Academic Cheating Theory of Lambert, Hogan and Barton (2003) with the term academic dishonesty, as well as some of the theories that underlie the emergence of actions/Intensity, among others: the theory of Reasoned Action Fishbein and Ajzen (1975-1980), the modern theory of symbolic interactionism: William James (1978) with the concept of self (self-concept), A.H. Maslow (1908-1970) with the concept of Self Actualization-Hierarchy Of Need, Charles Horton Cooley (1846-1926) with the concept of looking glass self, John Dewey (1884-1888) with the concept of adjustment process, and George Herbert Mead (1863-1931) with the concept of social process/socializing, W.I. Thomas (1966) with the concept of the definition of situation, Herbert Blumer (1969) with the concept of meaning/interpretation, Georg Simmel (2002) with the concept of social control linkages with social interaction, K. Bertenz (2007) with the concept of ethics/morality.
This research is the quantitative descriptive study with survey approach, which intends to explore and clarify the phenomenon or the social reality, by describe some variables related to the problem surveyed. The data collection techniques with the open questionnaire, the data analysis techniques in this study using cross-tabulations.
From this research gave the proof that, the intensity of academic fraud practiced by the college students are varied, ie the intensity 1-3 times or low intensity were 112 university student (62,9%), moderate intensity category is 4-5 times as many as 15 university student (8,4 %), the intensity of academic dishonesty more than 5 times or high intensity category were 51 universit y students (28,7%) during a college student.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Mahasiswa adalah kaum akademisi yang menuntut
ilmu di perguruan tinggi, mereka tidak akan pernah terlepas dari aktivitas
belajar dan menunaikan tuntutan akademiknya. Oleh karena itu, belajar merupakan
kebutuhan dasar bagi mereka. Belajar yang dimaksud adalah untuk kepentingan
akademiknya. Tetapi sayangnya, belajar bagi sebagian mahasiswa masih dirasa
sebagai suatu hal yang berat, dan masih banyak kemungkinan yang menjadi
penghambat dalam proses belajarnya, sehingga menjadikan kesan bahwa belajar
merupakan aktivitas yang berat dan tidak menyenangkan, atau bahkan merasa
tertekan ketika harus belajar. Hambatan belajar yang mereka hadapi bisa jadi
berasal dari diri sendiri, disebut hambatan internal, dan merupakan faktor
motivasi internal yaitu kondisi psikologis saat seseorang belajar1 . Saat
belajar, seharusnya merasa berada dalam keadaan yang rileks, pikiran tidak
jenuh, dan siap menerima materi perkuliahan. Kondisi ini diibaratkan sebuah
gelas kosong yang siap diisi air. Gelas kosong tersebut tentunya dalam keadaan
tidak terbalik. Jika gelas kosong dalam keadaan terbalik, maka air yang
dikucurkan tidak akan pernah masuk ke dalam gelas. Kondisi gelas yang benar
diibaratkan kondisi psikologis yang siap belajar, siap menerima kucuran ilmu
pengetahuan. Sedangkan kondisi gelas yang terbalik itu diibaratkan kondisi
ketika tidak siap belajar, dan seseorang tidak akan mendapatkan ilmu ketika
dipaksakan belajar. Hambatan tersebut diperparah dengan tindakan prokrastinasi
akademik atau tindakan mengulur dalam pengaturan waktu dan prioritas belajar
yang mahasiswa lakukan2 . Dalam Al-Qur’an telah memberi isyarat bahwa nikmat
yang manusia lalaikan adalah nikmat kesehatan dan nikmat waktu/kesempatan.
Disini yang menjadi fokus penelitian adalah kelalaian dalam urusan nikmat
waktu/kesempatan. Sebagai contoh: salah satu kriteria mahasiswa yang berhasil
adalah yang memiliki kemampuan mengatur waktu secara tepat dan mengalokasikan
waktu untuk setiap tugas atau manajemen waktu. Namun kemampuan mengalokasikan
waktu ini tidak dimiliki oleh semua mahasiswa. 1Muhibbin Syah 2003,
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar. Psikologi Belajar. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada hal:182-183 2 Knaus 1986, Prokrastinasi Akademik 2
Kebanyakan dari mereka yang mengeluh karena lemahnya mengatur waktu dengan
tepat, kapan harus mulai mengerjakan sesuatu atau kapan selesainya/merampungkan
tugas tersebut, sehingga waktu yang seharusnya bermanfaat malah terbuang
sia-sia. Kecenderungan seperti itulah yang kemudian berdampak terhadap indikasi
dari prokrastinasi, dan prokrastinasi dalam mengerjakan tugas maupun tanggung
jawab sebagai mahasiswa digolongkan dalam bentuk prokrastinasi akademik. Hal
tersebut yang nantinya dikaitkan dengan berbagai konsekuensi negatif, berupa
kecurangan akademik3 . Faktor internal berikutnya adalah kejenuhan belajar4 .
