Abstract
INDONESIA:
Salah satu tugas perkembangan pada masa dewasa awal ialah memilih pasangan hidup, masa dewasa berpotensi dalam membangun hubungan dengan lawan jenis atau pernikahan. Hal ini biasanya lebih banyak dialami oleh kaum wanita. Mereka akan mulai sedikit gelisah ketika pada perkuliahan tahun ketiga namun belum memiliki pasangan yang akan menjadi calon pasangan hidupnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pemilihan pasangan hidup yang dihubungkan dengan tingkat religiusitas.
Jenis penelitian ini adalah menggunakan kuantitatif korelasi. Adapun cara pengumpulan data yang digunakan menggunakan angket langsung dan tertutup. Sampel yang diambil sebanyak 33 mahasiswi psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Berdasarkan dari penelitian yang telah penulis lakukan, digunakan korelasi product moment. Penulis mengkorelasikan religiusitas dengan aspek-aspek dalam memilih pasangan hidup yaitu agama, fisik, ilmu, harta dan psikologis. Dari kelima aspek tersebut, tingkat religiusitas menunjukkan korelasinya dengan aspek psikologis sebesar r = 0,464.
ENGLISH:
One of the developmental tasks in early adulthood is choosing a life partner, adulthood has the potential to build a relationship with the opposite sex or marriage. It is usually much more experienced by women. They will start anxious when the third-year college but have not had a partner who would be a candidate for a life partner.
This research to find out about the selection of a life partner who is associated with the level of religiosity.
This research is correlative quantitative. The data collected using a questionnaire that is used directly and closed. The samples that used 33 colledge of psychology The Islamic State of Maulana Malik Ibrahim Malang.
Based on the research that has been done, used product moment correlation. The researcher correlate religiosity with aspects in choosing a life partner is religious, physical, science, treasure and psychological. Of the fifth aspect, the level of religiosity showed correlation with the psychological aspects of r = 0.464.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Masa awal kedewasaan
merupakan masa dimana seseorang mengikat diri pada suatu pekerjaan dan banyak
yang menikah atau membentuk jenis hubungan intim. Keintiman berarti suatu
kemampuan memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka1 .
Santrock mengatakan masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan menjalin
hubungan dengan lawan jenis, terkadang menyisakan sedikit waktu untuk hal
lainnya. Kenniston mengemukakan masa muda (youth) adalah periode kesementaraan
ekonomi dan pribadi, dan perjuangan antara ketertarikan pada kemandirian dan
menjadi terlibat secara sosial. Periode masa muda rata-rata terjadi 2 sampai 8
tahun, tetapi dapat juga lebih lama. Dua kriteria yang diajukan untuk
menunjukkan akhir masa muda dan permulaan dari masa dewasa awal adalah
kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan. Mungkin yang
paling luas diakui sebagai tanda memasuki masa dewasa adalah ketika seseorang
mendapatkan pekerjaan penuh waktu yang kurang lebih tetap. 2 Dapat dikatakan
bahwa masa dewasa merupakan masa dimana individu tidak lagi harus bergantung
secara ekonomis, sosiologis, maupun psikologis pada orangtuanya, serta masa
untuk bekerja, terlibat dalam hubungan masyarakat, dan menjalin hubungan dengan
lawan jenis. Salah satu tugas perkembangan pada masa dewasa awal ialah memilih
pasangan hidup, masa dewasa berpotensi dalam membangun hubungan dengan 1 Rita
L. Atkinson, Pengantar Psikologi, (Jakarta : Erlangga, 1997), hal 143 2
Santrock, Life Span Development Edisi Kelima, (Jakarta : Erlangga, 2002), hal
73 lawan jenis atau pernikahan. Dari hal tersebut, dapat dilihat kenyataan
tidak menyenangkan yang terjadi yaitu dewasa ini banyak sekali kasus-kasus
perceraian yang terjadi di sekitar kita. Alasannya pun beragam, dari mulai
ketidak cocokan satu sama lain, perselingkuhan, pemenuhan kebutuhan (nafkah)
dan masih banyak lagi yang lainnya.
Hal ini tidak lain adalah karena kesalahan dalam pengambilan
keputusan memilih pasangan hidup. Ada beberapa faktor yang diungkapkan oleh
Kotler yang mempengaruhi pengambilan keputusan, adalah (a) faktor budaya, yang
meliputi peran budaya, sub budaya, dan kelas sosial, (b) faktor sosial, yang
meliputi kelompok acuan, keluarga, peran dan status, (c) faktor pribadi, yang
meliputi usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup,
kepribadian dan konsep diri, (d) faktor psikologis, yang meliputi motivasi, persepsi,
pengetahuan, keyakinan dan pendirian.3 Masa-masa untuk memilih pasangan hidup
akan dijumpai oleh setiap manusia dalam hidupnya. Pada umumnya, mereka akan
mulai memikirkan untuk memiliki pasangan hidup pada masa kuliah dimana masa
kuliah ini termasuk dalam masa dewasa. Hal ini biasanya lebih banyak dialami
oleh kaum wanita. Mereka akan mulai sedikit gelisah ketika pada perkuliahan
tahun ketiga namun belum memiliki pasangan yang akan menjadi calon pasangan
hidupnya. Berbeda dengan kaum laki-laki yang biasanya lebih memikirkan tentang
karirnya dahulu sebelum pernikahan atau pasangan hidup. Fenomena-fenomena
seperti ini begitu terlihat di sekitar kita. Seperti halnya yang dialami oleh
mahasiswi psikologi UIN 3 Fahimatul Ilmiyah, Hubungan Locus Control (Pusat
Kendali) dengan Decision Making (Pengambilan Keputusan) Pada Mahasiswa
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Fakyltas Psikologi
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Maulana Malik Ibrahim, mereka juga merasakan
hal tersebut. Salah satu mahasiswi mengungkapkan bahwa mahasiswi tersebut ingin
segera mendapatkan seorang pasangan yang serius, bukan hanya sekedar pacar
namun yang sudah memiliki visi dan misi yang jelas dalam berhubungan. Mahasiswi
yang lain pun juga mengharapkan hal yang sama. 4 Pemilihan pasangan hidup
sekarang ini lebih banyak berlandaskar faktorfaktor psikososial. Banyak
penelitian menunjukkan bahwa kaum wanita jauh lebih banyak dan jauh lebih
sering daripada kaum pria, memilih pasangan hidup atau calon suaminya
berdasarkan pertimbangan faktor intelegensi, yaitu memilih pria yang cukup
inteligen atau lebih inteligen dari diri sendiri.
Hal ini disebabkan karena faktor inteligensi menjadi sarana utama
untuk memperoleh sukses dalam masyarakat luas.5 Untuk menentukan pasangan hidup,
ada beberapa cara yang dapat dilakukan diantaranya ta’aruf dan pacaran. Ta’aruf
diartikan kegiatan bersilaturahmi, kalau pada masa ini kita bilang berkenalan
bertatap muka, atau main/bertamu ke rumah seseorang dengan tujuan berkenalan
dengan penghuninya. 6 Namun dalam praktek sehari-hari ada yang menggunakan kata
ta’aruf sebagai suatu proses sebelum ikhwan dan akhwat menjalani pernikahan.
Dalam ta’aruf, mereka saling mengenalkan keadaan diri masing-masing, bila cocok
bisa dilanjutkan ke proses khitbah dan bila tidak maka proses akan dihentikan.
Hasil wawancara dengan
mahasiswi psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 5 Kartini Kartono,
Psikologi Wanita (Gadis Remaja dan Wanita Dewasa), (Bandung : Alumni, 1986),
hal 220 6 http://id.wikipedia.org/wiki/Taaruf Mungkin seperti itu secara
sederhananya, walaupun pada prakteknya bisa begitu rumit dan kompleks.
Jadi,taaruf bukanlah bermesraan berdua,tapi lebih kepada pembicaraan yang
bersifat realistis untuk mempersiapkn sebuah perjalanan panjang brdua. ta'aruf
adalah proses saling kenal mengenal pra nikah dengan dilandasi ketentuan
syar'i, karena di dalam islam pun tidak ada yang nama nya pacaran, dan cinta sejati
itu hanyalah milik Allah.
Menurut kamus besar bahasa
Indonesia, pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan memiliki
hubungan batin berdasarkan cinta kasih. Berpacaran adalah bercinta,
berkasih-kasihan. Memacari adalah mengencani, menjadikan dia sebagai pacar. 8
Biasanya pacaran dilakuan karena adanya rasa saling suka. Dalam pacaran kadang
disertai dengan aktivitas yang terlalu intim dan dilarang agama, namun ada juga
yang masih menjaga dirinya masing-masing. Dalam hubungan pacaran, bisa jadi ada
rencana pernikahan, namun kebanyakan belum memikirkan ke arah pernikahan. Dan
bagi yang memikirkan pernikahan pun ada yang mau nikah dalam waktu dekat dan
ada yang masih lama rencana nikahnya. Namun, persepsi umum dari pacaran adalah
aktivitas intim (kedekatan) yang dilakukan 2 orang yang masih belum resmi
menjadi suami istri. Kedekatan itu bisa kedekatan secara fisik dan bisa jadi
kedekatan komunikasi.
Pada jaman sekarang ini, pencarian pasangan hidup sudah sangat umum
dilakukan dengan jalan pacaran. 7 http://id.wikipedia.org/wiki/Taaruf 8 Frista
Atmanda W, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jombang : PT Lintas Media), hal 863
Pacaran dianggap sebagai sesuatu yang dapat dijadikan ajang untuk melakukan
pengenalan terhadap pasangan masing-masing untuk dapat mendalami sifat dari
masing-masing pasangannya. Pada masa transisi antara remaja dan masa dewasa
awal terdapat keyakinan refleksi ke dalam diri sendiri. Menurut Fowler,
individu mampu mengambil dan melakukan tanggung jawab secara penuh terhadap
yang diyakininya.9 Gaya pacaran saat ini sudah sangat jarang ditemukan yang
mengedepankan moral dan agama, kebanyakan merupakan dorongan libido, jika sudah
begitu maka kedewasaan berpikir dan kesadaran agama tidak digunakan. Kesadaran
agama (religiusitas) yang dimaksud adalah pemahaman mereka tentang agamanya dan
perilaku mereka yang sesuai dengan kaidah agama. Dengan kesadaran atau
pemahaman agama yang cukup, mereka akan lebih mengetahui batasan-batasan dalam
berperilaku termasuk dalam hal pencarian pasangan hidup mereka. Seperti
kriteria calon pasangan hidup yang ideal atau cara dalam mengambil keputusan untuk
memilih pasangan hidup mereka. Kriteria dalam memilih pasangan hidup bagi kaum
wanita telah dijelaskan dalam QS. Al Baqarah ayat 221 : “... dan janganlah kamu
menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun
dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga
dan ampunan dengan izin- 9 Agoes Dariyo, Psikologi Perkembamgan Dewasa Muda,
(Jakarta : PT Grasindo, 2004), hal 93 Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
(perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”10
Selain itu, Rasulullah SAW juga bersabda : “ Apabila kamu sekalian didatangi
oleh seseorang yang beragama dan akhlaknya kamu ridhai maka kawinkanlah ia.
Jika kamu sekalian tidak melaksankannya maka akan terjadi fitnah dimuka bumi
ini dan tersebarlah kerusakan ” (HR. At Tirmidzi). Dengan memiliki bekal agama
yang cukup, diharapkan para wanita mampu memilih pasangan hidup yang tepat dan
sesuai dengan kriteria pasangan hidup yang baik.
Bekal keagamaan juga mempengaruhi bagaimana memilih kriteria
pasangan hidup yang baik, karena dengan bekal agama yang cukup tidak membuat
mereka mudah terbuai dengan cinta sehingga mereka kurang memperhatikan kriteria-kriteria
memilih pasangan hidup yang baik sesuai dengan yang telah diajarkan dalam agama
islam. Hal ini biasanya banyak terjadi pada kaum wanita yang memiliki perasaan
peka terhadap segala perhatian-perhatian yang diberikan oleh kaum laki-laki
yang akhirnya membuat wanita mudah jatuh cinta kepada laki-laki dan dengan
mudahnya menjatuhkan pilihan sebagai pasangan hidupnya, karena hal tersebutlah,
maka peneliti mencoba untuk melakukan penelitian, yaitu “Pengaruh Religiusitas
Terhadap Pengambilan Keputusan Dalam Memilih Pasangan Hidup Mahasiswi Psikologi
Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang”. 10 http://artiquran.wordpress.com/2011/02/07/surat-al-baqarah-ayat-221-s-d-230/
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat
religiusitas mahasiswi psikologi UIN Malang?
2. Apakah dasar pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh mahasiswi psikologi UIN Malang dalam memilih
pasangan hidupnya?
3. Apakah ada hubungan
religiusitas terhadap pengambilan keputusan dalam memilih pasangan hidup
mahasiswi psikologi UIN Malang?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tungkat religiusitas mahasiswi psikologi UIN
Malang
2. Untuk mengetahui dasar pengambilan keputusan yang dilakukan
mahasiswi psikologi UIN Malang dalam memilih pasangan hidupnya
3. Untuk membuktikan
hubungan religiusitas terhadap pengambilan keputusan dalam memilih pasangan
hidup mahasiswi psikologi UIN Malang.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan keilmuan baik dari aspek
teoritis maupun praktis, diantaranya:
1. Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
penambahan khazanah keilmuan psikologi terutama yang berkenaan dengan
religiusitas dan memilih pasangan hidup bagi mahasiswi Psikologi UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang
2. Manfaat praktis, sebagai bahan rujukan bagi
praktisi psikologi dan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak kampus dalam
mengambil kebijakan terkait dengan mahasiswa.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Hubungan religiusitas terhadap pengambilan keputusan dalam memilih pasangan hidup mahasiswi Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment