Abstract
INDONESIA:
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke dewasa. Pada masa ini merupakan masa pencarian jati diri sehingga mereka cenderung bertingkah laku labil. Dalam keadaan labil, remaja sangat rawan terjerat pengaruh-pengaruh negatif, seperti kenakalan remaja, contohnya perkelahian, pencurian, penyalahgunaan obat, membolos sekolah. Penyebab dilakukannya perilaku kenakalan remaja adalah kurangnya pelaksanaan ritual ibadah pada diri remaja, seperti melaksanakan sholat, puasa, zakat, dan lain sebagainya. Pada dasarnya melaksanakan ritual ibadah dapat mencegah kenakalan remaja terjadi sehingga tercipta solidaritas di antara remaja. Fenomena tersebut memunculkan rumusan masalah yang perlu dikaji dan diteliti secara mendalam yaitu bagaimana tingkat ritual ibadah, tingkat kenakalan remaja, dan hubungan antara ritual ibadah dengan kenakalan remaja di sekolah menengah kejuruan Muhammadiyah 2 Malang?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ritual ibadah, dan untuk mengetahui tingkat kenakalan remaja, serta untuk membuktikan hubungan antara tingkat ritual ibadah dengan tingkat kenakalan remaja di SMK Muhammadiyah 2 Malang.
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini kuantitatif korelasional. Variabel bebas adalah ritual ibadah, sedangkan variabel terikatnya adalah kenakalan remaja. Subyek yang diteliti sebanyak 65 orang. Pengambilan data dengan metode kuesioner. Uji validitas dengan rumus Product Moment, uji reliabilitas dengan Alpha Cronbach. Menggunakan program software SPSS 20.0 for Windows.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat ritual ibadah siswa SMK Muhammadiyah 2 Malang berada pada kategori rendah yaitu sebanyak 45 siswa (69%) dan tingkat kenakalan remaja berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 46 siswa (71%). Korelasi antara ritual ibadah dengan kenakalan remaja di SMK Muhammadiyah 2 Malang yaitu dengan koefisien korelasi (-0,652) dan dengan nilai signifikan 0.000, data tersebut berarti bahwa terdapat korelasi (hubungan) negatif yang signifikan antara ritual ibadah dengan kenakalan remaja. Semakin rendah ritual ibadah maka semakin tinggi kenakalan remaja.
ENGLISH:
Adolescence is a time of transition from childhood to adulthood. During this time period they tend to search for his identity and recognition from the community, so that they tend to behave unstable. In unstable circumstances, adolescents are vulnerable to negative influences, such as juvenile delinquency, fighting each other, theft, misuse of drugs or ditching school. Causes of juvenile delinquency behavior does is the lack of implementation of the self-adolescent rituals in their religion, such as praying, fasting, charity, and so forth. Basically carry out rituals can prevent juvenile delinquency occurs so as to create solidarity among teenagers. The phenomenon led to the formulation of the problem that needs to be studied and researched in depth: how the level of ritual worship, the rate of juvenile delinquency, and the relationship between ritual worship with juvenile delinquency in secondary vocational schools Muhammadiyah 2 Malang?
This study aims to determine the level of ritual of worship, and to determine the level of juvenile delinquency, as well as to prove the relationship between the level of the rituals with the juvenile delinquency rate in the SMK Muhammadiyah 2 Malang.
There search design used in this study is a quantitative correlation. The independent variable is the ritual of worship, while the dependent variable is juvenile delinquency. Subjects studied as many as 65 people. Retrieval of data by questionnaire method. The validity tested by using Product Moment formula, and reliability tests with Cronbach Alpha. Using SPSS 20.0 for Windows programs software.
The survey results revealed that the level of the rituals of the students of SMK Muhammadiyah 2 Malang is at a low category as many as 45 students (69%) and the rate of juvenile delinquency in the medium category were as many as 46 students (71%). Correlation between rituals with juvenile delinquency in SMK Muhammadiyah 2 Malang, with correlation coefficients (-0.652) and with significant value 0.000, the data imply that there is a significant negative correlation between the rituals with juvenile delinquency. The more lower worship rituals impact on the higher delinquency of the students.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Kenakalan remaja, yang dalam Bahasa Inggris
disebut juvenile delinquency (perilaku jahat atau kenakalan anak muda),
merupakan gejala sakit atau patologi secara sosial pada anak-anak dan remaja
yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka
mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu
pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang dapat diterima sosial
sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal. (Kartono, 1992: 7) Conger
(1977) dan Dusek (1977) mendefinisikan kenakalan remaja sebagai suatu kenakalan
yang dilakukan oleh seseorang individu yang berumur di bawah 16 dan 20 tahun
yang melakukan perilaku yang dapat dikenai sanksi atau hukuman. (Hurlock, 1972:
64) Sarwono mengungkapkan, kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang
menyimpang dari norma-norma hukum pidana, sedangkan Fuhrmann menyebutkan bahwa
kenakalan remaja adalah suatu tindakan anak muda yang dapat merusak dan
mengganggu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Santrock juga
menambahkan kenakalan remaja sebagai kumpulan dari berbagai prilaku, dari
perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan kriminal.