Jenuh dalam belajar berarti belajar dalam waktu tertentu tetapi tidak
mendatangkan hasil yang maksimal. Sebagai contoh: dalam kegiatan membaca, namun
pelaku tidak memahami apa yang dibaca. Ketika mendengar, tetapi pendengaran
hanya sebatas mendengar saja, tidak merekam alias masuk dari telinga kiri
keluar ke telinga kanan. Singkatnya, ketika keadaan jenuh, sangat sulit untuk
mencapai fokus, artinya tidak ada kerjasama yang baik/maksimal antara alat indera
yang terlibat dalam belajar dengan akal pikiran. Penyebab kejenuhan yang paling
umum adalah keletihan yang melanda si pembelajar, karena keletihan dapat
menjadi penyebab munculnya rasa bosan pada diri yang bersangkutan. Menghindari
keletihan adalah hal yang paling disarankan agar ketika seseorang belajar
berada pada kondisi yang benar-benar siap menerima materi dalam belajar.
Kemudian jika keletihan telah melanda, apa yang harus dilakukan atau jika hal
itu belum muncul, apa yang bisa dilakukan untuk menghindarinya. Berikut ini
beberapa kiat yang dapat dilakukan, yaitu: melakukan istirahat dan mengkonsumsi
makanan dan mimuman (nutrisi) yang bergizi dengan takaran yang cukup dan
seimbang, dalam arti tidak berlebihan. Adalah Ketidaksukaan pada mata kuliah yang
sedang dipelajari yang menjadi faktor internal berikutnya5 . Ketika hendak
mempelajari sesuatu, maka perasaan senang terlebih dahulu muncul terhadap mata
kuliah yang akan dipelajari. Ketika muncul rasa tidak suka dalam perasaan untuk
mempelajari sesuatu, maka secara tidak sadar telah menggerakkan akal pikiran
untuk menolak 3 ibid. 4 Muhibbin Syah 2003, loc.cit. 5 ibid. 3 segala sesuatu
yang berkaitan dengan mata kuliah yang akan dipelajari. Selanjutnya, tidak
mengetahui manfaat yang sedang dipelajari/hikmah belajar6 . Setelah menyenangi
suatu pelajaran, maka tidak berhenti disitu saja. Jika berpatok ketika
menyenangi suatu pelajaran, maka tidak akan merasa kesulitan dalam belajar,
adalah salah total. Setelah menyenanginya, diharuskan mencari tahu hikmah mempelajari
suatu materi perkuliahan untuk diri mahasiswa. Tanyakan pada masing-masing
pribadi tentang hal-hal sebagai berikut: Apa yang akan saya dapatkan jika
mempelajari mata kuliah ini? Apakah pengetahuan yang saya dapatkan bermanfaat
dalam kehidupan sehari-hari? Buat sebanyak mungkin probabilitas jawaban,
semakin banyak jawaban maka akan semakin membangkitkan motivasi dalam diri
mahasiswa. Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah tingkat Intelektualitas7
. Faktor ini sebenarnya tidak mutlak menjadi hambatan dalam belajar. Semua
manusia dilahirkan dengan membawa sebuah senjata berpikir yang sangat dahsyat,
yaitu akal pikiran. Tingkat intelektualitas dapat ditingkatkan dengan berbagai
macam cara, tinggal niatnya saja. Satu hal yang harus diingat, bahwa dengan
rajin belajar, maka hambatan yang satu ini dapat disingkirkan dengan mudah.
