Abstract
INDONESIA:
Panti asuhan merupakan satu tempat yang menjadi solusi bagi anak yatim piatu untuk tetap mendapatkan kasih sayang dan pendidikan yang layak. Namun bukan tidak mungkin masih ada beberapa anak yang tidak bahagia tinggal di panti suhan, terlebih dalam usia remaja dimana anak akan mulai berfikir tentang siapa dirinya. Mereka akan mulai berfikir tentang apa yang dapat menyebabkan suatu hal dapat terjadi pada dirinya. Bagaimana mereka akan memandang masa lalu, masa yang mereka hadapi dan masa depan. Oleh karenanya muncul keinginan peneliti untuk mengetahui: bagaimana orientasi locus of control remaja yatim piatu: bagaimana tingkat happiness remaja yatim piatu; bagaimana hubungan orientasi locus of control dengan tingkat happiness remaja yatim piatu di yayasan yatim piatu Budi Mulia. Adapun teori yang digunakan ialah teori locus of control dari Jullian B. Rotter dan teori happiness dari Allan Carr.
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian kuantitatif korelasional dengan locus of control sebagai variabel bebas yang mempengaruhi tingkat happiness sebagai variabel terikatnya. Kemudian teknik korelasinya menggunakan teknik korelasional Spearman’s Rho hubungan orientasi locus of control dengan tingkat happiness. Sebelumnya untuk mengkategorisasikan orientasi locus of control dengan melihat skor Z-nya. Sedang untuk mengetahui tingkat happiness dengan melihat kategori nilainya. Subyek penelitian adalah remaja yatim/piatu/yatim piatu yang tinggal di panti asuhan Budi Mulia Singgahan Pare, dengan jumlah populasi 15 anak penelitian ini merupakan suatu penelitian populasi.
Hasil penelitian menunjukkan 80% remaja memiliki orientasi internal-locus of control, 20% remaja memiliki orientasi eksternal-locus of control. Sedangkan 53,33% remaja termasuk dalam kategori tingkat happiness tinggi, 26,67% sedang dan 20% remaja termasuk dalam kategori tingkat happiness yang rendah. Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara eksternal-locus of control dengan tingkat happiness. Tidak adanya hubungan yang signifikan antara internal-locus of control dengan tingkat happiness. Begitupula data menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara orientasi locus of control dengan tingkat happiness untuk subjek dalam penelitin ini dengan nilai korelasi sebesar nilai 0,076.
ENGLISH:
The orphanage is a home that becomes a solution for orphans to get affections and educations, but it will be possible that some of them feel unhappy to stay there especially for teenager in which phase they begin to think about who they are. They start to think about something happening to them. How they face the past, present and future. So that, researcher tries to understand: how is the locus of control orientation of orphan teenagers; how is the happiness degree of orphan teenagers; how is the relationship between locus of control orientation and happiness degree of orphan teenagers in Budi Mulia Orphanage. The theory used in this research is theory of locus of control from Julian B. Rotter and happiness theory from Allan Carr.
This research is a correlational quantitative with locus of control as an independent variable that effects happiness degree as dependent variable. The correlation technique uses Spearman’s Rho correlation technique relationship between locus of control orientation and happiness degree. To categorize locus of control orientation, the researcher saw Z score and to understand the happiness degree, she saw score category. The research subjects are fifteen (15) orphan teenagers in Budi Mulia Orphanage Singgahan Pare. By amount of the population, this research is population research.