(Sarwono, 2006: 93) 2 Kenakalan remaja juga dialami oleh siswa di Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) Muhammadiyah 2 Malang, seperti dikemukakan oleh wakil
kepala sekolah di bidang kesiswaan, bahwa beberapa siswa melakukan beberapa
pelanggaran ringan pada tata tertib sekolah dan juga melakukan kenakalan remaja
yang termasuk dalam kategori berat dan berujung pada sanksi yang diberikan oleh
sekolah pada siswa tersebut. (Wawancara, 20 September 2015) Tentang normal
tidaknya perilaku kenakalan atau perilaku menyimpang, pernah dijelaskan dalam
pemikiran Durkheim (dalam Soekanto, 1985: 73), bahwa perilaku menyimpang atau
jahat dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai fakta sosial yang normal.
Dalam bukunya, Rules of Sociological Method, Durkheim menyebutkan dalam batas-batas
tertentu kenakalan adalah normal, karena tidak mungkin menghapusnya secara
tuntas. Dengan demikian, perilaku dikatakan normal sejauh perilaku tersebut
tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat, karena perilaku tersebut terjadi
dalam batas-batas tertentu dan melihat pada sesuatu perbuatan yang tidak
disengaja. Jadi kebalikan dari perilaku yang dianggap normal adalah perilaku
nakal/jahat, yaitu perilaku yang disengaja meninggalkan keresahan pada
masyarakat. Menurut Gunarsa (1986: 35), ada beberapa bentuk kenakalan remaja
diantaranya berbohong dan memutar balikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang
atau menutupi kesalahan, membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa
sepengetahuan pihak sekolah, kabur, 3 meninggalkan rumah tanpa izin keluarga atau
menentang, keinginan orang tua, keluyuran dan pergi sendiri atau berkelompok
tanpa tujuan dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif, memiliki dan
membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk
mempergunakannya, berpesta pora semalam tanpa pengawasan sehingga mudah timbul
tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab (amoral dan asosial), membaca
buku-buku cabul dan kebiasaan mempergunakan bahasa yang tidak sopan, tidak
senonoh seolah-olah menggambarkan kurang perhatian dan pendidikan dari orang
dewasa, secara kelompok naik bus tanpa membeli karcis, berpakaian tidak pantas
dan minum-minuman keras atau mengisap ganja sehingga merusak dirinya maupun
orang lain. Jensen juga mengemukakan 4 jenis kenakalan yang dilakukan remaja
yaitu, kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, kenakalan yang
menimbulkan korban materi, kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban pada
pihak orang lain, dan kenakalan yang melawan status. (Sarwono, 2001: 200)
Hawari mengatakan, 68% masyarakat Indonesia terjerumus kedalam penyalahgunaan
napza (narkotika, alkohol, psikotrofika dan zat adiktif) atau yang biasa
disebut dengan narkoba. Jenis kenakalan ini banyak digunakan oleh sebagian
besar orang dan dikonsumsi oleh para remaja. Bahkan, suatu lembaga Amerika yang
bernama, The National Institute of Drug Abuse melaporkan bahwa masyarakat
Amerika 4 merupakan drug orientied society, yaitu suatu masyarakat yang
berorientasi kepada narkoba, sehingga 1 dari 6 pelajar di Amerika telah terjerumus
kedalam penyalahgunaan narkoba. Fenomena ini kini telah menjadi epidemik bagi
sebagian besar masyarakat Indonesia. (Sukayat, 2001: 193) Di SMK Muhammadiyah 2
Malang, siswa yang melakukan kenakalan sebagian besar dari kelas X dan XI.
Wakil kepala sekolah bidang kesiswaan mengutarakan tentang kenakalan yang
sering dilakukan siswa SMK Muhammadiyah 2 Malang di antaranya adalah melakukan
pelanggaran lalu-lintas dengan mengendarai motor tanpa memakai helm, tidak
memiliki surat ijin mengemudi (SIM) dan kebutkebutan, merokok setiap hari,
merokok masih dengan mengenakan seragam sekolah, membawa senjata tajam ke
sekolah, membolos sekolah dan membolos pada suatu mata pelajaran yang tidak
disukai, bersama-sama satu kelas membolos pada saat ekstrakulikuler pramuka yang
akhirnya mendapatkan hukuman berdiri dan dijemur di lapangan pada pukul 07.00
hingga 09.00. Kasus siswa membolos hingga 12 kali, sehingga siswa tersebut
dikeluarkan dari sekolah, berkelahi dengan teman satu sekolah ataupun siswa
lain sekolah, mengintimidasi teman, mencuri, dan mencontek (Wawancara, 20
September 2014). Masalahmasalah tersebut dapat mengindikasikan bahwa beberapa
siswa tersebut menunjukkan adanya penyimpangan perilaku atau yang disebut
dengan kenakalan remaja. 5 Willis (1977: 35) mengatakan, bahwa pada masa remaja
amat baik untuk mengembangkan segala potensi positif yang mereka miliki seperti
bakat, kemampuan, dan minat. Selain itu, masa ini merupakan masa pencarian jati
diri sehingga mereka cenderung bertingkah laku labil. Seperti apa yang telah
dikemukakan Jalaluddin (2002: 80), bahwa usia remaja memang dikenal sebagai
usia yang rawan. Remaja memiliki karakteristik khusus dalam pertumbuhan dan
perkembangannya. Remaja memiliki sikap kritis terhadap lingkungan yang sejalan
dengan perkembangan intelektual yang dialaminya. Bila persoalan tersebut gagal
diselesaikan, maka para remaja cenderung untuk memilih jalan sendiri. Dalam
situasi bingung dan konflik batin menyebabkan remaja berada di persimpangan
jalan. Dalam situasi yang semacam ini, maka peluang munculnya perilaku
menyimpang sangat besar. Peneliti mencoba melihat fenomena yang ada di SMK
Muhammadiyah 2 Malang dengan melakukan wawancara terhadap guru dan pada siswa.
Berdasarkan data dan wawancara yang diperoleh dari guru, siswa SMK Muhammadiyah
2 Malang yang rata-rata usianya adalah 16 tahun hingga 18 tahun, cenderung
bertingkah laku labil dan mereka meremehkan tata tertib sekolah, berani
melanggar aturan-aturan sekolah dan juga melakukan kenakalan remaja dikarenakan
mereka 6 beranggapan bahwa mereka sudah besar dan dewasa maka dari itu mereka
tidak mau diatur seperti anak kecil. Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama
pentingnya dengan moral. Bahkan, sebagaimana dijelaskan oleh Agama memberikan
perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi
dirinya. Dalam keadaan labil, remaja sangat rawan terjerat pengaruhpengaruh
negatif, seperti narkoba, kriminal dan kejahatan seks. Pada dasanya hal
tersebut cenderung disebabkan oleh pengaruh hubungan sosial dengan lingkungan
di sekitar remaja.
Seperti dipaparkan oleh Kartini
Kartono, karena remaja tidak dapat menyesuaikan dirinya sendiri (intern) dengan
berbagai perubahan yang terjadi serta peran serta lingkungan luar (ekstern),
remaja terkadang melakukan tindakan immoral. Tindakan ini khususnya berkaitan
dengan tingkah laku seksual atau lainnya, yang begitu asusila sifatnya dan
sangat mencolok mata, hingga ditolak oleh masyarakat (Kartono, 2006: 141).
Jensen (dalam Sarwono 2010: 255) mengatakan bahwa kenakalan remaja disebabkan
karena remaja lebih mementingkan faktor individu dibandingkan dengan faktor
lingkungan (rational choice). Kenakalan yang dilakukannya adalah atas pilihan,
ketertarikan, dan motivasi atau kemauannya sendiri. Misalnya, kenakalan remaja
disebabkan karena kurangnya iman dalam diri remaja itu sendiri. 7 Reckless
(dalam Dermawan, 2011: 15) seorang ahli kriminologi berpendapat, bahwa terdapat
beberapa cara pertahanan bagi individu agar bertingkah laku selaras dengan
nilai dan norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Pertahanan tersebut dapat
berasal dari dalam (intern), yaitu berupa kemampuan seseorang melawan atau
menahan godaan untuk melakukan kejahatan serta memelihara kepatuhan terhadap
norma-norma yang berlaku. Ada juga pertahanan yang berasal dari luar (extern),
yaitu suatu susunan hebat yang terdiri dari tuntutan-tuntutan legal dan
larangan-larangan yang menjaga anggota masyarakat agar tetap berada dalam
ikatan tingkah laku yang diharapkan oleh masyarakatnya tersebut. Dengan
demikan, kedua benteng pertahanan ini (intern dan extern) bekerja sebagai
pertahanan terhadap norma sosial dan norma hukum yang telah menjadi kesepakatan
bagi masyarakat. Dalam bahasan tentang hubungan antara tingkah laku remaja dan
agama, teori fakulti (faculty theory) menjelaskan bahwa tingkah laku manusia
itu tidak bersumber pada satu faktor tunggal tetapi terdiri dari beberapa
unsur. Antara lain yang dianggap berperan penting adalah yang pertama cipta
(reason) merupakan fungsi intelektual jiwa manusia berperan untuk menentukan benar
atau tidaknya ajaran suatu agama berdasarkan pertimbangan intelek seseorang.
Hal tersebut menjelaskan bahwa seseorang perlu memiliki pengetahuan tentang
agama agar mereka dapat menentukan ajaran agama mana yang dipercayainya. 8
Faktor kedua adalah rasa (emotion) yaitu menimbulkan sikap batin yang seimbang
dan positif dalam menghayati kebenaran ajaran agama. Berperilaku positif
seperti apa yang telah diajarkan oleh agama tersebut. Faktor ketiga yaitu karsa
(will) menimbulkan amalan-amalan atau doktrin keagamaan yang benar dan logis.
Melakukan amalan-amalan agama yang nyata seperti melaksanakan ritual ibadah
agama (Jalaludin, 2002: 56). Penjelasan teori fakulti tersebut dapat
disimpulkan bahwa tingkah laku manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah faktor agama. Begitu juga tentang tingkah laku remaja nakal atau
menyimpang juga dipengaruhi oleh banyak faktor, yang salah satunya adalah
pelaksanaan amalan-amalan agama yang nyata seperti melakukan ibadah sholat,
puasa, zakat, membaca al-Qur’an, dan sebagainya. Pengemuka teori fakulti,
Straton (1993) mengemukakan teori “konflik” dengan mengatakan, bahwa yang
menjadi sumber kejiwaan agama adalah adanya konflik dalam kejiwaan manusia.
Keadaan yang berlawanan seperti: baik-buruk, moral-immoral, kepasipan-keaktifan,
rasa rendah diri dan rasa harga diri menimbulkan pertentangan atau konflik
dalam diri manusia. Jika konflik itu sudah demikian mencekam manusia dan
mempengaruhi kehidupan dan kejiwaannya, maka manusia itu mencari pertolongan
kepada suatu kekuasaan yang tinggi (Tuhan) (Jalaludin, 2002: 54). 9 Di
Indonesia, salah satu norma yang paling penting adalah agama. Agama dapat
menjadi salah satu faktor pengendali tingkah laku remaja. Hal ini di mengerti
karena agama memang mewarnai kehidupan masyarakat setiap hari. Tidak saja dalam
peringatan hari-hari besar agama atau upacara-upacara pada peristiwa-peristiwa
khusus (kelahiran, khitanan, perkawinan, kematian, dan lain-lain), tetapi juga
dalam tingkah laku biasa seperti memberi salam waktu berjumpa atau mengawali
pidato sambutan (Sarwono, 2006: 93). Agama Islam mengajarkan berbagai norma
moral untuk mengatur kehidupan dalam bermasyarakat termasuk juga norma yang
harus ditaati oleh remaja. Pelanggaran moral dalam hukum Islam tidak hanya
dikenai sanksi suprarnatural (dosa, murka Tuhan dan neraka), tetapi juga
diancam dengan berbagai sanksi hukum. Di dalam agama terdapat suatu
ritual-ritual yang dijalankan oleh para umatnya untuk menyembah Tuhannya. Islam
adalah agama yang kaya dengan ritual dan orang Islam dituntut untuk
melaksanakan ritual sebagai kewajiban atau sebagai ungkapan atas iman mereka.
Ritual tersebut juga dapat disebut dengan ibadah. Religiusitas dipandang oleh
Jalaludin sebagai sikap keagamaan, yaitu suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang
yang mendorongnya untuk bertingkah laku, sesuai kadar ketaatannya terhadap
agama (2002: 197). Ritual keagamaan atau ibadah merupakan salah satu bagian
dari religiusitas/keberagamaan, seperti yang diutarakan oleh Glock & Stark
10 dalam dimensi-dimensi religiusitas/keberagamaan yang meliputi dimensi
keyakinan (ideologis), dimensi peribadatan atau praktek agama (ritualistik),
dimensi penghayatan (eksperiensial), dimensi pengamalan (konsekuensial), dan
dimensi pengetahuan agama (intelektual) (Ancok, 1994: 77). Dimensi Peribadatan
atau praktek agama mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang
dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.
Dimensi ini merujuk pada seberapa tingkat kepatuhan Muslim dalam mengerjakan
kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana disuruh dan dianjurkan oleh agamanya.
Dalam keberislaman, dimensi peribadatan menyangkut pelaksanaan shalat, puasa,
zakat, haji, membaca al-Qur’an, doa, zikir, ibadah qurban, iktikaf di masjid di
bulan puasa, dan sebagainya (Ancok, 1994: 80). Menurut terminologi, ibadah
berarti penghambaan diri yang sepenuh-penuhnya untuk mencapai keridhaan Allah
dan mendapatkan pahala-Nya di akhirat (Hasby, 1954: 4). Dalam buku Agama &
Fenomena Sosial, Durkheim juga menjelaskan bahwa esensi agama adalah ibadah
atau ritual, tidak kepercayaan dan yang lainnya (Agus, 2010: 53). Ritual
keagamaan lebih utama, sebab ritual inilah yang lebih fundamental dan yang
melahirkan keyakinan (Pals, 2011: 166). Menurut Turner, ritual dapat diartikan
sebagai perilaku tertentu yang bersifat normal, dilakukan dalam waktu tertentu
secara berbeda, bukan sekedar sebagai rutinitas yang bersifat teknis. Melainkan
11 merujuk pada tindakan yang disadari oleh keyakinan religius terhadap
kekuasaan atau kekuatan-kekuatan mistis (Soehadha, 2006: 207). Ritual dalam
sebuah agama mempunyai maksud dan tujuan tertentu sesuai dengan apa yang
diajarkan dalam agama tersebut. Bentuk ritual juga berbeda-beda, sesuai dengan
agama dan kepercayaan masing-masing. Menurut Turner, ritus mempunyai beberapa
peranan antara lain; menghilangkan konflik, mengatasi perpecahan dan membangun
solideritas masyarakat, mempersatukan dua prinsip yang bertentangan, dan
membantu seseorang mendapat kekuatan dan motivasi baru untuk hidup dalam
masyarakat sehari-hari. Dengan demikian, ritual mengikuti pendapat Turner bisa
mengungkapkan seperangkat nilai pada tingkat yang paling dalam (Winangun, 1990:
24). Ibnu Taimiah menjelaskan ritual ibadah menurut Syara’ (hukum Islam) adalah
sikap “tunduk dan cinta”, artinya tunduk mutlak kepada Allah yang disertai
cinta sepenuhnya kepada-Nya (Tono, 1998: 35). Ibadah adalah sebutan yang
menghimpun seluruh hal yang disukai Allah dan diridhai-Nya; perkataan maupun
amal perbuatan yang tidak tampak maupun tampak. Dalam ajaran Islam, ibadah
mencakup shalat, zakat, puasa, haji, berkata jujur, menunaikan amanah, berbakti
kepada orang tua, menyambung silaturrahim, menepati janji, menyuruh kepada
kebaikan dan mecegah kemungkaran, jihad, melawan orang-orang kafir dan munafik,
berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, 12 orang yang
bepergian, budak binatang, berdoa, berzikir, membaca dan ibadah-ibadah lainnya.
(Qaradhawi, 2005: 58) Siswa SMK merupakan anak remaja yang memiliki orientasi
terhadap karier, dimana para siswa mendapat pembekalan kecakapan hidup (life
skill) siap pakai yang memungkinkan cepat diserap oleh pasar tenaga kerja.
Mereka harus memiliki kecakapan hidup meliputi: (1) kecakapan hidup yang
spesifik (kecakapan akademik dan kecakapan vokasional/sesuai dengan program
keahlian) dan (2) kecakapan generik (kecakapan personal dan kecakapan sosial).
Jadi, secara konseptual seorang siswa SMK dipandang memiliki keahlian yang
sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
Dengan demikian, siswa SMK harus
memiliki motivasi kerja, memiliki keahlian khusus, memiliki kreativitas,
keluasan wawasan, memiliki sikap disiplin, bertanggung jawab, jujur, ulet, dan
harus memiliki sikap moral yang baik untuk beriteraksi terhadap lingkungan
sekitarnya. SMK Muhammadiyah 2 Malang merupakan sekolah kejuruan yang berbasis
Islam, jadi selain diajarkan tentang keahlian kerja, para siswa juga diajarkan
tentang agama lebih dari sekolah kejuruan pada umumnya. Di antaranya diajarkan
tentang kajian keislaman, fiqih Islam, dan pembelajaran kemuhammadiyahan. Seluruh
siswa juga melaksanakan ritual ibadah wajib maupun sunnah seperti sholat jamaah
dhuha, dzuhur, dan sholat jumat bagi siswa laki-laki, membaca surat al- 13
Qur’an sebelum pelajaran dimulai, puasa romadhon, puasa sunnah, memberikan amal
jariyah, zakat, dzikir dan istighosah. Menurut Darajat (1989: 15-16), terdapat
upaya penanggulangan kenakalan remaja agar menjadikan remaja bisa atau dapat
menerima keadaan di lingkungannya dengan wajar. Misalnya, memberikan pendidikan
agama pada anak mulai dari kecil, seperti percaya kepada Tuhan, orang tua harus
mengerti dasar-dasar pendidikan minimal mengenai jiwa anak dan sifat-sifat
anak, pengisian waktu luang anak secara teratur agar pada masa remaja ia tidak
akan menjadi pelamun karena tidak pandai mengisi waktu luang, membentuk
markas-markas bimbingan dan penyuluhan di setiap sekolah untuk menampung
kesukaran anak-anak nakal, memberikan pengertian dan pengalaman ajaran agama
sedini mungkin, serta menyaring buku-buku cerita, komik, film dan sebagainya
yang dibaca atau ditonton oleh anak agar mencegah anak menjadi nakal karena
media-media yang dibacanya.
Kenakalan remaja bisa juga
dipengaruhi oleh religiusitas remaja yang apabila remaja memiliki religiusitas
rendah maka tingkat kenakalannya tinggi. Artinya, remaja tersebut tidak
berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya dan sebaliknya apabila
semakin tinggi religiusitas remaja maka semakin rendah tingkat kenakalan pada
remaja. Artinya, berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya karena
ia memandang agama sebagai tujuan utama hidupnya sehingga ia berusaha
menereapkan ajaran agamanya dalam perilaku 14 sehari-harinya. Hal tersebut
dapat dipahami karena agama mendorong pemeluknya untuk berperilaku baik dan
bertanggungjawab atas perbuatannya. Selain itu, agama juga mendorong pemeluknya
untuk berlomba-lomba dalam melakukan kebajikan. Cancellaro, Larson dan Wilson
(1982) melakukan penelitian terhadap kelompok penyalahguna narkotika, bahwa
ditemukan dalam kelompok tersebut minat terhadap agama amat rendah bahkan boleh
dikatakan tidak ada minat sama sekali. Minat terhadap agama ini khususnya di
usia remaja disebutkan, bahwa bila religiusitas di masa remaja tidak ada atau
sangat rendah, maka remaja ini mempunyai resiko lebih tinggi untuk terlibat
dalam penyalahgunaan obat/narkotika dan alkohol. Temuan ini sesuai dengan
temuan di Indonesia. (Hawari, 1990) Daum dan Lavenhar (dalam Hawari, 1995: 15)
juga menemukan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa mereka yang tidak
menganut agama dan dalam riwayat tidak pernah menjalankan ritual ibadah
keagamaan di usia remaja, maka mereka mempunyai resiko tinggi dan tendensi ke
arah penyalahgunaan obat/narkotika/alkohol. Dalam penelitian tersebut ditemukan
bahwa 89% pecandu alkohol telah kehilangan minat agama pada usia remaja. Dari
beberapa penelitian tersebut menunjukkan tentang hubungan komitmen agama dan
kesehatan jiwa. Tolak ukur komitmen agama yang dipakai dalam penelitan
tersebut, yaitu kedalaman seseorang atas kepercayaannya, seperti rutinitas
melakukan ibadah 15 sehari-hari, doa dan membaca kitab suci atau munculnya
berbagai pertanyaan tentang hubungan vertikal antara hamba dan pencipta
(Tuhan), dan sebagainya.
Tetapi penelitan tersebut terbatas
hanya dilakukan kepada subyek yang melakukan penyalahgunaan narkotika dan
alkohol, juga pada subyek umum yang usianya diperkirakan telah dewasa. Dalam
penelitian kali ini, peneliti mencoba lebih fokus pada subyek remaja usia 16-17
tahun dan tidak terbatas hanya pada subyek yang menyalahgunakan narkoba dan
alkohol saja, tetapi lebih fokus pada masalah kenakalan remaja yang banyak
dialami oleh siswa di SMK Muhammadiyah 2 Malang. Salah satu aspek dari
kehidupan beragama adalah, bahwa agama mengandung unsur ajaran tentang ibadah /
ritual (rites) atau upacara keagamaan tertentu yang harus dilakukan oleh
penganutnya. Misalnya, menyembah Tuhan, berdoa, berkorban, dan lain
sebagainnya. Adanya ibadah atau ritual ini merupakan wujud nyata dari
kepercayaan kepada yang sakral atau Yang Maha Esa. Kepercayaan kepada Yang Maha
Esa mengharuskan sikap tertentu misalnya, Tuhan sebagai yang maha suci harus
disembah dalam berbagai kesempatan, kitab suci al-Qur’an harus dibaca secara
rutin dan dipelajari isinya dengan penuh kesadaran. Pada dasarnya, ibadah dapat
mencegah kenakalan remaja (siswa) terjadi sehingga tercipta solidaritas
diantara remaja, seperti yang dijelaskan oleh Durkheim, fungsi dari upacara
keagamaan / ritual 16 keagamaan / ibadah yaitu untuk memperkuat kesatuan dan
solidaritas sosial masyarakat yang bersangkutan (Agus, 2010: 53). Menurut
Daradjat (1983) untuk memanggulangi kenakalan remaja salah satunya yaitu dengan
meningkatkan pendidikan agama yang harus dimulai sejak kecil, seperti
melaksankan ibadah, sembahyang, puasa, mengaji dan sebagainya. Namun pendidikan
agama tidak hanya mencakup pada hal-hal tersebut saja tetapi mencakup
keseluruhan hidup dan menjadi pengendali dalam segala tindakan (h. 101). Dengan
agama, manusia dilatih dan diberi jalan bagaimana menguasai musuh-musuh dirinya
yang jahat. Karena itulah agama menjadi sumber moral dan sumber akhlak
(Daradjat, 1977: 48). Ibadah-ibadah fardhu dan sunnah berpengaruh nyata dalam
hubungan-hubungan sosial remaja. Ibadah-ibadah ini (shalat, puasa, haji, zakat)
mengatur prilakunya, amalnya, pikirannya, dan perasaannya. Ibadah-ibadah tersebut
mendorongnya untuk melakukan kebaikan dan hal-hal yang patut, mencegahnya
melakukan perbuatan yang tidak layak dalam hubungan-hubunganya dengan anggota
masyarakat. (Zabalwi, 2007: 163) Pada konfrensi yang diadakan di Canberra,
dengan tema The Role of Religion in The Prevention Of Drug Addiction.
Kelompokkelompok yang terkena narkotik, alkohol, dan zat adiktif (NAZA) itu
sejak dini komitmen agamanya lemah. Hal ini dibandingkan dalam penelitian
dengan orang yang kuat komitmen agamanya. Kesimpulannya 17 remaja-remaja yang
sejak dini komitmen agamanya lemah memiliki resiko terkena NAPZA 4 kali lebih
besar dibandingkan dengan anakanak remaja yang sejak dini komitmen agamanya
kuat. Inilah salah satu contoh peranan agama karena agama itu membawa ketenanangan.
Agama mencegah remaja yang mencari ketenangan pada alkohol, narkotik, dll.
Seperti halnya apa yang telah diutarakan oleh Sudarsono (2008: 120) yaitu
anak-anak remaja yang melakukan kejahatan sebagian besar disebabkan karena
lalai memunanikan perintah-perintah agama.
Begitu juga apa yang dikatakan oleh
Sutoyo (2009: 99), menurutnya remaja atau individu melakukan suatu penyimpangan
disebabkan karena fitrah iman yang ada pada setiap individu tidak bisa
berkembang dengan sempurna atau imannya berkembang tapi tidak bias berfungsi
dengan baik, sehingga menyebabkan individu melakukan perbuatan-perbuatan yang
bersifat negatif atau menyimpang dari aturan-aturan yang berlaku di
lingkungannya. Dari pengamatan dan wawancara pada siswa menunjukkan bahwa siswa
rutin melaksanakan ritual ibadah agama Islam diantaranya adalah sholat
berjamaah, sholat sunnah, sholat wajib, membaca alQur’an, puasa, dzikir &
istighosah. Namun masih banyak siswa yang melakukan penyimpangan atau kenakalan
remaja. Dengan kondisi seperti yang telah disebutkan diatas tentunya, banyak
sekali unsur-unsur yang melatar belakangi kenakalan remaja. 18 Mengingat
pentingnya pendidikan umum untuk mencegah perilaku menyimpang dikalangan remaja
dan pendidikan agama dalam pengendalian perilaku kenakalan remaja yang
berhubungan dengan moral atau akhlaq. Maka dipandang penting bagi peneliti
untuk melakukan penelitian “Hubungan Antara Ritual Ibadah dengan Kenakalan
Remaja di SMK Muhammadiyah 2 Malang”. Penelitian ini bermaksud untuk menguji
atau membuktikan hubungan antara ritual ibadah agama islam dengan kenakalan
remaja.
B.
Rumusan
Masalah
Menurut dari latar belakang di atas,
maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat ritual ibadah
remaja SMK Muhammadiyah 2 Malang?
2. Bagaimana tingkat kenakalan
remaja di SMK Muhammadiyah 2 Malang?
3. Apakah ada hubungan antara ritual ibadah
dengan tingkat kenakalan remaja di SMK Muhammadiyah 2 Malang?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka
dapat diambil tujuan penelitian ini adalah
: 1. Untuk mengetahui tingkat ritual
ibadah remaja di SMK Muhammadiyah 2 Malang.
2. Untuk mengetahui tingkat kenakalan remaja
di SMK Muhammadiyah 2 Malang.
3. Untuk membuktikan hubungan antara
ritual ibadah dengan tingkat kenakalan remaja di SMK Muhammadiyah 2 Malang.
D. Manfaat Penelitian
Dari adanya penelitian ini maka
diharapkan mendapatkan beberapa manfaat, antara lain: 1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan wawasan keilmuan psikologi khususnya psikologi perkembangan,
psikologi pendidikan, terhadap fenomena yang ada di masyarakat. Penelitian ini
juga dapat digunakan sebagai wacana pemikiran untuk mengembangkan penelitian
selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan pengetahuan tentang konsep ritual
ibadah dan kenakalan remaja.
2. Secara Praktis
a. Bagi Sekolah Sebagai bahan informasi dalam
usaha sekolah untuk menciptakan interaksi sosial antara guru dengan murid,
murid dengan murid, dan murid dengan karyawan sehingga tercipta suasana belajar
yang kondusif demi terciptanya tujuan belajar. Dan juga dapat digunakan sebagai
bahan rujukan dalam membantu siswa memecahkan masalahnya yang berhubungan 20
dengan kenakalan remaja sehingga mampu menciptakan hubungan interpersonal yang
baik dengan teman-teman sebayanya, sehingga anak mampu berperilaku sesuai
dengan keadaan dirinya dan dapat diterima dalam kelompok teman sebaya. b. Bagi
Peneliti Dapat menambah pengetahuan/wawasan dan mengaplikasikan ilmunya secara
langsung dengan menghadapi kondisi secara nyata di lapangan dan mengasah
kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian dengan metode ilmiah. c. Bagi
Universitas Islam Negeri Malang Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah
satu sumber untuk mengembangkan kegiatan keilmuan dan pendidikan, khususnya
untuk jurusan psikologi yang berkonsentrasi pada psikologi perkembangan dan
psikologi pendidikan.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Hubungan ritual ibadah dengan kenakalan remaja (juvenile delinquency) di Sekolah Menengah Kejuruan Muhammadiyah 2 Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
3 comments:
2018719 leilei3915
giuseppe zanotti outlet
kate spade purses
canada goose jackets
uggs outlet
ugg boots clearance
fred perry polo shirts
ugg outlet store
canada goose outlet
pandora jewelry sale
yeezy boost 350 v2
20180803xiaoke
air more uptempo
tory burch outlet store
coach outlet store online
canada goose outlet store
oakley sunglasses wholesale
ray ban sunglasses outlet
michael kors outlet clearance
coach factory outlet
ralph lauren shirts
polo outlet
kd 10
nike air presto
golden goose outlet
adidas stan smith
adidas outlet online
chrome hearts
golden goose outlet
converse outlet
gucci belts
cat boots
Post a Comment