Adapun hambatan belajar yang berasal dari luar diri individu yang berupa faktor
lingkungan, disebut juga hambatan eksternal. Faktor lingkungan, berupa
lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan kampus. Lingkungan yang pertama
yang dihadapi mahasiswa adalah lingkungan keluarga. Jika lingkungan keluarga
tidak kondusif untuk belajar, maka hal itu akan menjadi ancaman untuk
kelangsungan prestasi akademik. Banyak hal yang menyebabkan lingkungan keluarga
menjadi tidak kondusif, diantaranya: orangtua yang kurang akur, perlakuan
orangtua yang kurang bijak, suasana rumah yang terlalu gaduh karena banyaknya
penghuni rumah, dan banyak masalah lain yang menyebabkan kesulitan belajar di
lingkungan keluarga. Hambatan-hambatan ini sebisa mungkin dihindarkan atau
setidaknya diminimalisasi, sehingga proses belajar dapat berjalan dengan baik.
Salah satu solusinya adalah menjalin interaksi yang harmonis dan saling
mendukung antar anggota keluarga. 6 ibid. 7 ibid. 4 Lingkungan yang selanjutnya
adalah lingkungan masyarakat khususnya kost atau hunian selama mahasiswa
belajar. Hunian tersebut biasanya dipenuhi oleh mereka yang rumahnya jauh dari
kampus dan kondisinya kadang ramai atau terlalu sepi. Kondisi kost yang ramai,
padat penghuni bisa jadi menghambat proses belajar mahasiswa atau malah membuka
peluang untuk bertindak curang seperti kerjasama yang salah dalam menyelesaikan
tugas, laporan makalah individu/kelompok, maksudnya ketika ada tugas individu,
pelaku bertindak curang dengan jalan memalsukan data atau fabrikasi. Adapun
tugas kelompok yang semestinya dikerjakan dengan tim namun, karena lokasi kost
yang mereka huni tidak berdekatan atau karena alasan yang tidak masuk akal
maka, yang terjadi tidak adanya tanggungjawab dalam tim tersebut. Lingkungan
selanjutnya adalah kampus yaitu lingkungan dimana mahasiswa dapat berinteraksi
dengan sesama individu atau dengan adik/kakak kelas. Dalam lingkungan inilah
kesempatan berinteraksi lebih luas, dapat bergaul dengan mahasiswa-mahasiswi
sebagai teman sebaya. Di lingkungan inilah peluang kecurangan akademik juga
nampak. Semisal, ketika berteman dengan sekelompok mahasiswa yang nakal atau
tidak mengerti tata krama, maka lambat laun menjadi seperti mereka berandal,
suka bertindak anarkis maupun bertindak curang dalam segala bentuk evaluasi
belajar atau tidak tahu tata krama. Tetapi sebaliknya, jika berteman dengan
mereka yang selalu memotivasi untuk dapat berpikir kritis dalam segala bentuk
evaluasi belajar dan menjadi lebih baik, maka lambat laun seseorang akan
menjadi seperti mereka, transparan dalam merampungkan tugas, evaluasi belajar,
jujur, kritis, sopan dan tahu tata krama, misalnya8 . Faktor ekstenal
berikutnya berupa kemalasan mencari bahan/sumber (materi perkuliahan) yang
memadai9 . Bahan atau materi perkuliahan yang akan dipelajari mutlak dan pasti
tersedia. Hanya saja, mahasiwa tidak rajin dalam mencarinya. Bahan atau materi
bisa diperoleh dari berbagai sumber, misalnya buku di perpustakaan, media massa
seperti koran maupun jurnal ilmiah, halaman web ataupun jurnal karya ilmiah
dari pakar yang berkompeten dalam mata kuliah yang akan dipelajari. Ketiadaan
sumber materi akan menghambat proses belajar. Namun, masih terdapat mahasiswa