The results of research show that 80% of teenagers have an internal locus of control orientation and 20% have an external locus of control. 53.33% are in high happiness degree, 26.67% are in intermediate degree, and 20% are in low happiness degree. The results of analysis show that there is no significant relationship between external and internal locus of control and happiness degree. The data also show that there is no significant relationship between locus of control orientation and correlation score of happiness degree for the subjects of this research is 0,076.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pare merupakan salah satu kecamatan yang
terdapat di Kabupaten Kediri, tempat dimana penulis dilahirkan dan tumbuh sejak
kecil. Terdapat beberapa yayasan yatim piatu yang mudah untuk ditemukan. Salah
satu yayasan yatim piatu yang dapat dijumpai adalah Yayasan Yatim Piatu Budi
Mulia yang terdapat di Desa Singgahan Kecamatan Pare. Setiap orang memiliki
takdir dan cerita yang berbeda dalam hidupnya. Tak selamanya setiap manusia
dapat hidup sempurna dan bahagia seperti yang menjadi harapan dan angannya. Di
sisi lain dari kehidupan manusia, dapat disadari dan dilihat bahwa tidak setiap
anak selalu beruntung dalam hidupnya. Kadang hal ini disebut dengan suatu
kemalangan. Bukan menjadi pilihan dari anak tersebut, melainkan suatu kondisi
lah yang memaksanya menghadapi kondisi sulit. Seperti kondisi anak yang menjadi
yatim, piatu ataupun yatim piatu. Tentu bukan keinginannya untuk berada dalam
kondisi tersebut. Di setiap lingkungan mungkin tidaklah sulit untuk menemui
para yatim piatu. Yatim piatu merupakan satu kondisi yang sangat mudah untuk
dijumpai di berbagai wilayah. Baik mereka yang tinggal dengan sanak saudara,
orangtua angkat atau bahkan dengan kakak dan adiknya saja. 2 Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia versi offline menyebutkan “yatim merupakan anak tidak be-rayah
atau tidak ber-ibu lagi karena ditinggal mati. Sedang yatim piatu merupakan
anak yang tidak berayah dan beribu karena ditinggal mati.” 1 Setelah anak
beranjak dewasa dan mulai mampu berfikir tentang apa yang dihadapinya, anak
yatim akan berfikir tentang faktor apa yang menjadikannya dalam kondisi yang
kurang beruntung tersebut. Apakah kondisi tersebut termasuk dalam suatu
kemalangan atau sebuah ujian dan bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Dalam
kehidupan ada sebuah kejadian yang biasa disebut “kematian”, kematian merupakan
hal atau batas sebagai pemisah antara seorang anggota keluarga dengan seluruh
keluarganya. Kepergian untuk selamanya, dan tidak akan ditemuinya walau telah
dicari di seluruh dunia. Kondisi dari yatim piatu ini yang kemudian
mengingatkan penulis pada kondisi dari sekitarnya tinggal. Dari pengalaman
langsung dalam kehidupan penulis, setelah kakek dan neneknya meninggal dan
melihat kedua orangtuanya yang menangis dan sedih dihadapannya, penulis dapat
merasakan kesedihan seperti apa yang akan dialami bagi setiap orang ketika
ditinggalkan oleh keluarga yang disayanginya. Selang tahun setelah itu, Pak
Puhnya (kakak laki-laki dari bapak) pun dipanggil oleh sang Maha Pencipta.
Karena rumahnya yang dekat, penulis sering berkunjung untuk mengetahui kondisi
dari istri dan anak-anak Pak Puh setelah kepergian Pak Puhnya. Penulis melihat
ada kekecewaan dan rasa menyalahkan terhadap kondisi dan takdir. Dalam usahanya
mencoba tegar, namun pada akhirnya 1 Kamus Besar Bahasa Indonesia versi
offline, aplikasi versi 1.1. 3 sering mengaitkan kondisi sulit yang dihadapinya
dengan takdir dan kondisi dari kehidupannya setelah ditinggalkan kepala
keluarganya. Dalam proses pengamatan di dalam hidupnya, penulis yang tertarik
ingin mempelajari tentang ilmu psikologi. Tepat pada saat dia memasuki awal
semester ketujuh, kembali dia melihat kondisi duka dari Pak Puh yang tinggal
tepat disebelah rumahnya. Setelah tiga tahun mempelajari teori-teori psikologi
dan beberapa penerapannya, penulis juga belajar untuk peka terhadap lingkungan
di sekitarnya.
Dengan melihat orangtuanya yang juga
sudah semakin tua, kadang perasaan khawatirpun muncul. Hal ini biasa dikenal
dengan istilah SAD (Separated Anxienty Disorder), dalam tingkat yang masih
wajar penulis selalu berusaha meredam kekhawatirannya dan mengamati kondisi
dari saudara di sebelah rumahnya. Ada hal berbeda yang dapat dilihatnya secara
jelas dengan kasus pertama. Jika dibandingkan dengan keluarga Pak Puh yang
pertama, dimana ditemukan adanya sikap kecewa dan menyalahkan keadaan, keluarga
Pak Puh yang kedua terlihat jauh lebih tegar dan mampu tetap beraktifitas
seperti sebelumnya. Bagi keluarga mereka setiap orang memang ada jatah untuk
hidup di dunia. Sehingga ketika orang tersebut telah pergi, maka disaat itulah
bagi mereka yang ditinggalkan harus tetap berjuang untuk hidup selanjutnya.
