Abstract
INDONESIA:
Dalam perkawinan setiap keluarga mendambakan kehidupan keluarga yang harmonis. Keharmonisan keluarga itu sendiri merupakan tercapainya sebuah keluarga yang serasi, bahagia, puas terhadap seluruh keadaan, mampu mengatasi permasalahan dengan bijak sehingga dapat memberikan rasa aman disertai dengan berkurangnya kegoncangan dan pertengkaran antara suami istri, dapat menerima kelebihan dan kekurangan pasangan diiringi dengan sikap saling menghargai dan melakukan penyesuaian dengan baik.Rumusan masalah penelitian ini adalah (a). bagaimana tingkat keharmonisan keluarga wanita menikah bekerja di Desa Tidu Kecamatan Pohjentrek Kabupaten Pasuruan. (b). bagaimana tingkat keharmonisan keluarga wanita menikah tidak bekerja di Desa Tidu Kecamatan Pohjentrek Kabupaten Pasuruan. (c) apakah ada perbedaan tingkat keharmonisan keluarga wanita menikah bekerja di Desa Tidu Kecamatan Pohjentrek Kabupaten Pasuruan.
Penelitian ini bertujuan adalah (a). untuk mengetahui tingkat keharmonisan keluarga antara wanita menikah bekerja di Desa Tidu Kecamatan Pohjentrek Kabupaten Pasuruan. (b). untuk mengetahui tingkat keharmonisan keluarga antara wanita menikah tidak bekerja di Desa Tidu Kecamatan Pohjentrek Kabupaten Pasuruan. (c). untuk membuktikan adanya perbedaan keharmonisan keluarga antara wanita menikah bekerja dan wanita menikah tidak di Desa Tidu Kecamatan Pohjentrek Kabupaten Pasuruan.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Subjek penelitian berjumlah 80 responden yang dipilih dengan menggunakan purposive sampling. Pengambilan data menggunakan skala keharmonisan keluarga yang juga dilengkapi dengan observasi dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data menggunakan analisa deskriptif dan uji–t (uji beda). Pengolahan data menggunakan perangkat lunak komputer yaitu SPSS 16.0 for windows.
Dari hasil analisis data penelitian ini diketahui bahwa keharmonisan keluarga antara wanita menikah bekarja dan wanita menikah tidak bekerja di Desa Tidu Kecamatan Pohjentrek Kabupaten Pasuruan umumnya memiliki tingkat keharmonisan sedang dengan prosentase 77,5% untuk wanita menikah bekerja dan 72,5% untuk wanita menikah tidak bekerja. Dan menunjukkan bahwa ada perbedaan keharmonisan keluarga yang signifikan. Dengan perhitungan statistic diperoleh nilai t= -0,446, p= 0,044 (p<0,05). Maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan keharmonisan keluarga antara wanita menikah bekerja dan wanita menikah tidak bekerja. Sehingga hipotesis peneliti yang menyatakan ada perbedaan keharmonisan keluarga antara wanita menikah bekerja dan wanita menikah tidak bekerja diterima.
ENGLISH:
In every family crave marriage harmonious family life. Family harmony itself is achieving a harmonious family, happy, satisfied with the whole situation, able to overcome the problems wisely so as to give a sense of security is accompanied by reduced tossing and quarrels between husband and wife, can receive the advantages and disadvantages of couples accompanied with mutual respect and adjusting well. The research problems are (a). how the level of family harmony of married women working in the Village TiduPohjentrek District of Pasuruan. (b). how the level of family harmony married women did not work in the village TiduPohjentrek District of Pasuruan. (c) whether there are differences in the level of family harmony of married women working in the Village TiduPohjentrek District of Pasuruan.
The aim of this study was (a). to determine the level of family harmony among married women working in the Village TiduPohjentrek District of Pasuruan. (b). to determine the level of family harmony among married women did not work in the village TiduPohjentrek District of Pasuruan. (c). to prove the existence of family harmony difference between married women and married women do not work in the village TiduPohjentrek District of Pasuruan.
This study uses quantitative methods. Subjects numbered 80 respondents were selected using purposive sampling. Retrieving data using a scale of family harmony, which is also equipped with observation and documentation. Data collection techniques using descriptive analysis and t-test (test of difference). Processing the data using computer software SPSS 16.0 for Windows. From the analysis of the research data is known that family harmony between bekarja married women and married women did not work in the village TiduPohjentrek District of Pasuruan generally have a moderate level of harmony with the percentage of 77.5% for married women to work and 72.5% for married women do not to work. And shows that there are significant differences in family harmony. With the value obtained by statistical calculation t = -0.446, p = 0.044 (p <0.05). It can be concluded that there are differences in family harmony between married women and married women working is not working. So the researchers hypothesis that states there is a difference between the family harmony married women working and not working married women accepted
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya
(laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara
satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama dan terjadilah perkawinan
antara manusia yang berlaian jenis itu. Perkawinan atau hidup berkeluarga
secara resmi diawali dengan pernikahan. Perkawinan yang dianggap sah dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1/1974 yaitu, apabila sepasang pria dan
wanita telah melangsungkan suatu pernikahan, seperti yang telah dinyatakan
dalam bab I pasal I bahwa “Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Keharusan bagi
kita untuk memahami arti penting sebuah keluarga dalam kehidupan. Hal ini
mengingat bahwa munculnya berbagai problem dalam kehidupan manusia banyak
berawal dari sebuah keluarga. Bahkan problem yang ada dalam masyarakat atau
bangsapun sebagian besar bersumber dari keluarga. Keluarga dapat dikatakan
sebagai jiwa atau tulang punggung masyarakat. Selain itu keluarga merupakan
satu kesatuan (unit) terkecil dari masyarakat. Ia merupakan sendi tempat
membangun hidup bermasyarakat dan bernegara. Mutu suatu masyarakat ditentukan
oleh mutu dari keluarga. 2 Membentuk keluarga dalam ikatan perkawinan bagi pria
dan wanita merupakan suatu perbuatan yang mengikuti sunnah Rasulullah SAW dan
memenuhi perintah agama Islam yang datang dari Allah SWT. Salah satu tujuan
perkawinan adalah memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis, salah satunya
adalah kebutuhan seksual. Manusia mempunyai lima kebutuhan dasar sebagaimana
disebutkan oleh Maslow, yaitu kebutuhan fisiologis (makan, minum, seks dan
sebagainya), kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan
aktualisasi diri (Mulyana, 2001:14). Menurut Maslow kebutuhan seksual merupakan
kebutuhan yang sangat mendasar selain makan dan minum. Apabila kebutuhan
seksual tidak dapat terpenuhi, maka akan mengakibatkan kelainan-kelainan pada
diri orang tersebut (Gunarsa, 2002:231). Selain kebutuhan biologis, perkawinan
juga merupakan kebutuhan psikologis, apabila kebutuhan psikologis seseorang
tidak terpenuhi, maka akan berpengaruh terhadap aktivitas fisik. Dampak negatif
yang muncul bisa berupa tekanan batin (stres), serta kelainan sikap dari
kebiasaan normal. Ketentraman batin dan kasih sayang yang dirasakan seseorang
di dalam perkawinan merupakan kepuasan psikologis yang tidak didapatkan di luar
perkawinan. Ketentraman ini bukanlah seperti ketentraman yang diperoleh
seseorang karena terlepas dari bermacam-macam kesulitan fikiran, dan bukan pula
ketentraman yang diperoleh dari benda yang menyenangkan. Tetapi ketentraman
yang diperoleh karena kepuasan hati yang dilandasi cinta. Menurut Basri
keluarga yang harmonis dan berkualitas yaitu keluarga yang rukun, berbahagia,
tertib, disiplin, saling menghargai, penuh pemaaf, 3 tolong menolong dalam
kebajikan, memiliki etos kerja yang baik, bertetangga dengan saling
menghormati, taat mengerjakan ibadah, berbakti kepada kedua orang tua ataupun
mertua, mencintai ilmu pengetahuan dan mampu memenuhi dasar keluarga (Basri,
1997:111). Keluarga yang harmonis juga adalah apabila kedua pasangan tersebut
saling menghormati, saling menerima, saling menghargai, saling mempercayai dan
saling mencintai (Darajat, 1975: 9). Menurut Hurlock suami istri bahagia adalah
suami istri yang memperoleh kebahagian bersama dan membuahkan keputusan yang
diperoleh dari peran yang mereka mainkan bersama, mempunyai cinta yang mateng
dan mantap satu sama lainnya, dan dapat melakukan penyesuaian seksual dengan
baik, serta dapat menerima peran sebagai orang tua (Hurlock, 1999: 299). Untuk
mencapai keluarga yang harmonis perlu adanya keakraban antara suami istri yang
dapat dibina dengan beberapa cara, seperti: senantiasa berlaku baik dan penuh
keikhlasan, memperhatikan kebutuhan, kesenangan dan kebencian pasangannya,
kebutuhannya diupayakan terpenuhi sedang kebenciannya dihindari, selalu menjadi
pendengar yang baik; berusaha menjadi rekan dialog yang bijaksana, pandai
mengubah kebencian menjadi kasih sayang dan selalu berusaha berbagi rasa dalam
kesenangan maupun kedukaan dalam keluarga (Basri, 1997:118). Setiap pasangan
suami istri pasti mendambakan kehidupan pernikahan yang harmonis, baik dan
bahagia. Hampir tidak ada pasangan suami istri ingin kehidupan pernikahan
mereka terancam kehancuran. Tercapainya rumah tangga bahagia sejahtera lahir
dan batin yaitu kehidupan rumah tangga 4 yang penuh kerukunan, ketentraman dan
hubungan mesra untuk suami istri dan anak-anak, yang penuh keharmonisan
dilandasi rasa cinta dan kasih sayang. Masalahnya, untuk mewujudkan semua itu
tidaklah mudah. Pada awal memasuki pernikahan, suami istri sama-sama memiliki
tekad bulat untuk mewujudkan keluarga ideal seperti yang dicita-citakan. Namun
setelah beberapa tahun berjalan, ternyata hasil akhir dari setiap pasangan
berbedabeda. Seiring dengan pesatnya langkah pembangunan di Indonesia, mulai
tampak adanya pergeseran pada peran kaum wanita.
Mereka tidak lagi membatasi perannya sebagai ibu rumah tangga
semata, namun mulai banyak juga yang berpartisipasi sebagai tenaga kerja aktif
di luar rumah. Perubahan pandang tentang wanita membuat wanita bangkit
memperjuangkan hakhaknya serta tidak melupakan kodratnya sebagai wanita. Saat
ini telah banyak wanita yang memasuki dunia kerja. Ada berbagai alasan yang
mendorong mereka untuk bekerja dan meninggalkan rumah diantaranya tingkat
pendidikan, untuk mandiri secara ekonomi tidak bergantung pada suami, menambah
penghasilan keluarga, mengisi waktu luang serta untuk mengembangkan prestasi
atau keahlian-keahlian yang dimiliki (Ananda, 2013). Perubahan nilai-nilai
sosial yang sedang terjadi di tengah masyarakat Indonesia membuat tingkat
perceraian semakin tinggi. Bahkan akibat kemampuan ekonomi yang terus meningkat
di kalangan kaum Hawa, ikut mempengaruhi tingginya gugatan perceraian yang
diajukan istri terhadap 5 suami. Saat ini begitu mudah pasangan suami istri
yang melakukan cerai dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi di rumah
tangga. Tingginya angka perceraian di Indonesia terbukti dari data yang
dihimpun Dirjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, di tahun 2010 lembaga
ini mencatat 285.184 kasus perceraian, dimana angka tersebut menunjukkan angka
perceraian yang tertinggi sejak 5 tahun terakhir atau ratarata satu dari 10
pasangan menikah berakhir dengan perceraian di pengadilan. Data dari Ditjen
Badilag 2010, kasus tersebut dibagi menjadi beberapa aspek yang menjadi pemicu
munculnya perceraian. Misalnya, ada 10.029 kasus perceraian yang dipicu masalah
cemburu. Kemudian, ada 67.891 kasus perceraian dipicu masalah ekonomi.
Sedangkan perceraian karena masalah ketidakharmonisan dalam rumah tangga
mencapai 91.841 perkara
(http://news.detik.com/read/2011/08/04/124446/1696402/10/tingkat
perceraian-di-indonesia-meningkat.html, diakses pada tanggal 23 Juli 2014). Di
pengadilan agama kabupaten Pasuruan pada tahun 2012 kasus gugat cerai meningkat
selama 2 bulan terakhir hampir 200 kasus perbulannya, bulan April sebanyak 273
kasus dan Mei sebanyak 165 kasus perceraian. Meningkatnya kasus gugat cerai
disebabkan oleh permasalahan ekonomi dan persamaan gender, sehingga posisi
perempuan sebagai seorang istri sama dengan posisi laki-laki sebagai seorang
suami. Karena gejala perpecahan keluarga di masyarakat seakan menjadi suatu
fenomena yang tak ada habisnya (Sofia, wartapasuruan, 23 Juli 2014). 6 Pada
dasarnya perceraian yang banyak terjadi dilatar belakangi kurangnya komunikasi.
Mobilitas tinggi dengan tingkat kesibukan yang berbeda menjadi salah satu
faktor pemicu. Tidak lancarnya komunikasi kedua belah pihak membuat proses
mengenal pribadi masing-masing secara utuh pun menjadi berkurang. Sehingga begitu
menjalin pernikahan banyak perbedaan yang sulit dihadapi. Bisa dibilang
komunikasi adalah hal yang terpenting dalam membina rumah tangga. Apapun itu
masalah yang menimpa, entah m asalah besar ataupun ringan, apabila
dikomunikasikan dengan lancar, maka hubungan rumah tangga pun akan terus
bersinar guna terciptanya hubungan yang harmonis. Dengan komunikasi dalam hal
apapun antar pasangan yang berjalan dengan lancar dan efektif akan
menyelamatkan perceraian (Anonim dalam Trastika, 2010). Rudangta (dalam Trastika,
2010) mengungkapkan ketika memiliki waktu untuk bertemu, sebaiknya digunakan
untuk membicarakan tentang segala hal. Terutama mengikuti perkembangan
masing-masing, mulai dari rumah tangga, anak hingga pekerjaan. Karena bila
tidak dilakukan, akan membuat jarak yang jauh dan perasaan asing ketika bertemu
dengan pasangan. Bahkan, agar hubungan suami istri senantiasa harmonis
sebaiknya coba untuk mencuri waktu di sela-sela kepadatan rutinitas sehari-hari
hanya untuk pasangan. Kondisi ketika suami istri sama-sama berkarir ternyata
tidak mudah. Namun sebaiknya keluargalah yang harus menjadi prioritas utama.
Syumanjaya (dalam Trastika, 2010) mengatakan bahwa untuk tetap menjaga
keharmonisan keluarga pada wanita menikah bekerja yang terpenting adalah
membangun komunikasi yang hangat, membangun sebuah 7 kesepakatan dan jadikan
hal tersebut sebagai sebuah komitmen dalam keluarga untuk mendiskusikan
prioritas keluarga, serta menjaga keseimbangan antara karir dan keluarga. Hasil
penelitian yang pernah dilakukan oleh Dawid Susanti (2010) tentang perbedaan
kecerdasan emosi antara ibu rumah tangga dan wanita karir, dapat diketahui
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kecerdasan emosi antara ibu rumah
tangga dan wanita karir, dimana kecerdasan emosi wanita karir lebih tinggi
dibandingkan kecerdasan emosi yang dimiliki oleh ibu rumah tangga. Selain itu
penelitian yang dilakukan oleh Sara Asturi (2010) tentang hubungan antara
konflik peran ganda dengan keharmonisan keluarga pada wanita karir, diketahui
bahwa semakin rendah konflik peran ganda yang dialami wanita karir, maka
semakin tinggi keharmonisan keluarganya. Sebaliknya, semakin tinggi konflik
peran ganda yang dialami oleh wanita karir, maka semakin rendah keharmonisan
keluarganya.
Berdasarkan hasil wawancara
dengan subjek, pada 12 November 2014, dapat diketahui bahwa konflik yang sering
terjadi dalam kehidupan rumah tangga mereka adalah kurangnya waktu untuk
berkumpul dengan keluarga. Ketika istri dan suami pulang dari kantor dalam
keadaan lelah, mereka lebih cenderung beristirahat. Hal itu berdampak pula pada
anak. Anak menjadi kurang diperhatikan oleh orang tuanya sehingga anak sering
merasa kesepian. Jika ada sesuatu yang harus dibicarakan, mereka mengakui bahwa
pembicaraan itu pasti akan menimbulkan emosi yang berujung pada pertengkaran.
Terkadang anak juga menjadi pelampiasan emosi pada saat orang tua sedang
bertengkar. Masalah yang lainnya adalah pendapatan istri 8 lebih besar daripada
pendapatan suami. Mereka mengaku bahwa masalah pendapatan adalah hal yang lumayan
sering dijadikan sebagai masalah. Istri merasa bahwa mereka adalah tulang
punggung dalam keluarganya, sedangkan suami kurang bisa berperan sebagai kepala
rumah tangga karena pendapatan yang lebih kecil. Hal-hal tersebut sangat
berpengaruh pada keharmonisan keluarga. Pada kenyataannya peran wanita menikah
bekerja memberikan konsekuensi yang berat. Di satu sisi wanita mencari nafkah
untuk membantu suami bahkan pada kasus tertentu wanita lebih bisa diandalkan
dalam menafkahi dan disisi lain wanita harus bisa melaksanakan tanggung
jawabnya sebagai istri dan ibu. Berangkat dari fenomena di atas, maka peneliti
dapat menyimpulkan pentingnya membangun rumah tangga yang harmonis bagi setiap
pasangan suami istri dalam menjalani kehidupan berkeluarga. Karena fenomena ini
maka peneliti tertarik melakukan penelitian di desa Tidu kecamatan Pohjentrek
kabupaten Pasuruan dengan judul “Perbedaan Keharmonisan Keluarga Antara Wanita
Menikah Yang Bekerja Dan Yang Tidak Bekarja Di Desa Tidu Kecamatan Pohjentrek
Kabupaten Pasuruan”.
B.
Rumusan
Masalah
Dari urain pada latar belakang di atas, penulis menitik beratkan
pada permaslahan sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat keharmonisan keluarga wanita menikah yang
bekerja di desa Tidu kecamatan Pohjentrek kabupaten Pasuruan?
2. Bagaimana tingkat
keharmonisan keluarga wanita menikah yang tidak bekerja di desa Tidu kecamatan
Pohjentrek kabupaten Pasuruan ?
3. Apakah ada perbedaan
keharmonisan keluarga antara wanita menikah yang bekerja dan wanita menikah
yang tidak bekerja di desa Tidu kecamatan Pohjentrek kabupaten Pasuruan ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tingkat keharmonisan keluarga antara wanita
menikah yang bekerja di desa Tidu kecamatan Pohjentrek kabupaten Pasuruan.
2. Untuk mengetahui tingkat keharmonisan keluarga antara wanita
menikah yang tidak bekerja di desa Tidu kecamatan Pohjentrek kabupaten
Pasuruan.
3. Untuk membuktikan adanya perbedaan keharmonisan keluarga antara
wanita menikah yang bekerja dan yang tidak bekerja di desa Tidu kecamatan
Pohjentrek kabupaten Pasuruan.
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini
diharapkan bisa bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi peneliti dan
khalayak intelektual pada umumnya:
1. Manfaat Teoritis Berbagi informasi tentang perbedaan
keharmonisan keluarga antara wanita menikah bekerja dan wanita menikah yang
tidak bekerja. Dan hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk
memperkaya pengetahuan dan keilmuan psikologi.
2.
Manfaat Praktis Sebagai sarana dalam menambah wawasan bagi pasangan suami istri
untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan perkawinannya, serta salah satu kajian
dalam kehidupan perkawinan untuk lebih mengokohkan jalinan perkawinan.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Perbedaan keharmonisan keluarga antara wanita menikah bekerja dan wanita menikah tidak bekerja di Desa Tidu Kecamatan Pohjentrek Kabupaten Pasuruan" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
2 comments:
off white hoodie
curry 4 shoes
adidas ultra boost
nike air max
yeezy shoes
lebron shoes
jordan shoes
adidas eqt
nike sneakers for women
tom ford eyewear
balenciaga sneakers
curry shoes
kobe 11
adidas pure boost
gucci belt
yeezy shoes
nike flyknit
adidas yeezy
moncler outlet
yeezy boost
Post a Comment