yang menginginkan nilai tinggi tanpa usaha 8 Muhibbin Syah 2003, loc.cit 9
ibid. 5 yang maksimal atau maunya praktis, enak sendiri, seperti ngrepek,
kerjasama yang salah, menggunakan jasa orang lain ketika menyelesaikan tugas
individu, manipulasi data, atau plagiasi. Faktor eksternal selanjutnya, tingkat
kesukaran mata kuliah yang dipelajari10 . Tingkat kesukaran mata kuliah yang
dipelajari ternyata adalah hal yang relatif. Maksudnya, jika menganggap hal itu
adalah sesuatu yang sulit, rumit, atau membosankan, maka menurut teman yang
lain mungkin itu adalah sesuatu yang mudah dan sederhana. Jika suatu materi
perkuliahan yang menurut sebagian mahasiswa dirasa sulit, tentunya hal ini
disimpulkan setelah berusaha mati-matian mempelajarinya. Berbagai bentuk
kecurangan akademik yang mahasiswa lakukan, karena mereka beranggapan bahwa hal
tersebut adalah biasa, sampai sekarang banyak dari mereka yang melakukan
kecurangan akademik semata-mata untuk memenuhi tuntutan akademik. Strateginya
pun sangat beragam, mulai dari bekerjasama/contekan ketika evaluasi, tidak
menjalankan tugas/amanah ketika bekerja dalam tim, bekerjasama dengan orang
lain untuk merampungkan tugas individu, dan berbagai jenis tindakan
ketidakjujuran akademik lainnya walaupun terselubung. Praktik ketidakjujuran
akademik yang melibatkan mahasiswa sebenarnya telah terjadi sejak lama, dan
sampai saat ini masih sering dilakukan. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan,
tindak kecurangan akademik atau academic cheating sudah bukan hal baru ataupun
fenomenal di dunia pendidikan. Kenyataannya masih ada praktik kecurangan
akademik di lingkungan pendidikan. Tanpa perasaan bersalah, pelaku menggiatkan
praktik tersebut berulang kali, mulai dari tugas makalah individu atau
kelompok, hingga contekan ketika evaluasi belajar (UTS dan UAS). Penelitian
yang telah dilakukan oleh beberapa ahli seperti Harding, et. al., telah
memberikan bukti bahwa Academic cheating merupakan suatu kebiasaan buruk yang
sering dilakukan oleh sebagian besar mahasiswa. Tindakan tersebut dimulai dari
hal-hal yang kecil pastinya, mengapa demikian? Karena tindakan licik sekecil
apapun biasanya dijadikan sebuah kebiasaan buruk yang seringkali tidak
disadari11 . 10 ibid 11 Harding, et.al, 2004 Does Academic Dishonesty Relate to
Unethical Behavior in Professional Practice? An Exploratory Study, Science and
Engineering Ethics,Vol.10 hal:1 6 Mahasiswa yang berhasil dalam berbagai
evaluasi belajar melalui cara-cara yang tidak jujur, dengan cara manipulasi
data/karya orang misalnya, akan senantiasa merasakan suatu bentuk ketidakcakapan
ketika masuk ke dunia kerja, atau dalam praktik-praktik lainnya di berbagai
aspek kehidupannya kelak. Dengan kata lain, bisa jadi ia berhasil dalam nilai,
namun tidak akan mendapat tempat dalam kapasitas hidup dimata orang lain,
lebih-lebih dalam dunia kerja. Sebab nilai yang diperoleh adalah palsu, bukan
dari usahanya sendiri. Jika direnung kembali, seseorang yang tanpa berpikir
panjang dalam melakukan hal-hal tersebut, berarti telah menggadaikan harga
dirinya untuk sebuah tujuan jangka pendek (pragmatis). Anehnya, praktik semacam
itu masih belum banyak terkuak. Padahal, tindakan tersebut dapat dikategorikan
sebagai kejahatan, dan sang pelaku seharusnya dikenai sanksi yang signifikan.
Kecurangan akademik bisa jadi dilatarbelakangi oleh berbagai alasan,
diantaranya: (1) beberapa mahasiswa ingin lulus dengan baik tanpa menyelesaikan
tuntutan akademik/evaluasi belajar, (2) mahasiswa meniru orang yang pernah
melakukan kecurangan akademik, (3) mahasiswa menginginkan cara singkat dan
mudah untuk mencapai suatu keberhasilan, (4) tuntutan akademik yang dibebankan
tidak menarik, (5) manajemen waktu yang buruk dan tidak memiliki perencanaan
yang matang, (6) tidak memiliki waktu banyak untuk merampungkan tugas-tugasnya
dan belajar, (7) beberapa mahasiswa mengaku tidak percaya diri dalam
menyelesaikan evaluasi belajar, sehingga mereka melakukan tindakan plagiasi,
(8) beberapa mahasiswa mengaku melakukan kecurangan akademik untuk kesenangan,
(9) beberapa yang lain mengaku melakukan kecurangan ketika menghadapi program
pendidikan yang sulit seperti: teknik, hukum dan kedokteran, (10) beberapa yang
lain melakukan kecurangan karena tekanan dari orang tuanya12 . Ketidakjujuran
akademik atau lebih dikenal sebagai kecurangan akademik, telah menjadi masalah
selama bertahun-tahun pada hampir semua level pendidikan. Semuanya pasti
berawal dari sebuah kebiasaan, apabila tidak terbiasa dengan budaya tidak
jujur, maka hal tersebut pasti tidak akan dilakukan. Peneliti 12 Ben Nyobi
Suratno Juli 2008, Agar Sukses Menulis Skripsi, Penerbit: Dianloka dan Perdana
Anugrah Ilahi, Hubungan Motivasi Berprestasi dan Prokrastinasi Akademik
Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN MALIKI Malang 2012, Skripsi 7 yakin ada banyak
latar belakang para mahasiswa melakukan tindakan kecurangan akademik, misalnya:
rasa malas atau rasa percaya diri rendah. Walaupun beberapa penyelidikan
mengindikasikan bahwa intensitas kecurangan akademik diantara para mahasiswa di
universitas telah meningkat tajam. Karena kepentingan penelitian secara
langsung untuk pendidikan adalah, realita bahwa dari mereka hampir dipastikan
melakukan kecurangan akademik. Dalam studi terbesar yang diselenggarakan sejak
tahun 1964 hingga saat ini (2004), Bower melaporkan bahwa 58% mahasiswanya
mengaku melakukan tindak kecurangan akademik di universitas13. Sebagai
pembanding, pada tahun 1996, McCabe melaporkan 82% mahasiswanya juga mengakui
perbuatan curangnya14 . Dari temuan dua kasus tersebut, terbukti kecurangan
akademik menduduki peringkat tertinggi kedua dari kedisiplinan akademik. Sebagai
dampak dari tingginya peringkat tindak ketidakjujuran akademik di antara mereka
terdapat akibat tersendiri, misalnya kehilangan kesempatan untuk mengembangkan
pemahaman isi materi perkuliahan. Dari waktu ke waktu, mahasiswa seperti itu
diprediksi mengembangkan sebuah anggapan, bahwa setiap individu juga berbuat
kecurangan akademik, dan tindakan ini adalah wajar dalam kehidupan. Pada
hakikatnya, mahasiswa seperti itu menjadi tidak peka terhadap budaya akademik,
norma kejujuran dalam pembelajaran15 . Kecanggihan teknologi, akses internet
misalnya, juga tidak luput dari sisi negatif maupun positif terhadap tindakan
kecurangan akademik. Sisi negatifnya adalah kesempatan melakukan tindakan
kecurangan akademik (plagiasi atau fabrikasi data) akan semakin mudah dengan
adanya akses terhadap ribuan, bahkan jutaan artikel ilmiah, sedangkan sisi
positifnya adalah, internet mampu menjadi jembatan untuk mencegah apakah
artikel yang dimiliki individu tersebut sama atau berbeda dengan artikel yang
telah orang lain publikasikan. Bagaimanapun kecurangan akademik adalah tindakan
yang sangat dikutuk dalam dunia ilmiah, oleh karena itu si pelaku seharusnya
memperoleh ganjaran setimpal dalam forumforum ilmiah. Dari sisi fungsi
pembimbing, selain melakukan bimbingan terhadap penelitian yang sedang
dilakukan oleh mahasiswanya, juga berperan sebagai 13Harding,et.al. 2004.