Namun meski demikian, sesuai dengan tulisan sebuah artikel yang menyebutkan
bahwa mungkin dalam kondisi yang sulit, perasaan akan kehilangan akan jauh
lebih terasa dan membuat keluarganya berfikir dan berandai-andai jika ayah
mereka yang telah pergi masih ada mungkin kondisi tidak akan sesulit yang 4
mereka hadapi2 . Sama seperti fenomena pada saudara penulis, terlihat ketika
sepupunya yang masih berusia 4 tahun menangis dalam waktu yang lama, hal ini
membuat ibunya ikut menangis. Di sisi lain kakak pertamanya, nampak menyerah
dan memutuskan untuk keluar rumah pada saat itu. Dari fenomena yang dapat
dilihat penulis di tempat sekitarnya tinggal, penulis akhirnya juga ingin
mengetahui kondisi dari sebuah panti asuhan yang menampung beberapa yatim
piatu. Dalam wawancara dengan ibu Umayah yang merupakan ketua dari Panti Asuhan
Budi Mulia Singgahan-Pare, dikatakan bahwa kondisi sulit dari keluarga yang
telah ditinggalkan oleh ayah, ibu atau keduanya akan membawa anak ikut
merasakan kondisi sulit. Bahkan banyak ditemuinya pula beberapa anak yang tidak
sekolah dan malah ikut ibu mereka ngasak (mencari sisa) di pasar. Hal ini
merupakan kondisi umum yang mudah dijumpai dimana-mana. Kemudian melihat
fenomena tersebut kemudian membuatnya beserta para Muslimat NU Kediri untuk
ikut merawat anak-anak tersebut dalam bentuk asrama sebanyak 26 panti asuhan
yang tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Kediri dan bentuk non-asrama.
Bagi orangtua atau keluarga yang masih mampu mengurus anaknya akan ditompang secara
finansial untuk segala keperluan pendidikan dan kebutuhan sehari-hari sang
anak. Namun bagi yang masih kesulitan, anak mereka anak dididik dan diasramakan
dalam Yayasan Yatim Piatu Budi Mulia yang biasa dikenal dengan istilah panti
asuhan. 2 PPS YATIM Darul Marhamah Lil Aitam, Psikologi Anak, Bogor
Yatim,www.rumahyatimdarulmarhamah.compsikologi-anak-yatim, 2014. 5 Panti asuhan
merupakan salah satu lembaga yang menjadi solusi bagi sebagian besar anak-anak
yang telah tidak memiliki orang tua. Sehingga mereka dapat selalu memiliki dan
mendapatkan hak untuk bersekolah dan hidup dengan layak. Biasanya program dalam
yayasan panti asuhan tidak akan jauh berbeda dengan asrama yang ada pada
umumnya. Para anak yatim piatu akan mendapatkan hak untuk bersekolah, tinggal,
mendapatkan makanan hingga kasih sayang. Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa “pengasuhan alternatif bila anak
terpisah dari orangtua akan ditanggung oleh Negara.”3 . Berdasarkan hal
tersebut ada banyak yayasan panti asuhan yang berdiri. Diantaranya merupakan
yayasan yang didirikan langsung oleh pemerintah dan oleh masyarakat yang
memiliki keinginan untuk menolong anak-anak yatim tersebut dengan mendirikan
panti asuhan yang kemudian memperoleh surat ijin dari Negara. Sesuai dengan
peraturan perundang-undangan tentang hak setiap anak yang tercantum dalam UU
no.23 tahun 2002. Jika tanggungjawab orangtua terhadap anak kurang akan dibantu
oleh Negara. Disebutkan juga bahwa anak memiliki hak perlindungan dari segala
macam bentuk kekerasandan memperoleh pendidikan. Menjadi dasar dari
didirikannya sebuah yayasan panti asuhan guna memenuhi 3 Ana Lisdiana,
Psikososial 1, Bandung , Departemen Pendidikan Nasional, 2004, h. 55. 6
ketentuan-ketentuan tersebut, terlebih bagi anak-anak yang telah tidak memiliki
keluarga. 4 Di setiap yayasan panti asuhan selalu memiliki program-program yang
berbeda bagi anak- anak yang mereka rawat. Pada inti dari setiap program yang
ada adalah membuat mereka merasa tetap memiliki keluarga dan hidup seperti
anak-anak pada umumnya dan tetap memiliki pendidikan. Salah satu bentuk
pemenuhan pendidikan untuk mereka juga diberikan secara kelas. Baik kelas yang
didirikan oleh yayasan itu sendiri ataupun bersekolah pada sekolah-sekolah
negeri yang ada. Dari 77 anak yang telah tinggal dalam yayasan yatim piatu atau
panti asuhan Budi Mulia, masih ditemukan beberapa pelanggaran dari aturan dalam
asrama yang telah disepakati oleh para pengurus. Mulai dari bolos sholat jamaah
hingga bolos sekolah. Penulis menemukan satu kasus unik dalam sambangannya ke
panti asuhan tersebut. Dimana telah dilaporkan pada hari kamis 30 Oktober 2014
beberapa anak laki-laki yang sulit untuk ditata agar rapi, bolos sekolah, kabur
dari sekolah, pindah ruang kelas lalu tidur. Setelah ditanya ternyata anak
tersebut online facebook pada malam harinya, sehingga membuatnya mengantuk pada
saat jam sekolah. Dari anak perempuan sendiri ada 5 anak yang dilaporkan
memfoto kaki mereka dan menguploadnya dalam jejaring sosial facebook. Anak
merupakan individu yang berusia di bawah 18 tahun5 . Sehingga selama individu
masih memiliki usia sebelum 18 tahun dia masih bisa disebut anak. Sedang 4
Ibid, hal.52. 5 Ibid, Hal. 54. 7 dalam sisi pandang psikologi perkembangan
individu yang telah mendekati usia 18 tahun dapat dikategorikan dalam golongan
remaja, masa remaja berkisar antara 16 atau 17 hingga 18 tahun6 . Masa remaja
merupakan transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, hal
ini akan ditandai dengan ciri-ciri masa pubertas pada anak. Remaja akan mampu
berfikir secara lebih abstrak dibanding dengan anak-anak. Piaget yakin bahwa
pemikiran operasional formal berlangsung mulai usia 11 sampai 15 tahun, dimana
pemikiran operasional formal lebih abstrak daripada pemikiran seorang anak7 .
Remaja merupakan masa dimana seorang individu akan mulai belajar menyesuaikan
diri dengan lingkungannya, berusaha mengenal identitas dirinya, dan mulai
bersikap sebagaimana agar mereka dapat diterima dalam lingkungan yang mereka
sukai. Sehingga dapat dikatakan masa remaja berkisar antara usia 11 hingga 18
tahun. Dengan dicapainya penyesuaian diri yang tepat akan membawa remaja yatim
piatu pada satu kondisi kepuasan. Hurlock mengungkapkan bawasanya penerimaan
diri menjadi salah satu faktor yang berperan terhadap kebahagiaan agar
seseorang dapat menyesuaikan diri dengan baik8 . Seseorang yang mampu
menyesuaikan diri dengan baik dan bahagia maka akan menunjukkan perasaaan yang
positif, hal tersebut jelas berbeda dengan mereka yang sulit menyesuaikan diri
dan tidak bahagia akan sering menunjukkan 6 Ellizabeth B. Hurlock,Psikologi
Perkembangan:Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, Jakarta, Erlangga
edisi kelima, 1980, h. 206. 7 John W. Santrock,Life-Span Deveopment, 5 E,
Jakarta, Erlangga, 1995, h. 10. 8 Ellizabeth B. Hurlock, ibid , h. 19. 8
perasaan negatif seperti takut, marah, dan iri hati9 . Sehingga seseorang yang
dapat bahagia tidak akan terlepas dari bagaimana ia dapat menyesuaikan diri dan
begitu pula sebaliknya. Bagi individu yang sulit atau gagal menyesuaikan diri
maka akan sulit menemukan kebahagiaan atau kepuasan dalam hidupnya.
Pribadi yang puas atau sering
disebut bahagia (happiness) merupakan mereka yang telah berhasil menyesuaikan
diri dengan lingkungan dimana ia tinggal di sepanjang proses dan rentang
kehidupannya. Dari temuan kasus pada kunjungan singkat di Panti Asuhan Budi
Mulia tersebut merupakan bagian kecil dari sebagian kondisi psikologis remaja
yatim piatu yang tinggal disana. Bagimana mereka berinteraksi, menyesuaikan diri,
dan memberikan dukungan sosial satu sama lain. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, maka hal tersebut seluruhnya bersumber pada seberapa tingkat
kebahagiaan mereka. Sedangkan dalam hasil observasi di lokasi penelitian pada
tanggal 24 April 2015 ditemukan satu pelanggaran yang dilakukan seluruh remaja
yatim piatu yang tinggal di panti asuhan tersebut. Pelanggaran tersebut yakni
membawa handphone, dimana hal tersebut merupakan hal yang tidak diperbolehkan.
Beberapa anak mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan kehendak dan
berdasarkan diri mereka sendiri, mereka merasa nyaman dan baik-baik saja dengan
pelanggaran tersebut. Bahkan karena ada banyak teman yang melakukan hal serupa,
hal tersebut membuat mereka merasa nyaman dan baik-baik saja. Namun 9 Ibid, h.
22. 9 beberapa anak juga merasa kurang nyaman dengan pelanggaran tersebut dan
mengatakan bagaimana usaha mereka menutupi kesalahan yang mereka lakukan.
Penelitian ini mengangkat anak yatim sebagai subjeknya, dan akan menyorot pada
tingkat happiness sebagai temanya yang ditinjau dari orientasi locus of control
mereka. Permasalahan dalam penelitian ini berawal dari pengalaman dan peristiwa
yang dialami oleh penulis seperti yang telah disebutkan. Terkait dengan rencana
ini, peneliti yang ingin menyorot pada tingkat happiness ditinjau dari
orientasi locus of control karena peneliti melihat fenomena dari kondisi
disekitar penulis tinggal. Hal ini ditambah dengan fenomena berbeda yang
penulis temukan di Panti Asuhan Budi Mulia. Dimana dari 77 anak yang tinggal di
panti asuhan tersebut dari berbagai usia, terdapat 15 anak yang merupakan
kategori dari subjek penelitian ini yakni remaja yatim piatu. Berdasarkan
pengamatan yang didukung dengan hasil wawancara pada salah satu anak yatim yang
tinggal di panti asuhan tersebut yang dilakukan pada tanggal 6 Desember 2014,
menunjukkan bahwa tidak sedikit dari anak anak yatim yang tinggal di panti
asuhan tersebut memiliki berbagai prestasi baik di bidang akademik maupun
non-akademik. Sehingga selain menemukan kasus pelanggaran, peneliti juga
menemukan adanya prestasi-prestasi yang membanggakan. Beberapa dari mereka yang
telah tumbuh dewasa telah memiliki profesi yang baik seperti menjadi seorang
guru, akademisi, dan memiliki pekerjaan. Mereka memang tidak pernah membicarakan
tentang orangtua mereka yang telah tiada satu sama lain, rata-rata merasa sudah
terbiasa dengan kondisi tersebut karena mereka telah tidak memiliki 10 orangtua
sejak mereka masih kecil. Dengan menerima bahwa hal tersebut merupakan takdir
yang harus mereka lewati, mereka tetap ingin menjadi sukses seperti anak-anak
yang dapat tinggal dengan orang tua mereka. Meskipun adakalanya mereka merasa
iri terhadap orang lain. Adakalanya ketika mereka merasa iri timbul perasaan
nelangsa dan sedih, namun mereka berfikir untuk tidak menyesalinya dan tetap
berjuang. Inilah salah satu contoh bagaimana individu menggunakan pusat kendali
mereka atau locus of control untuk mendapatkan dorongan dan motivasi dari dalam
diri dalam mencapai tujuan dan harapaan. Dengan hal tersebut subjek berharap
mampu menjalani hidup sebagaimana anak-anak yang masih memiliki orangtua dan
tetap berbangga dengan apa yang dimilikinya. Sifat optimis merupakan indikator
dan berbangga merupakan indikator dari aspek kebahagiaan atau happiness. Dengan
memiliki pusat kendali individu dapat menentukan sikap untuk menghadapi
kehidupannya, sehingga akan terwujud segala emosi positif atau negatif. Jika
individu memiliki emosi positif yang lebih tinggi, itulah yang disebut dengan
kebahagiaan atau happiness. Pandangan yang berbeda dari dua fenomena yang
ditemukan oleh penulis dari yatim piatu dalam menyikapi status dari kondisi
yang mereka hadapi inilah yang membuat penulis ingin mengetahui bagaimana
orientasi locus of control mereka pada umumnya.
Karena diketahui bahwa dari
pikiranlah manusia dikendalikan secara perasaan. Dimana kognitif dan afektif
akan menata tingkat happiness atau kebahagiaan seseorang. Salah satu dari hasil
kebahagiaan seperti yang disebutkan Hurlock adalah adanya penyesuaian diri yang
baik. Baik dan tidaknya penyesuaian 11 diri terlihat dari kasus pelanggaran dan
prestasi yang muncul. Dengan adanya dua hal berbeda antara pelanggaran dan
prestasi inilah yang menyebabkan peneliti tertarik untuk mengetahui tingkat
kebahagiaan para remaja yatim piatu. Kebahagiaan (happiness) sendiri memiliki
suatu definisi. Teori happiness dalam buku yang ditulis oleh Teuku Eddy
menerangkan bahwa kondisi kebahagiaan menurut Aristoteles adalah orang yang
mempunyai “good birth, good health, good look, good luck, good reputation, good
friends, good money and goodnesss.”10 . Kebaikan dalam segala sisi lahir,
batin, intraksi sosial merupakan penjelasan makna kebahagiaan secara utuh
menurut Aristoteles. Dengan kondisi masa lalu yang berbeda, keluarga yang berbeda
pada setiap individu tentu akan menimbulkan perbedaan pandangan tentang
hidupnya, keluarga, teman sebanya dan lainya. Jika seorang merasa puas dan
baik-baik saja dengan segala kondisi yang dimiliknya. Disanalah akan memberi
dampak positif terhadap dirinya. Dampak positif yang akan jelas terlihat berupa
suatu kebahagiaan. Namun begitu sebaliknya, jika anak tidak mampu menerima dan
tidak memiliki kepuasan dalam kondisi ini akan menjadi satu efek buruk.
Depresi, kesedihan, iri, cemburu mungkin terjadi. Dari komponen-komponen
kebahagiaan dalam buku yang ditulis oleh Alan Carr menurut Andrew dan McKennel,
bawasannya ada dua komponen yang berpengaruh pada kebahagiaan seseorang
diantaranya: kognitif dan afektif11 . 10Teuku Eddy Faisal Rusydi, Psikologi
Kebahagiaan, Yogyakarta, Progresif Books, 2007, h. 2. 11 Alan Carr, Positive
Psychology, New York, Brunner-Routledge, 2004, h. 11. 12 Bagaimana kondisi
pikiran dan perasaan yang dikaitkan sehingga menghasilkan suatu kepuasan atau
ketidakpuasan yang biasa disebut kebahagiaan dan ketidakbahagiaan. Adanya
faktor dari kebahagiaan tersebut, yang merupakan hasil dari kognisi dan afeksi
setiap individu. Kondisi pemikiran dari apa yang sedang dihadapi sesorang
bersumber dari kognisi dan afeksinya. Hal apakah yang menjadi pemicu atau sebab
dari kondisi itu. Dalam teori psikologi hal ini dikenal dengan istilah locus of
control. Pusat kendali atau locus of control dapat diartikan secara singkat
sebagai kondisi bagaimana seseorang memandang kondisi dalam hidupnya.
Singkatnya orientasi locus of control terbagi menjadi orientasi eksternal dan
orientasi internal.
Orientasi eksternal mengacu pada hal-hal
eksternal atau di luar diri subjek sebagai hal yang menyumbang kondisi dari
kehidupan seseorang, sehingga setiap individu dengan eksternal locus of control
akan menganggap dirinya sebagai pelaku dari skenario takdir yang dialaminya.
Sedangkan orientasi internal lebih menekankan pada hal-hal yang bersifat dari
internal diri subjek sebagai faktor penyumbang dan penyebab terjadinya suatu
kondisi dalam hidup seseorang, sehingga adanya pandangan bahwa seseorang dengan
internal locus of control bahwa dirinya merupakan penentu utama dari apa yang
akan dialaminya. Hal tersebut merupakan hubungan timbal balik dan saling
mempengaruhi. Dari sisi Locus of Control yang dapat memicu kognisi dan afeksi
yang berbeda-beda pada setiap orang. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Ali Mustofaei dalam studi perbandingan tingkat kebahagiaan antara yatim
yang tinggal di asrama (orphanage) dan yatim yang tidak tinggal di asrama
(non-orphanage) ditemukan 13 adanya emosi negative dan kurangnya emosi positif
yang lebih jika dibandingkan dengan mereka yang tidak tinggal di asrama atau
panti asuhan12. Kondisi kognisi dan afeksi yang berbeda antara yatim piatu yang
tinggal di panti asuhan dan tidak. Dari perbedaan yang ditemukan dalam
penelitian tersebut, perbedaan muncul pada mereka yang tinggal di lingkungan
yang berbeda. Lantas bagaiamana dengan yatim piatu yang tinggal dalam
lingkungan yang sama jika ditinjau dari orientasi Locus of Control yang
berbeda.
Hal yang menjadi pertanyaan adalah bagaiamana
perbedaan tingkat kebahagiaan mereka dan apakah Locus of Control memiliki
pengaruh pada tingkat kebahagiaan para remaja yatim piatu. Karena dari satu
penelitian yang dilakukan oleh Lindiwe M. Sindane (2011) mengatakan terdapat
hubungan yang lemah antara locus of control dengan happiness13. Meskipun hasil
penelitian mengatakan terdapat hubungan yang lemah, hal tersebut memungkinkan
adanya hubungan antar dua variabel tersebut. Selain itu dari beberapa
penelitian juga menyebutkan individu dengan orientasi internal locus of control
akan memiliki skor happiness yang lebih tinggi atau bisa dikatakan internal
locus of control memiliki hubungan dengan happiness14 . 12 Ali Mustofaei, et
al, The Comparison of Happiness Orphanage and Non-Orphanage Children. Scholar
Research Library, 3 (8), 2012, h. 4065-4069. 13 Lindiwe M. Sindane, The
Relationship between Happiness, Creativity,Personality and Locus of Control in
Ireland for Those who are Employed and Unemployed, Dublin, DBS School of Arts,
2011, h.03. 14 Nerguz Bulut Serin, et all, Factors affecting the locus of
control of the university students, Elsevier Ltd Nicosia, 2010, h.450.
Berangkat dari hal-hal tersebut yang
membuat penulis ingin meneliti “Hubungan Orientasi Locus of Control dengan
Tingkat Happiness Remaja Yatim Piatu di Yayasan Yatim Piatu Budi Mulia
Singgahan Pare”.
B.
Rumusan
Adapun rumusan masalah dalam
penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Bagaimana orientasi Locus of
Control remaja yatim piatu?
2. Bagaiamana tingkat Happiness
remaja yatim piatu?
3. Apakah terdapat hubungan antara
Locus of Control dengan Happiness remaja yatim piatu?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan
penelitian ini ialah:
1. Mengetahui orientasi Locus of Control
remaja yatim piatu.
2. Mengetahui tingkat Happiness
remaja yatim piatu.
3. Mengetahui ada tidaknya hubungan antara
Locus of Control dengan Happiness remaja yatim piatu.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk menambah wawasan kajian
psikologi sosial tentang remaja yatim piatu. 15 b. Sebagai sarana untuk
memberikan data dan informasi sebagai bahan studi untuk melakukan penelitian
selanjutnya dengan pengembangan dan variasi materi yang lebih kompleks.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan pertimbangan bagi yayasan yatim piatu. b. Sebagai bahan
pertimbangan dalam membuat program-program kegiatan yang terkait dengan aspek
psikologis remaja yatim piatu untuk menunjang mereka menjadi pribadi yang
diharapkan.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Hubungan orientasi locus of control dengan tingkat happiness remaja yatim piatu di Yayasan Yatim Piatu Budi Mulia Singgahan Pare" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment