Abstract
INDONESIA:
Memaafkan merupakan berubahnya hal negative menjadi positif yang dirasakan oleh seeorang yang tersakiti kepada orang yang menyakiti. perubahan yang dirasakan oleh seseorang ini meliputi perubahan kognisi, emosi dan perilaku. Pada kehidupan santri tidak luput dari konflik dengan orang lain, dan hal ini tidak semua santri dapat memaafkan konflik, maka dari itu memaafkan sangat diperlukan untuk mencegah adanya konflik tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat memaafkan santri yang hafal al-qur’an, tingkat memaafkan santri yang tidak hafal alqur’an dan perbedaan tingkat memaafkan santri yang hafal al-qur’an dan santri yang tidak hafal al-qur’an di Ma’had Sunan Ampel Al-‘Aly Malang.
Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kuantitatif komparatif. Subjek pada penelitian ini adalah santri yang hafal al-qur’an berjumlah 42 santri dan santri yang tidak hafal Al-qur’an berjumlah 42 santri. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah adaptasi skala Heartland forgiveness Scale. Analisa data yang digunakan adalah uji t dengan menggunakan bantuan program SPSS IBM versi 20.0 for windows.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat memaafkan santri pada santri yang hafal Al-qur’an adalah tinggi dengan prosentase 100%(42 Subyek),sedangkan pada santri yang tidak hafal Al-qur’an yang berada pada kategori tinggi adalah 98.2 %(40 orang) dan yang berada pada kategori sedang yaitu 4.8 % (2 orang). Berdasarkan hasil uji t di dapatkan nilai F=2.419 dan sig (p)=0.030 < 0.05. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat memaafkan antara santri yang hafal Al-qur’an dengan santri yang tidak hafal Al-qur’an di Ma’had Sunan Ampel Al-‘Aly Malang.
ENGLISH:
Forgiveness is the changes of negative thing into the positive thing that felted by someone hurt to someone hurting. Changes perceived by someone include changes in cognition, emotion and behavior. The lives of Santri do not escape from conflict with others, and it's not all Santri can forgive conflict. This study aims to determine the level of forgiving Santri who memorized the Qur'an, forgive level Santri who do not memorize the Qu'ran and the differences forgiving levels Santri who memorize the Qur'an and Santri who do not memorize the Qur'an in Ma’had Sunan Ampel Al-'Aly Malang.
This research uses quantitative comparative approach. Subjects in this study were Santri who memorize the Qur'an numbered 42 Santri and Santri who do not memorize the Qur'an totaling 42 Santri. Sampling in this study using purposive sampling technique. The instrument used in this study is an adaptation scale Heartland forgiveness Scale. Analysis of the data used is the t test using IBM SPSS version 20.0 for Windows.
Results from this study indicate that the level of forgiving Santri on Santri who memorize the Qur'an is high with the percentage of 100% (42 subjects), while the Santri who do not memorize the Qur'an that were in the high category was 98.2% (40 person) and who are at moderate category is 4.8% (2 people). Based on the results of the t test in get the value of F = 2,419 and sig (p) = 0.030 <0.05. This shows that there are significant differences in the level of forgiving between Santri who memorize the Qur'an with Santri who are not memorize the Qur'an at Ma’had Sunan Ampel Al’Aly Malang
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masa remaja merupakan masa dimana setiap anak
ingin untuk mempunyai banyak teman dan relasi dalam hidupnya. Salah satu tugas
perkembangan remaja adalah mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan
teman sebaya laki-laki maupun perempuan (Knoers dkk, 2001: 261). Begitu pula
dalam hubungan interaksi sosialnya pun anak di usia remaja akan mencari teman
dan menjalin sebuah persahabatan. Dalam kehidupan sosial saat ini masih banyak
sekali konflik yang terjadi terutama didunia remaja, tentunya mulai dari
konflik yang ringan hingga konflik yang berat baik konflik dengan diri sendiri
maupun dengan orang lain. Tidak mungkin dalam kehidupan kita akan hidup sendiri
tidak pernah berbuat kesalahan terhadap orang lain. Salah satu kehidupan sosial
tersebut yaitu kehidupan di lingkungan pesantren. Pesantren merupakan lembaga
pendidikan keagamaan yang memiliki ciri khas tersendiri dibanding dengan
lembaga pendidikan lain. Dalam pesantren santri hidup jauh dengan orang tua,
mereka harus hidup dengan orang lain, mereka juga dituntut harus mampu untuk
beradaptasi dan juga berinteraksi dengan yang lain. Sehingga dari kehidupan di
sekeliling santri memungkinkan banyak hal yang 2 menjadikan santri tidak luput
dari suatu kesalahan, baik secara individu maupun kelompok. Dari hal tersebut
akhirnya menjadikan sebuah konflik dan menimbulkan sebuah permasalahan. Begitu
pula dengan santri tahfidzul qur’an dan juga santri non tahfidzil qur’an, dalam
kehidupan mereka tentunya banyak permasalahan yang menimbulkan konflik dalam
diri mereka. Baik itu konflik secara pribadi dengan dirinya sendiri maupun
dengan orang lain. Santri tahfidzul qur’an adalah santri yang telah tinggal di
Ma’had Sunan Ampel Al-‘aly, selain belajar dalam pendidikan formal dan mengkaji
ilmu agama, mereka juga menghafalkan al-qur’an dengan mengikuti program hai’ah
tahfidzil qur’an (HTQ) dan wajib setoran kepada senior. Sedangkan santri yang
tidak hafal alqur’an adalah santri yang tinggal di Ma’had Sunan Ampel Al-‘aly
yang hanya belajar dan mengkaji ilmu agama serta mengikuti pendidikan formal di
bangku perkuliahan (Wawancara 15 mei 2015). Konflik yang mereka alami
mengakibatkan munculnya rasa sakit hati, bahkan hingga dendam yang
mengakibatkan mereka tidak mampu memaafkan satu sama lain. Konflik pada santri
tersebut banyak terjadi dalam hal hubungan pertemanan dan persahabatan antar
santri, baik perbuatan maupun perkataan. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan
masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan santri diantaranya yaitu konflik
yang terjadi pengkhianatan sahabat, saling menjelekjelekkan satu sama lain,
mendholimi teman dalam sebuah kepengurusan dan sebagainya (Wawancara
februari-mei 2015). Konflik merupakan kondisi yang 3 diakibatkan oleh adanya
kekuatan yang bertentangan. konflik ini terjadi akibat banyak hal perbedaan
pendapat, persaingan dan permusuhan. Dari hasil wawancara yang dilakukan pada
enam santri non tahfidzil qur’an dan dua santri tahfidzil qur’an mengatakan
bahwa banyak sekali hal-hal yang membuat santri sakit hati dan tidak dapat
memaafkan dikarenakan telah dikhianati oleh temannya sendiri seperti
memberitahukan rahasia pribadi kepada pengurus pondok, oleh sebab itu santri
ini merasa dikhianati oleh sahabatnya, hal ini menyebabkan dia sakit hati
merasa dikhianati dan tidak mempercayainya lagi, menjauh dari sahabatnya dan
berpura-pura bersikap baik saat di sekolah saja.
Dari subyek yang berbeda menyatakan
konflik yang terjadi antara dirinya dan temannya ketika saat itu santri ini
dituduh mengambil baju orang lain kepada pengurus pondok sehingga temannya di
adili, sejak saat itu santri ini dicaci maki, di cemooh dan di kucilkan oleh
teman-teman seangkatan. Hal ini menjadikan dia merasa di khianati dan di
dholimi oleh teman-temannya karena dia tidak melakukan hal itu kepada pengurus,
namun santri ini hanya bisa diam dan menangis tidak bisa berbuat apa-apa, dan
memendam rasa sakit hati itu. Selain itu konflik lain juga terjadi dengan
santri yang lain, hal ini disebabkan hal yang tidak terlalu serius. Dari subyek
ini menyatakan bahwa saat terjadi kesalah pahaman pendapat dengan sahabatnya,
sehingga pada saat itu mengucapkan perkataan kasar. Hal ini mengakibatkan
santri ini bertengkar dengan sahabatnya dan saling menjauh (Wawancara 23
Februari 2015). Berbeda dengan konflik sebelumnya, masih ada konflik yang
terjadi pada kehidupan 4 santri yang sehari-hari tinggal bersama tidak luput
dari sebuah kesalahan antar sesama santri, konflik ini terjadi saat seorang
santri dijelek-jelekkan dan di bicarakan di belakang tanpa ada alasan, hanya
baik saat di depan santri tersebut. Dampaknya santri ini menjadi merasa di
khianati, dan santri ini mendiamkan orang tersebut serta menganggap tidak ada
di sekitarnya. Bahkan santri ini merasa ada keinginan untuk membalas dendam
perlakuan temannya tersebut (Wawancara 9 Februari 2015). Selain konflik yang
terjadi pada santri yang tidak menghafalkan alqur’an, konflik juga terjadi pada
santri penghafal al-qur’an. Berdasarkan hasil wawancara konflik tersebut
meliputi konflik terhadap orang lain dan juga teman, namun tidak sampai terjadi
konflik terhadap orang tua. Konflik ini terjadi dengan teman kamar yang awalnya
sangat baik dengan semua orang akan tetapi tanpa disadari oleh mereka, salah
satu teman ini mencuri satu per satu barang dari anggota kamar mereka, dengan
wajah polosnya menjadikan semua orang tidak percaya dengan apa yang dia
lakukan. Dampak dari konflik ini mengakibatkan, saling menyalahkan, saling
menuduh namun akhirnya setelah beberapa bulan semua terungkap siapa yang
mencuri barang-barang teman-teman sekamar dan menjadi sebuah pengkhianatan
besar, sehingga berdampak munculnya perasaan sakit hati yang sangat mendalam,
dan menimbulkan hilangnya sebuah kepercayaan dari santri tersebut terhadap
temannya. Selain konflik ini para santri merasakan sakit hati yang disebabkan
karena tiba-tiba diacuhkan oleh teman tanpa alasan yang jelas. Hal ini
menjadikan santri ini balik membalas dengan bersikap acuh, mendiamkan orang
tersebut dan tidak dapat 5 memaafkan serta bersikap baik kembali sebelum orang
tersebut memulai untuk meminta maaf (Wawancara 18 mei 2015).
Namun tidak semua santri penghafal
alqur’an merasakan sakit hati yang mendalam dan hanya menjadikan masalah
tersebut berlalu begitu saja, seperti yang di ungkapkan salah satu santri yang
menyatakan bahwa konflik terjadi saat terjadi perbedaan pendapat, berbeda
dengan yang lain dampak dari konflik ini santri lebih mengarah ke perilaku yang
positif yaitu mencari tahu akar permasalahan, meluruskan masalah agar tidak
terjadi kesalahpahaman yang berlangsung lama dan kembali menjalin hubungan
seperti semula. Berdasarkan masalah-masalah yang terjadi diatas mengakibatkan
munculnya dampak pada lingkungan santri diantaranya yaitu munculnya sakit hati,
terjadinya pertengkaran, hilangnya kepercayaan antar individu, membalas dendam,
saling mendiamkan, dan menjaga jarak dengan orang yang menyakiti. Menurut
fakta-fakta yang terjadi di atas menunjukkan bahwa kurang adanya sikap
forgiveness dalam diri seorang santri baik yang tahfidzil qur’an maupun non
tahfidzil qur’an. Untuk mengatasi masalah –masalah yang terjadi dengan orang
sekeliling kita dan dapat menjalin hubungan seperti yang sebelumnya maka di
perlukan perilaku memaafkan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mc Cullough
dan Worthingthon (1995) di lingkungan masyarakat modern, banyak terjadi
konflik, banyaknya tingkat stress, perselisihan, kekerasan, kemarahan, namun hal
ini bisa dicegah dengan memaafkan. Dari penelitian ini dibuktikan bahwa
memaafkan dapat mencegah 6 terjadinya masalah dan meningkatkan kesejahteraan.
(dalam Paramitasari dan Alfian, 2012: 3). Oleh sebab itu memaafkan sangatlah
penting bagi kehidupan manusia. Snyder dan Thompson (2002) juga menambahkan
bahwa forgiveness sebagai perubahan hal yang dirasakan oleh seseorang dari
pelanggaran yang telah dilakukan oleh pelanggar, dari hal yang negatif menjadi
lebih positif. Perubahan tersebut meliputi perubahan kognisi, emosi dan juga
perilaku. Selain itu individu yang tidak bisa memaafkan bisa bersumber dari
tiga hal diantaranya yaitu, berasal dari sendiri, orang lain maupun situasi
yang tidak dapat dikontrol. Forgiveness ini dinamakan dengan pengampunan
disposisional (Lopez dan Snyder, 2004: 289). Sedangkan menurut Mc Cullough
(1997) memaafkan (forgiveness) merupakan seperangkat motivasi untuk mengubah
seseorang untuk tidak membalas dendam dan meredakan dorongan untuk memelihara
kebencian terhadap pihak yang menyakiti serta meningkatkan dorongan untuk
menjalin hubungan dengan pihak yang menyakiti (Mc Cullough, Whorthington, &
Rachal, 1997 :321). Selanjutnya aspek-aspek yang digunakan untuk melihat
tingkat memaafkan seseorang dapat dilihat dari dua aspek yang diungkapkan oleh
Thompson (2002) yaitu a) perubahan hal yang negative menjadi netral atau
positif. perubahan ini meliputi adanya perubahan secara kognitif, emosi serta
perilaku. b) melemahnya hubungan dengan pelanggar serta berkurangnya rasa sakit
hati yang tidak sekuat saat terjadi konflik. hal ini menjadikan tingkat
kelukaan pada korban tidak sedalam saat terjadinya konflik sehingga muncul
kekuatan untuk berbuat baik kepada pelanggar 7 (Lopez dan Snyder, 2004: 302).
Dari kedua aspek tersebut diharapkan seseorang mampu memaafkan orang lain dan
menjadikan diri sebagai orang yang lebih pemaaf. Memaafkan memiliki banyak
manfaat baik secara fisik maupun psikis. Menurut Worthington dan Wade (1999),
mereka sepakat dengan sebuah pendapat yang menyatakan bahwa secara kesehatan
memaafkan memiliki keuntungan psikologis, serta menjadi sebuah terapi yang
efektif dalam intervensi untuk membebaskan seseorang dari kemarahan dan rasa
bersalah (Wardhati dan Fathurrachman, [n.d]: 3). Menurut Whorthington dan Wade
(1999) Forgiveness (memaafkan) pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya yaitu empati, kualitas hubungan, respon pelaku, kepribadian,
kecerdasan emosi, rumination, komitmen agama, dan faktor personal (dalam
Rohana, 2013: 38).
Faktor-faktor tersebut menjadikan
masing-masing orang memiliki cara berbeda untuk memaafkan. Dalam penelitian
yang telah dilakukan oleh Arif tentang hubungan komitmen dengan pemaafan
menyatakan bahwa kualitas hubungan dengan komitmen yang tinggi akan menjadikan
semakin tinggi pula pemaafan yang diberikan kepada orang lain dan hubungan
tersebut. Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa pengaruh komitmen terhadap
pemaafan adalah 12,6% sedangkan 87,4% lainnya di pengaruhi oleh faktorfaktor
yang lain (Arif : 2013 : 414-429). Dari penelitian tersebut dapat diketahui
bahwa memaafkan sangatlah berpengaruh dalam interaksi sosial dalam kehidupan
seseorang. 8 Al-Qur’an pun sudah menjelaskan dan menganjurkan kepada seluruh
umat manusia untuk menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain yaitu pada
surat Ali Imron ayat 133-134 yang berbunyi: tûïÏ%©!$# ÇÊÌÌÈ tûüÉ)GßJù=Ï9 ôN£Ïãé& ÞÚöF{$#ur ßNºuq»yJ¡¡9$# $ygàÊótã >p¨Yy_ur öNà6În/§ `ÏiB ;otÏÿøótB 4n<Î) (#þqããÍ$yur * ÇÊÌÍÈ úüÏZÅ¡ósßJø9$# =Ïtä ª !$#ur 3 Ĩ$¨Y9$# Ç`tã tûüÏù$yèø9$#ur xáøtóø9$# tûüÏJÏà»x6ø9$#ur Ïä!#§ Ø9$#ur Ïä!#§£9$# Îû tbqà)ÏÿZã “Artinya : dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan
kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orangorang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik
di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.” (Departemen Agama, 2005). Berdasarkan ayat tersebut telah
dijelaskan bahwa Allah telah menyediakan ganjaran (pahala) yang sangat besar
utuk orang yang mau memaafkan kesalahan orang lain. Namun setiap orang memiliki
kelapangan hati yang berbeda-beda, sehingga dalam memafkan seseorang yang telah
menyakitinya, ada yang memaafkan melalui lisannya saja, lisan dan juga
ditunjukkan dengan perilaku dan ada pula yang hanya diam tapi sudah memaafkan
orang yang menyakitinya. Dari beberapa teori dan penelitian telah menunjukkan
bahwa memaafkan memiliki banyak pengaruh pada diri seseorang.
Adapun fenomena-fenomena tersebut di atas
didukung oleh beberapa penelitian terdahulu diantaranya sebagai berikut : 9 No
Peneliti Judul Penelitian Hasil Persamaan Perbedaan 1. Nuran Faktorfaktor
psikologis yang mempengar uhi forgiveness pada korban istri kekerasan dalam
rumah tangga Dalam penelitian ini diketahui bahwa terdapat faktor-faktor
psikologis yang mempengaruhi forgiveness diantaranya yaitu komitmen dalam
hubungan,kepriba dian, religiusitas Variabel X menggunakan forgiveness dan
menggunakan pendekatan kuantitatif Dalam penelitian psikologi tersebut mencari
faktorfaktor forgiveness sedangkan dalam penelitian ini lebih untuk mengetahui
perbedaan memaafkan yang dlihat dari kelompok santri penghafal alqur’an dengan
santri yang tidak memiliki hafalan al-qur’an. 2. Radhitia Paramitasa ri dan
Ilham Nur Alfian Hubungan antara kematangan emosi dengan kecenderun gan
memaafkan pada remaja akhir. Dalam penelitian ini diketahui terdapat korelasi
antara kematangan emosi dengan kecenderungan memaafkan. Variabel yang digunakan
menggunakan memaafkan Pada penelitian ini mencari hubungan memaafkan dengan
kematangan emosi sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti
mencari perbedaan memaafkan pada santri yang hafal al-qur’an dan tidak hafal
alqur’an.
Berdasarkan paparan latar belakang diatas
membuat peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul penelitian “Perbedaan
Tingkat Memaafkan (Forgiveness) antara Santri yang Hafal Al-Qur’an dengan
Santri yang tidak Hafal Al-Qur’an di Ma’had Sunan Ampel Al-‘Aly Malang”.
B.
Rumusan
Masalah
Dari Latar belakang diatas ada tiga
rumusan masalah dalam penelitian ini:
1) Bagaimana Tingkat Memaafkan
Santri yang hafal Al-Qur’an di Ma’had Sunan Ampel Al-‘Aly Malang?
2) Bagaimana Tingkat Memaafkan
Santri yang tidak hafal Al-Qur’an di Ma’had Sunan Ampel Al-‘Aly Malang?
3) Adakah Perbedaan Tingkat Memaafkan antara
Santri yang hafal Al-Qur’an dengan Santri yang tidak Hafal Al-Qur’an di Ma’had
Sunan Ampel Al-‘Aly Malang?
C. Tujuan
1) Untuk Mengetahui Tingkat
Memaafkan Santri yang hafal Al-Qur’an di Ma’had Sunan Ampel Al-‘Aly Malang.
2) Untuk Mengetahui Tingkat
Memaafkan Santri yang tidak hafal Al-Qur’an di Ma’had Sunan Ampel Al-‘Aly
Malang.
3) Untuk Mengetahui Perbedaan Tingkat Memaafkan
antara Santri yang hafal Al-Qur’an dengan Santri yang tidak hafal Al-Qur’an di
Ma’had Sunan Ampel Al-‘Aly Malang.
D. Manfaat Penelitian
1) Manfaat Teoritis
Penelitian ini di harapkan mampu memberikan
pengetahuan yang lebih luas terhadap kajian ilmu psikologi dan islam dalam
penerapan kehidupan seharihari, dan juga mampu memberikan kontribusi pada
pengetahuan tentang teori psikologi.
2) Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu
untuk mengetahui tingkat memaafkan pada santri dan juga perilaku untuk melihat
perbedaan memaafkan santri tahfidzul qur’an dan santri yang bukan tahfidzul
qur’an. Sehingga dari penelitian ini mampu dijadikan sebagai salah satu cara
untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran selama di pesantren terhadap tingkah
laku santri dalam kehidupan sehari-hari dengan pembelajaran yang telah
dilakukan dan juga internalisasi nilai-nilai yang telah didapatkan selama
memahami dan menghafalkan alqur’an serta kehidupan dalam lingkungan pesantren
itu sendiri.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Perbedaan tingkat memaafkan (forgiveness) antara santri yang hafal Al-qur’an dengan santri yang tidak hafal Al-qur’an di Ma’had Sunan Ampel Al-‘Aly Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah iniDOWNLOAD
No comments:
Post a Comment