Op.Cit, hal:2 14ibid. 15Harding, et.al, 2004 Op.Cit, hal:3 8 pengawas
(supervisor). Karena banyaknya tugas dan penelitian dalam rangka pengabdian
masyarakat, terkadang fungsi ini acapkali dikesampingkan. Sejumlah pembimbing
(skripsi) yang terlalu percaya kepada mahasiswa bimbingannya, kurang melakukan
kontrol pada proses perkembangan penelitian mahasiswanya, bahkan hanya melihat
hasil jadi tanpa mau tahu lebih banyak pada tahapan proses, atau terlalu banyak
mahasiswa yang di bawah bimbingannya, sehingga pembimbing tidak memiliki cukup
waktu untuk cek dan ricek secara detail hasil pekerjaan mahasiswa bimbingannya,
misalnya. Hal demikianlah yang sering kali menjadi sebuah “kesempatan” untuk
melakukan kecurangan akademik, walaupun pada awalnya si mahasiswa tidak pernah
punya niat. Hasilnya, pembimbing yang semestinya menjadi first filter atau
pengawas justru terkesan membantu melancarkan jalannya praktek kriminalitas di dunia
pendidikan. Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan menindaklanjutinya
melalui penelitian skripsi dengan judul “Intensitas Ketidakjujuran Akademik
Mahasiswa dalam Evaluasi Belajar”. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana keberagaman
intensitas ketidakjujuran akademik dilakukan oleh para mahasiswa berdasarkan
tahun akademik? 2. Bagaimana keberagaman intensitas ketidakjujuran akademik
dilakukan oleh para mahasiswa bila ditinjau dari segi usia? 3. Bagaimana
keberagaman intensitas para mahasiswa (pria dan wanita) dalam hal kecurangan
akademik? 4. Katagori model tugas apa saja yang menjadi target intensitas
kecurangan akdemik mahasiswa dalam evaluasi belajar? 5. Apa saja yang menjadi
motivasi dalam melakukan tindakan ketidakjujuran akademik? 6. Apa motivasi mahasiswa
dalam mempertahankan kejujuran dalam menyelesaikan evaluasi belajar? C.Tujuan
Penelitian 1. Mengetahui keberagaman intensitas ketidakjujuran akademik
dilakukan oleh para mahasiswa berdasarkan angkatan/tahun akademik. 9 2.
Mengetahui keberagaman intensitas ketidakjujuran akademik dilakukan oleh para
mahasiswa berdasarkan usia. 3. Mengetahui keberagaman intensitas antara
mahasiswa dan mahasiswi sebagai kaum akademisi dalam hal kecurangan akademik.
4. Mengetahui katagori model tugas yang menjadi target intensitas kecurangan
akademik mahasiswa dalam evaluasi belajar. 5. Mengetahui hal–hal yang menjadi
motivasi dalam melakukan tindakan ketidakjujuran akademik. 6. Mengetahui
hal–hal yang menjadi motivasi mahasiswa dalam mempertahankan kejujuran dalam
menyelesaikan evaluasi belajar. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini dapat menambah khasanah pengetahuan
tentang kecurangan akademik, tentang kerugian dan efek buruk dari kecurangan
akademik yang dilakukan oleh para akademisi. Memberikan arahan bahwa nilai atau
hasil belajar secara kuantitatif hanya label saja. Sedangkan hal yang perlu
dikejar selama kuliah adalah hikmah belajar, berupa pola pikir kritis yang
seharusnya tertanam secara mendalam pada diri mahasiswa sebagai “agent of
change”, yaitu pusat pelaku perubahan perilaku yang mendatangkan kesejahteraan
bagi masyarakat sekitar, dan bagi diri pribadi. 2. Manfaat Praktis a. Bagi
peneliti, dapat dijadikan media menumbuh-kembangkan kesadaran untuk
meningkatkan motivasi diri dalam membentuk karakter yang bermartabat, sebagai
bekal terjun ke dunia kerja/masyarakat. b. Bagi pihak kampus khususnya fakultas
psikologi, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penyelenggaraan evaluasi
pendidikan yang mendukung pembentukan karakter mahasiswa yang etis, dengan
memperbaiki dan memperketat pelaksanaan juga pengawasan evaluasi belajar, serta
sebagai bahan pertimbangan dalam mengkonstruk “kultur akademik yang bermoral”.
c. Sebagai peringatan bagi para mahasiswa untuk segera mengubah mind-set menuju
pola pikir kritis (obyektif dalam menghadapi berbagai bentuk evaluasi belajar,
berprestasi dengan mengutamakan sikap jujur). Menyadari pentingnya 10
internalisasi nilai-nilai moral dalam rangka membangun watak yang
karakteristik, berlandaskan pada pedoman Qur’an dan Hadits, serta filosofi para
tokoh kemajuan peradaban Islam yang telah teruji.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Intensitas ketidak jujuran akademik mahasiswa dalam evaluasi belajar" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment